Emporium Dan Motivasi Bahasa Kekuasaan Dalam Etnosentrisme.
Oleh : Ahmad Wansa Al-faiz.
a. Emporium Dan Motivasi Kekuasaan Etnosetrisme Bahasa Sejarah.
"Emporium" adalah kata yang sarat dengan sejarah, kekuasaan, dan politik. Berasal dari bahasa Latin yang diadopsi dari bahasa Yunani "emporion" (), istilah ini jauh melampaui definisi sederhananya sebagai "pasar besar". Dalam lensa etnosentris, "emporium" menjadi sebuah wawasan bahasa yang mencerminkan dinamika kekuasaan dan hegemoni budaya.
1. Etimologi Helenis:
 - Akar: "Emporos" () = pedagang laut.
 - Konotasi: Keunggulan maritim Yunani.
 - Etnosentris: Yunani sebagai "peradab" vs "barbar" daratan.
2. Adopsi Romawi:
 - Latin: "Emporium" dari Yunani.
 - Konotasi: Roma mengambil alih, mengklaim warisan.
 - Etnosentris: Translatio imperii (transfer kekuasaan) via bahasa.
3. Ostia Antica:
 - Konteks: Emporium utama Roma.
 - Konotasi: Pintu gerbang imperium, kosmopolitan.
 - Etnosentris: Semua jalan (& bahasa) menuju Roma.
4. Abad Pertengahan:
 - Variasi: "Empori" (Catalan), "Emprio" (Portugis).
 - Konotasi: Kota-kota dagang Mediterania.
 - Etnosentris: Nasrani vs Moor, bahasa sebagai garis depan.
5. Era Penemuan:
 - Konteks: Malaka, Makassar sebagai "emporium".
 - Konotasi: Perspektif Eropa, bukan lokal.
 - Etnosentris: Mengabaikan istilah lokal (e.g., "bandar").
6. Kolonialisasi India:
 - Kasus: "Emporium of the East" (Kalkuta).
 - Konotasi: Kota ciptaan Inggris, bukan evolusi organik.
 - Etnosentris: Merendahkan bazar & pasar lokal.
7. Canton System:
 - Setting: Guangzhou, "sole emporium" Cina.
 - Konotasi: Pembatasan, kontrol Qing.
 - Etnosentris: Barat melihat sebagai "keterbelakangan".
8. Amerika Latin Abad 19:
 - Contoh: Buenos Aires, "emporium of South Atlantic".
 - Konotasi: Agen modernisasi.
 - Etnosentris: "Putih" Eropa vs pribumi.
9. Detroit 1900-an:
 - Sebutan: "Emporium of Industry".
 - Konotasi: Kapitalisme, assembly line.
 - Etnosentris: Model AS vs "keterbelakangan" global.
10. Singapura Modern:
  - Branding: "Emporium of Southeast Asia".
  - Konotasi: Hub global, standar "Barat".
  - Etnosentris: Meremehkan pasar tradisional ASEAN.
11. Dubai Kontemporer:
  - Slogan: "Global Emporium".
  - Konotasi: Konsumerisme, kemewahan.
  - Etnosentris: "Arab" modern vs "terbelakang".
12. Amazon.com:
  - Deskripsi: "Digital Emporium".
  - Konotasi: Dominasi e-commerce.
  - Etnosentris: Model AS, menggeser bazar online lokal.
13. Shanghai/Hong Kong:
  - Narasi: "Emporium vs Emporium".
  - Konotasi: Persaingan Cina-Hong Kong.
  - Etnosentris: "Nilai Asia" diperdebatkan.
14. "Emporium of Ideas":
  - Digunakan untuk: Universitas elite.
  - Konotasi: Pengetahuan sebagai komoditas.
  - Etnosentris: Epistemologi Barat dominan.
15. Penolakan "Emporium":
  - Tandingan: "Pasar Tani" gerakan anti-globalisasi.
  - Konotasi: Lokalitas, organik.
  - Etnosentris-balik: Menolak istilah kolonial.
"Emporium" dalam bahasa bukan sekadar kata; ia adalah artefak linguistik yang sarat dengan sejarah kekuasaan. Dalam setiap penggunaannya, ada klaim implisit tentang superioritas budaya:
1. Yunani "Kami pencipta peradaban."
2. Roma "Kami pewaris sah."
3. Kolonial "Kami membawa kemajuan."
4. Kapitalis "Model kami universal."
Secara etnosentris, "emporium" selalu datang dengan dikotomi:
- Peradab vs Barbar
- Maju vs Terbelakang
- Global vs Lokal
- Standar vs Inferior
Bahkan ketika kota-kota non-Barat mengadopsi istilah ini (Shanghai, Dubai), mereka tidak sepenuhnya lepas dari kerangka Barat. Mereka seolah berkata, "Kami juga bisa seperti 'mereka'."
Ironinya, semakin global "emporium" menjadi, semakin jelas etnosentrismenya. Di era Amazon dan Alibaba, debat berkisar pada "model digital mana yang akan mendominasi"---masih dalam paradigma kekuasaan.
Penolakan terhadap istilah ini (mis. gerakan "pasar tani") adalah bentuk perlawanan linguistik. Dengan sengaja menolak "emporium", mereka menantang tidak hanya model ekonomi tetapi juga hegemoni bahasa.
"Emporium", dengan demikian, adalah jendela bahasa yang unik ke dalam sejarah kekuasaan politik. Ia mengungkapkan bagaimana satu kata dapat membawa beban kolonial, menegaskan hierarki global, dan bahkan menjadi arena kontestasi budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H