Pada tahun 1950 Letnan II Ibnu Hajar alias Haderi komandan tempur pasukan utama ALRI D IV yang baru saja pulang tugas dari Pontianak tiba-tiba melakukan desersi atau melarikan diri dari kesatuannya lengkap dengan senjata yang dimiliki. Mantan perwira ini kemudian membentuk sebuah pasukan yang bernama Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT), yang bermarkas dikampung halamannya di desa Ambutun, Hulu Sungai Selatan.
Letnan II Ibnu Hajar yang marah besar melihat banyak kawan seperjuanganya maupun mantan anak buahnya “dibuang” begitu saja bahkan diejek oleh mantan serdadu KNIL, ia melakukan pemberontakan bersama pasukan KRyT. Aktifitas KRyT dianggap mengarah kepada makar, melawan hukum dan sering menyerang bekas ganggota KNIL.
Selain kelompok KRyT Ibnu Hajar, pemberontakan juga dilakukan beberapa kelasykaran bersenjata sepeti BLRM, GRR, AGIK, Tengkorak Merah, Kulabelti, Murba dan Tengkorak Putih yang ditenggarai oleh kekecewaan terhadap keputusan pemerintah yang dianggap merugikan dan merendahkan para mantan gerilyawan kemerdekaan dan terlalu memberikan ruang yang besar terhadap mantan loyalis Belanda.
Namun tak jarang gerakan pemberontakan tersebut juga dimasuki banyaknya "penumpang gelap" yang ikut memperburuk keadaan. Era peralihan yang penuh dengan beberapa pemberontakan yang terpusat di kawasan Hulu Sungai tersebut dikenal dengan sebutan “zaman gerombolan”.
Orang Hulu Sungai tak henti-hentinya memberi kontribusi bagi daerah Kalimantan Selatan. Salah satunya di bidang pendidikan modern yang diinisiasi oleh para veteran pejuang Kalimantan Selatan yang kemudian membentuk “Dewan Lambung Mangkurat”.
Sudah barang tentu ada banyak nama-nama tokoh Hulu Sungai yang terlibat serta mendominasi didalamnya. Dewan ini kemudian berhasil melahirkan sebuah Perguruan Tinggi pertama di Kalimantan Selatan pada tanggal 21 September 1958 yang bernama Universitas Lambung Mangkurat dengan Rektor pertamanya yang juga merupakan salah seorang putra terbaik Hulu Sungai segaligus bapak gerilya Kalimantan yaitu Brigjend H. Hasan Bassry.
Begitupun dengan Institut Agama Islam Negeri Antasari ( sekarang Universitas Islam Negri Antasari ) yang didirikan pada tanggal 20 November 1964. Dengan Rektor pertamanya yang juga seorang pejuang yang berasal dari Hulu Sungai yaitu K.H. Zafri Zamzam dari Kandangan. Saat awal kepemimpinannya, terdapat 4 fakultas yang berdiri yaitu Fakultas Syariah di Banjarmasin, Fakultas Syariah di Kandangan, Fakultas Tarbiyah di Barabai, dan Fakultas Ushuluddin di Amuntai.
Pendirian Perguruan Tinggi Islam pertama di Kalimantan Selatan tersebut pertama kali membentuk embrionya pada tanggal 28 Februari 1948 di Barabai. Dimana terjadi kesepakatan antara ulama dan tokoh pendidik untuk membentuk suatu badan yang dinamakan “Badan Persiapan Sekolah Tinggi Islam Kalimantan” yang berkedudukan di Barabai dan diketuai oleh H. Abdurrahman Ismail, MA.
Ulama yang hadir pada pertemuan tersebut adalah: K. H. Hanafie Gobit dan H. M. Nor Marwan dari Banjarmasin, H. Usman dan M. Arsyad dari Kandangan (Hulu Sungai Selatan), H. Mukhtar, H.M. As’ad, H. Abdurrahman Ismail, H. Mansyur dan H. Abdul Hamid dari Barabai (Hulu Sungai Tengah) serta H. Juhri Sulaiman, H. A. Hasan dan K.H. Idham Khalid dari Amuntai (Hulu Sungai Utara).
Dalam proses perjalanan panjang berdirinya Perguruan Tinggi Islam pertama di Kalimantan Selatan yang diinisiasi pada tahun 1948 hingga secara resmi berdiri pada tahun 1964 tidak sedikit keikutsertaan peran tokoh-tokoh Hulu Sungai didalamnya serta kawasan wilayah Hulu Sungai yang menjadi tempat-tempat penting bagi proses setiap perjalanan sejarahnya.
Dari sini dapat kita ketahui bagaimana peran “urang” Hulu Sungai dalam aspek pendidikan, khususnya tentang awal berdirinya beberapa Institusi Perguruan Tinggi modern pertama di bumi Banjar yang sudah barang tentu diniatkan untuk memajukan kualitas pendidikan di Kalimantan Selatan.