Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Diary

Catatan-catatan Kisah, Si Senyum Teratai...

8 Juni 2023   14:41 Diperbarui: 8 Juni 2023   14:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : @fallsonata 

Tidak terkecuali Aku, yang selama ini sudah memupuk rasa hingga menggunung tinggi. Akan tetapi, pernahkah kita berpikir? Bagaimana jikalau Gunung-gunung yang dengan pongahnya menjulang tinggi, kemudian terpecah menjadi berkeping-keping?

Saat ini, tibalah Aku pada fase dimana Aku sudah siap untuk berbicara dengannya. Mencoba untuk meng-utarakan cintaku. Kata "Cinta," yang orang-orang hari ini sudah mencemarinya menjadi suatu kata yang tersimpan dalam perasaan, kemudian dianggap sebagai keburukan. Mencintai seseorang, sama dengan menyiksa diri sendiri. Begitulah kira-kira.

Aku menghubunginya. Ayu, wanita yang kucintai itu, kucoba untuk merayunya sesekali. Setelah itu niatku, adalah untuk mengajaknya bertemu. Tetapi sangat disayangkan. Rayuanku sudah memperlihatkan sikap Ia yang sebenarnya kepadaku.

Ayu menolak cintaku. Ia berkata bahwa Ia sedang berada dalam fase dimana menutup dirinya, dan pulih dari rasa sakitnya tanpa harus melibatkan Orang lain, yakni Aku. Entahlah, mungkin menutup diri untuk selama-lamanya. Menutup diri dari sekeliling, orang banyak, dan bahkan dalam persoalan asmara. Begitulah dia berucap padaku. 

Ya, Aku tak akan memaksa. Pernyataannya itu, lantas membuatku sakit hati. Dan kini, itulah yang kurasa. Baiklah, sakit hati sesaat mungkin tidak ada masalah. Kemudian di satu sisi, Aku pun tak menyangka. Mimpiku ternyata benar. Ayu menolak cintaku. Tetapi Aku tidak pernah menganggap itu kenyataan. Namun, mimpi itu ternyata sudah menjadi nyata. Sayang sekali.

Sejenak, terlintas dalam benak pikirku di kemudian hari. Apakah pernyatannya itu hanyalah bersifat terpaksa? Atau mungkin itu hanyalah alibi atau alasannya? Karena Ia pun selanjutnya berpikir. Mungkinkah Ia harus menerimaku yang secara ekonomi, tidaklah mempuni ini?

Ya, kurasa begitulah selanjutnya jalan pikirannya. Ayu hanya saja menolakku secara halus. Agar, tak ada lagi membuatku mengharapkannya. Ia tak ingin Aku berharap terus-menerus, berangan-angan untuk  memilikinya, sebab itu adalah hal yang mustahil.

Saat ini, tibalah akhirnya Aku berada pada fase dimana untuk berhenti mengharapkan cinta yang tulus dari seorang perempuan. Bukan karena tidak ada yang menyukai-Ku dan Aku merasa sakit ketika jatuh cinta. Akan tetapi, Aku memang masih belum layak untuk dicintai, dan cinta pun memakluminya.

Cinta lalu berusaha membuatku agar menjauhinya dan jangan pernah melibatkan diri kembali. Itulah mengapa, wanita-wanita yang mungkin memang pernah mencintaiku, lantas pergi menjauh pada akhirnya dan melupakanku.   

Sejauh ini, sudah 5 orang Wanita yang kucintai dan Aku gagal memahami mereka betapa tulusnya cintaku. Disamping itu, ada sekitar 2 orang wanita yang mencintaiku dan Aku tak menggubrisnya sama sekali. Bukan tak ada hati untuk membalas. Tetapi seperti yang kukatakan. Aku belum layak untuk itu.

Ayu, lantas menjelma menjadi kenanganku yang untuk pertama kalinya. Pertama kali seorang perempuan menolakku. Ya, Ayu-lah perempuan yang secara terus terang pertama kali menolak cintaku, meski dengan peralihan bahasa yang santun, dengan upayanya agar tak membuatku sakit hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun