“kemajuan pendidikan di Indonesia, negara Eropa aja sampe ga tau🗿”,
Dan masih banyak lagi komentar senada yang menggambarkan kekecewaan dan keprihatinan terhadap sistem pendidikan kita. Video ini sudah direpost oleh banyak akun lokal di platform yang berbeda-beda, uniknya di salah satu repost yang penulis temukan di Instagram, ada komentar seperti ini;
“yaelah, emang tau negara-negara di eropa buat kalian otomatis diterima kerja?”
Penulis setuju dengan komentar ini, tapi tidak secara menyeluruh. Memang benar, bahwa pengetahuan kita akan negara-negara di eropa, tidak akan membuat kita diterima kerja. Tapi ada satu hal yang luput disini yang kemudian mendasari terbentuknya sebuah kesalahan berpikir, yaitu orang-orang yang diinterview itu mengenakan seragam SMA, dan penampilan mereka secara fisik pun memang masih SMA, bukankah hal yang wajar jika seorang siswa ditanya terkait pengetahuan yang ia pelajari?. Dan bicara terkait pengetahuan, bukankah pengetahuan terkait negara-negara di Eropa itu masuk ke dalam ranah pelajaran Geografi? Kalaupun seandainya di sekolah mereka secara kebetulan tidak belajar geografi, bukankah waktu SD kita diajari tentang pembagian benua dan negara di mata pelajaran IPS? Jadi seharusnya mereka paling tidak bisa menjawab lebih dari 5 negara dengan benar, tapi jangankan 5, orang yang bertahan paling akhir saja hanya bisa menjawab 2 negara saja yang sesuai dengan instruksi di awal video. Seperti yang sudah disebutkan bahwa interview ini tidak bisa dijadikan dasar dalam menilai kualitas sistem pendidikan negara kita secara keseluruhan, namun lebih dari cukup untuk memantik rasa prihatin kita terhadap kualitas sistem pendidikan di Indonesia.
Dan masih seputar interview tersebut, penulis meyakini bahwa gadget dan medsos lah yang menjadi pengaruh utama. Sebab saat ini di medsos ada banyak sekali konten-konten yang dijadikan tren ataupun standar bagi banyak remaja, bahkan sekarang ada isitilah “tren tiktok” atau “standar tiktok”. Kecanduan terhadap gadget dan sosmed menimbulkan dampak negatif yang berakibat pada menurunnya kualitas pendidikan. Dan itu tercermin sebagaimana yang terdapat pada video interview tersebut.
Harapannya, dengan mengetahui dampak-dampak negatif yang bisa timbul akibat kecanduan gadget dan sosmed, para pelajar di Indonesia bisa lebih sadar akan bahaya yang mungkin timbul jika sudah kencanduan, sekaligus menjadi lebih pandai dalam memanajemen waktunya ketika menggunakan 2 hal tersebut. Sebab, jika sudah kecanduan, maka akan berdampak pada banyak aspek, salah satunya menurunnya kualitas pendidikan. Dan jika tak ada perhatian serius, maka terjadi potensi munculnya penurunan kualitas sistem pendidikan di Indonesia. Karena itu perlu kerjasama antara orang tua, guru, masyarakat serta para pelajar itu sendiri untuk lebih selektif dalam menggunakan gadget dan sosmed. Sekian Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H