Mohon tunggu...
Ahmad Jumadil
Ahmad Jumadil Mohon Tunggu... Administrasi - Fungsional Penata Kelola Pemilihan Umum dan Pemerhati Pemilu

Saya anak tertua dari dua bersaudara. Menjadi pelajar di Universitas Islam Bandung selama 4 tahun setengah sebelum memutuskan untuk pulang kampung dan bekerja di Jambi.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Yang Harus Kita Tahu Mengenai Fenomena ChatGPT

19 April 2023   06:07 Diperbarui: 19 April 2023   06:40 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Di tengah viralnya berita mengenai ChatGPT atau Generative Pre-Trained Transformer yaitu sebuah artificial intelligence (AI) terbaru, saya tergoda untuk mencobanya.

AI yang diluncurkan pada November 2022 ini konon memiliki kecerdasan yang luar biasa. Kabarnya dia dapat menjawab semua pertanyaan yang kita tanyakan padanya. Lantas seketika itu juga saya langsung saja menginstalnya di Android saya.

“Halo.” Sapa saya singkat.

“Hai, disana.” Jawabnya.

“Tolong buatkan saya makalah mengenai karya ilmiah.”

Lantas dalam beberapa menit tulisan makalah itu ia kirim kepada saya lengkap dengan abstrak, pendahuluan, isi dan kesimpulannya.

“Wow.” saya berdecak kagum. Kalau saja aplikasi ini sudah ada sejak saya masih kuliah. Mungkin saya bisa lulus lebih cepat. Pikir saya.

Lalu saya iseng-iseng bertanya seperti ini: “Hai, nama kamu siapa? Apa kabarnya? Lagi ngapain? Udah makan belum?”

Dan begini jawaban si robot cerdas ini: “Halo, saya adalah asisten virtual dan tidak punya nama. Saya baik-baik saja, terima kasih atas perhatiannya. Saya sedang bekerja membantu Anda. Bagaimana dengan Anda? Sudah makan belum?”

Ahai, saya pun tersipu malu. Robot ini balik perhatian kepada saya. Saya pikir chatbot ini cocok untuk para jomblo. Atau untuk orang yang sedang butuh perhatian.

Untuk lebih meyakinkan, saya sekali lagi coba meminta ChatGPT untuk membuatkan saya sebuah artikel mengenai fenomena ChatGPT lengkap dengan data dan statistiknya. Hasilnya ChatGPT mengirimkan saya artikel buatannya lengkap dengan data pengguna, jumlah negara pengguna serta persentase pengguna antar benua. Luar biasa bukan?

Namun, sayang beribu sayang ternyata aplikasi ini tidak gratis. Perminggu pengguna di berikan batasan maksimal tiga permintaan pesan. Mirip seperti Jin dalam botol Aladdin yang hanya memberikan tiga permintaan saja.

Jika ingin mengaksesnya secara tidak terbatas, pengguna harus berlangganan sebesar 119.000 rupiah perminggu, atau 249.000 rupiah Perbulan. Jika ingin berlangganan satu tahun sekaligus, Kita harus membayar sebesar 1.090.000 rupiah. Saya pun memutuskan untuk menguninstall aplikasi ini.

***

Apa itu ChatGPT? 

ChatGPT adalah chatbot yang dikembangkan oleh OpenAI yaitu sebuah perusahaan yang mengembangkan penelitian mengenai kecerdasan buatan.

ChatGPT mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dan memberikan balasan yang sangat natural dan mirip dengan manusia.

Respon yang diberikan ChatGPT juga sangat akurat persis seperti pesan yang dikirimkan atau sesuatu yang diinstruksikan oleh penggunanya. Aplikasi ini dapat menjawab pertanyaan secara komprehensif bahkan untuk pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dan rumit.

Kemudahan penggunaan dan daya tarik ChatGPT telah membawa teknologi ini merambah pasar bisnis dan digunakan di berbagai industri seperti finansial, kesehatan dan pendidikan. Data terbaru menunjukkan bahwa aplikasi ini mampu meningkatkan 75 % produktivitas dan kinerja bisnis. ChatGPT juga secara siknifikan membantu kinerja costumer service dengan tingkat kepuasan pelanggan yang cukup tinggi.

Mungkin mendengar istilah ChatGPT saja kita masih sedikit kebingungan. Apalagi mendengar istilah chatbot. Chatbot adalah sebuah program komputer yang mensimulasikan percakapan manusia melalui perintah suara, pesan ataupun keduanya.

ChatGPT bukan satu-satunya aplikasi chatbot. Tercatat sudah banyak perusahaan di bidang kecerdasan buatan yang mengembangkan aplikasi ini diantaranya adalah Chatbot AI, Ask Me Anything, Open Chat, Chat AI, Liveperson dan lain-lain.

Chatbot seperti ChatGPT dan kawan-kawannya ini memiliki banyak kegunaan. Seperti menjawab pertanyaan, mengerjakan esai atau soal matematika, mengerjakan coding dan sebagainya.

Aplikasi ini bisa membantu para orang tua untuk mengerjakan “PR” anak-anaknya di rumah tanpa harus buka buku pelajaran lagi. Begitulah kemudahan yang didapatkan dari ChatGPT.

***

Fenomena ChatGPT sudah berhasil menarik perhatian semua pihak. Saat ini mulai banyak yang melakukan kajian dampak positif maupun dampak negatif kehadiran teknologi ini.

Dalam sisi yang positif ChatGPT diharapkan akan  membantu pekerjaan manusia. Teknologi ini terbukti mampu menyelesaikan tugas dengan cepat pekerjaan yang jika dilakukan oleh manusia akan memakan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, atau bertahun-tahun. Salah satu contohnya adalah makalah yang saya jelaskan tadi.

Akan tetapi di sisi yang lain, banyak pihak yang mengkhawatirkan teknologi ini. Tidak tanggung-tanggung, pihak yang khawatir tersebut terdiri dari nama-nama besar di bidang teknologi seperti Elon Musk, CEO dari SpaceX, Tesla, dan Twitter, dan Steve Wozniak sebagai salah satu pendiri Apple Computer.

Mereka bergabung bersama akademisi dalam bidang AI seperti Yoshua Bengio, Profesor di Universitas Montreal, Kanada; Stuart Russel, Profesor Ilmu Komputer dari Universitas California Berkeley membuat petisi bertajuk “Pause Giant All Experiment: An Open Letter.”

Petisi itu meminta moratorium pengembangan sistem kecerdasan buatan yang lebih canggih selama setidaknya enam bulan kedepan. Hingga 19 April 2023 Pukul 00.05 WIB, 26.222 orang telah menyatakan dukungannya.

Petisi “AI Pause” menyebutkan pengembangan sistem AI dapat menimbulkan resiko besar bagi masyarakat dan kemanusiaan. Di lain pihak perencanaan dan manajemen belum menunjukkan hal yang positif.

Hal tersebut tentu saja dapat memicu kekacauan informasi seperti meningkatnya produksi hoax, disinformasi dan lain sebagainya.

Selain itu perkembangan AI tersebut dapat menimbulkan masalah-masalah lain seperti hilangnya lapangan pekerjaan, kecurangan-kecurangan seperti dalam pembuatan karya ilmiah, serta dapat memicu rasa malas dalam meningkatkan pengetahuan dan skill individu serta pengembangan diri.

***

Potensi masalah dalam penggunaan ChatGPT juga telah diendus oleh beberapa negara di dunia. Salah satunya adalah Negara Italia yang awal April ini memblokir mesin percakapan canggih tersebut. Italia menjadi negara Barat pertama yang melakukannya.

Otoritas perlindungan data Italia mengatakan, ada masalah privasi yang berpotensi dilanggar oleh perusahaan yang bergerak di bidang kecerdasan buatan tersebut. Sebelum Italia aplikasi ChatGPT juga telah di blokir beberapa negara seperti China, Iran, Korea Utara, dan Rusia.

Setelah diblokir oleh Italia, Badan Kepolisian Eropa, Europol, telah memperingatkan bahwa ChatGPT dan platform-platform percakapan berbasis kecerdasan sejenis berpotensi dimanfaatkan untuk tindak kejahatan seperti penipuan dan kejahatan dunia maya lainnya.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat ternyata tidak diimbangi oleh perkembangan regulasi yang menyertainya. Sehingga hal tersebut membuat sebagian pihak merasa cemas.

Beberapa anggota parlemen Uni Eropa mengatakan, regulasi kecerdasan buatan yang ada saat ini belum bisa mencakup semua potensi masalah yang mungkin terjadi. Sehingga beberapa negara di eropa mulai mempelajari apakah aturan yang lebih tegas diperlukan untuk mengendalikan platform percakapan yang sedang populer ini.

***

Lantas apa yang dapat kita lakukan menghadapi fenomena ini?

Untuk menghadapi teknologi yang super cerdas ini setidaknya harus melalui dua sisi.

Sisi pertama sebagai individu. Harus disadari sebagai individu kita masih belum siap menghadapi perkembangan kemajuan teknologi yang sangat cepat.

Sebagai awam hendaknya kita melihat teknologi sebagai alat bantu untuk mempermudah kita mengerjakan sesuatu atau memahami sesuatu. Dengan titik tumpu utamanya tetap pada skill dan kemampuan kita sebagai manusia.

ChatGPT ditengarai akan membuat manusia semakin malas untuk meng-upgrade skill dan pengembangan dirinya sehingga manusia tidak berkembang dan tetap bodoh.

Hal inilah yang harus dihindari. Teknologi dipelajari justru untuk mengasah kemampuan kita menjadi lebih baik serta mempermudah proses belajar.

Untuk itu perlu kebijaksanaan dalam menghadapi fenomena ini seperti dengan terus beradaptasi dengan teknologi, memanfaatkan teknologi secara maksimal, serta membuat inovasi-inovasi dengan memanfaatkan teknologi.

Kedua dari sisi pemerintah sebagai regulator yang mempunyai kewajiban melindungi masyarakat melalui regulasi yang menjadi wewenangnya. 

Dari sisi ini pemerintah wajib segera mengkaji dan membuat aturan yang dapat melindungi masyarakat dari potensi-potensi kejahatan melalui teknologi ini.

Selain kejahatan, pemerintah juga harus mewaspadai potensi hilangnya lapangan pekerjaan yang disebabkan oleh teknologi AI. Lagi-lagi regulasilah yang dapat melindungi para pekerja dari teknologi ini. Disinyalir beberapa jenis pekerjaan dapat dikerjakan oleh chatbot untuk menggantikan manusia.

Hal tersebut diprediksi akan mengurangi lapangan pekerjaan. Jika itu terjadi maka jumlah pengangguran yang sudah sangat tinggi di Indonesia akan bertambah lagi dari korban pemutusan kerja yang disebabkan oleh beralihnya tenaga kerja manusia menjadi mesin kecerdasan buatan.

Sampai saat ini kita belum tahu pasti perkembangan kecerdasan buatan ini apakah akan menjadi anugerah atau ancaman. Yang jelas dibalik peluang dari kemudahan yang ditawarkan aplikasi ini terdapat kecemasan tersendiri bagi masyarakat.

Akan tetapi hal ini akan menjadi tantangan yang sangat serius yang harus dihadapi dan diselesaikan. Diharapkan semua pihak dapat menjadi bijaksana dalam meresponnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun