Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sengkarut (1/2)

24 September 2022   10:10 Diperbarui: 24 September 2022   10:13 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai pertemuan dan jamuan makan yang mengesankan itu, Nadia berterima kasih sambil menyentuh jemari Aldo di atas meja. Tak menyangka hal tersebut, Aldo balik berkata dia yang justru harus berterima kasih atas kebaikan Nadia padanya. Nadia bahkan menawarinya untuk mengantar kembali ke kantor kalau saja Aldo datang tanpa motor. Di ujung perpisahan itu, keduanya tampak bahagia dan tersirat keinginan untuk bertemu kembali.

........

Di rumah sepetak dua lantai yang berdempetan dengan rumah lainnya, disanalah Bang Udin dan keluarganya tinggal. Dihubungkan oleh gang-gang sempit, rumah itu terletak di pemukiman padat penduduk di jantung kota Jakarta. Berada tak jauh dari Kali Ciliwung, kawasan itu rentan akan ancaman banjir yang datang sewaktu-waktu terutama saat hujan turun.

Dihuni Bang Udin, istri, dan tiga orang anaknya, rumah itu sebenarnya kurang layak untuk ditempati. Namun tak ada pilihan lain bagi warga kelas menengah ke bawah seperti Bang Udin. Demi bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta, mereka terpaksa harus menyesuaikan diri dengan keadaan.

Orangtua Bang Udin dan juga istrinya merupakan keluarga pendatang yang sudah lama tinggal di Jakarta. Sekian lama berbaur dengan budaya dan penduduk asli setempat, tak heran jika mereka juga dianggap sebagai orang Betawi.

"Bang, Sani bilang ke aye perlu biaye buat praktikum sekolahnye. Dini juge katenye mau study tour ke Yogya. Aye bilang ke mereka berdue tar Enyak bilangin dulu ke Babe. Sabar, ye," ungkapnya.

"Iye, Min. Pas banget tu bocah-bocah. Satu kelas 3 SMA same 3 SMP. Masih untung si bontot baru kelas 4 SD. Doain aje Abang sehat bise cari rezeki. Lu juge, Min. Sehat terus supaye tetep kerje di rumeh si bos," jawabnya.

"Oh iye. Satu lagi, Bang. Cicilan motor udeh due bulan nih nunggak. Kasian tuh bocah-bocah sekolahnye kalo motornye sampe diambil same dealer," tuturnya.

"Iye, Min. Abang tahu. Mudah-mudahan ade rezekinye ye," tukasnya.

Terngiang kembali percakapan dirinya dengan sang istri beberapa hari lalu saat sedang ngetem di pinggir jalan. Tiga bulan setelah dirumahkan, hidup Bang Udin sekeluarga tampak semakin susah. Penghasilannya dari ngojek naik turun dan tidak menentu. Namun ia tidak punya pilihan lain. Beruntung sang istri bekerja di rumah Tuan Mukti.

Mpok Mineh memang sudah lama bekerja sebagai pembantu rumah tangga di perumahan tempat keluarga Mukti berada. Sejak keluarga Mukti pindah ke rumah itu lima tahun lalu, Mpok Mineh sudah bekerja untuk mereka. Ia datang setiap pagi diantar oleh Bang Udin. Berbagai pekerjaan rumah tangga ia lakukan hingga selesai sekitar pukul 10 atau 11. Setelah selesai, ia terbiasa pulang sendiri karena jarak ke rumahnya tidak terlalu jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun