Pak Wiryo tersenyum ke kami kemudian pamit meninggalkan kami. Saat hendak melangkah pergi, kami dipanggil wanita yang menyambut kami waktu datang. Ia membawa sebuah tas kantong lalu menyerahkannya ke Bapak.
.........
Tiba di rumah, betapa terkejutnya kami saat mendapati isi tas kantong itu. Saat dibuka, isi di dalam kaleng biskuit itu bukanlah yang semestinya.
"Ya ampun!" pekikku.
Ibu juga berseru, "Oh, Tuhan!"
Bapak terperanjat. Berlembar-lembar uang kertas yang masih baru tertumpuk dalam kaleng itu. Dengan suara tercekat, Ibu bertanya pada Bapak.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Pak? Kenapa ada uang dalam kaleng itu? Ibu takut sekali," tanyanya haru.
"Kalau Ibu masih ingat Pak Wiryo, atasan Bapak dulu saat kasus itu terjadi, orang yang Bapak temui tadi. Di rumahnya yang seperti istana, beliau duduk di kursi roda dalam kondisi lumpuh karena stroke. Dengan bahasa isyarat, ia minta maaf pada Bapak. Mendengar jawaban Bapak, ia terlihat lega. Lalu saat hendak pulang, bingkisan ini diberikan. Tampaknya kebenaran itu terungkap sekarang," ungkapnya.
......
Agustus 2008
Sabtu pagi yang cerah itu, aku bersama istri dan anakku, Putri Pertiwi, berziarah ke taman makam pahlawan. Setelah beberapa saat, langkah kaki kami terhenti di depan sebuah batu nisan yang kami cari.