......
Setelah penetapan Bapak menjadi tersangka, kami menaruh harapan besar pada peradilan yang akan digelar selanjutnya. Sebuah persidangan yang adil, obyektif, transparan, dan amanah. Peradilan yang pro dan berpihak pada kebenaran.
Namun yang terjadi benar-benar diluar harapan kami. Persidangan diwarnai oleh berbagai macam kebohongan dan kepalsuan yang dirancang begitu sistematis dan terorganisir. Ini terlihat dari berbagai data fiktif dan manipulatif yang disampaikan, pengakuan dusta dari saksi, dan barang-barang bukti palsu yang disajikan. Semua kebusukan itu dilakukan semata-mata untuk menjerat dan menjebloskan Bapak ke penjara.
Selalu hadir di setiap persidangan Bapak, Ibu merasa kecewa, marah, dan sedih atas kenyataan yang ada. Namun Bapak terlihat begitu tenang seakan pasrah menerima apapun yang akan terjadi. Dengan penuh keyakinan, Bapak berulang kali berkata pada Ibu, "Kebenaran pasti akan terungkap pada waktunya."
.......
Masa awal itu sangat berat untuk dijalani. Kami terpaksa harus pindah rumah. Aku pun ikut pindah sekolah. Di sekolah dan rumahku yang dulu, teman-temanku memanggilku anak koruptor. Saat hal itu ku sampaikan, Ibu tampak marah. Namun ia memberiku pengertian yang kemudian membuatku mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Bapak.
Ibu lalu menasihatiku agar lebih banyak belajar karena sebentar lagi kelas enam. Ibu selalu perhatian pada sekolahku. Berkat beliau, nilai raporku bisa bagus, dapat ranking tiga besar, dan diterima di sekolah negeri. Bahkan aku bisa masuk di salah satu universitas negeri favorit tidak lepas dari perannya.
Di rumah kami yang baru meski sewaan dan tidak besar, Ibu merintis usaha di bekas garasi yang disulap menjadi sebuah salon. Sebagai sumber utama nafkah kami, salon itu dikelola langsung oleh Ibu. Besar harapan kami agar usaha itu dapat berjalan baik karena perhiasan milik Ibu sudah habis diinvestasikan ke dalamnya.
Masa sulit itu sedikit demi sedikit berubah membaik. Kenangan buruk dan menyedihkan itu perlahan-lahan mulai terlupakan. Kami bersyukur mampu melewati itu semua. Jika bukan karena pertolongan dan kasih sayang-Nya, mustahil kami mampu melakukannya.
........
Delapan tahun berlalu. Bapak akhirnya dinyatakan bebas. Mendapat pengurangan hukuman satu tahun dari vonis awal sembilan tahun, Bapak dibebaskan bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia tahun 1997.