Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anonim (3/4)

2 April 2022   10:17 Diperbarui: 2 April 2022   10:17 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyaksikan hal tersebut hanya dari layar televisi,  jiwa "pemberontaknya" jadi tersulut. Hanya mendekam di rumah sejak peristiwa penangkapan beberapa waktu lalu, sang anak tak ingin tinggal diam dengan kondisi yang ada. Kepada Mama, ia lalu menyampaikan keinginannya untuk kembali bergabung bersama barisan pro reformasi.

Menanggapi hal tersebut Mama sadar bahwa tak mungkin baginya mengekang sang anak yang sudah bertekad bulat.  Meski tidak menerima secara terang-terangan, Mama lalu berdalih dengan mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi sang anak jika tetap keukeuh pada niatnya. Ia harus bersedia diantar Mama saat berangkat dan pulang ke rumah sorenya.

Alih-alih sang anak membatalkan keinginannya, yang terjadi malah sebaliknya. Si anak menuruti permintaan Mama. Seperti ditampar perkataannya sendiri, Mama tak berkutik dan tak percaya ia terpaksa menerima kenyataan yang tidak diinginkannya itu.

Hampir saja Mama membatalkan janjinya namun ia tersadar ucapan Papa. Menurut Papa, apa yang ditempuh Mama sudah maksimal. Saatnya memberi kepercayaan pada sang anak dan melihat tanggung jawabnya akan hal itu.

Risau dan galau dirasakan Mama di pagi pertama saat hendak mengantar si anak. Bak hendak pergi ke medan perang, si anak dilepas kepergiannya oleh Mama dengan berat hati. Tak mampu menutupi kegusarannya, Mama masih berharap sang anak berubah pikiran.

"Jangan khawatir, Ma! Aku akan pulang nanti sore," ucap sang anak sesaat sebelum turun dari mobil.

Mama hanya diam saat menatap sang anak yang berlalu dari pandangannya. Tak mampu menyembunyikan kecemasannya, ia segera memacu mobilnya untuk pulang ke rumah dengan perasaan tak menentu. Menantikan apa yang akan terjadi di sisa hari itu.

.......

Hanya keheningan menyelimuti suasana dalam rumah yang didominasi warna hijau muda berlantai dua itu. Sengaja tidak menyalakan tv, Mama hanya ingin tenang tanpa terganggu oleh riuh rendah berita demonstrasi dan eskalasi politik yang hanya membuat perasaannya bergejolak. Ia hanya pasrah melewati hari itu menunggu hingga datangnya sore.

Saat sang mentari semakin tergelincir ke arah barat, terdengar suara pagar yang digeser diikuti suara mesin mobil. Mama pun langsung mendekat ke arah jendela. Menyambut kedatangan sang suami yang baru pulang dari kantor, dengan wajah murung Mama seakan memberi isyarat. Menangkap gerak-gerik tersebut, Papa berkata, "Sabar aja, Ma. Papa yakin dengan janjinya. Ia pasti pulang."

Semburat lembayung senja di ufuk barat kian temaram. Seakan bersiap menjemput malam. Sudah hampir maghrib, sang anak belum juga datang. Kondisinya mirip dengan malam sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun