Mohon tunggu...
Ahmad BurhanZulhazmi
Ahmad BurhanZulhazmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55523110040 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas : Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB1 - The Good, The Right Habermas Tentang Pajak Internasional dan Keadilan Deliberatif

20 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 20 Oktober 2024   16:07 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara keseluruhan, keadilan deliberatif merupakan pendekatan yang penting untuk memastikan bahwa semua negara dapat berkontribusi secara adil terhadap pembangunan global. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip keadilan deliberatif, masyarakat internasional dapat bekerja menuju sistem pajak yang lebih adil dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan mendukung kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi semua.

Peran Pajak Internasional

Pajak internasional memainkan peran krusial dalam mencegah penghindaran pajak yang merugikan negara-negara berkembang dan memastikan alokasi sumber daya yang seimbang di seluruh dunia. Dalam konteks globalisasi, di mana modal dan perusahaan dapat bergerak melintasi batas negara dengan mudah, sistem pajak internasional yang efektif menjadi semakin penting untuk menjaga keadilan ekonomi dan sosial.

Penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional telah menjadi masalah yang signifikan, terutama bagi negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada pendapatan pajak untuk mendanai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan. Menurut laporan dari OECD, praktik penghindaran pajak ini mengakibatkan kerugian pendapatan yang besar bagi banyak negara, mengurangi kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam pembangunan sosial dan ekonomi (OECD, 2013).

Pajak internasional berfungsi sebagai mekanisme untuk mengatasi tantangan ini dengan menetapkan aturan dan standar yang mengatur bagaimana pendapatan perusahaan multinasional harus dikenakan pajak. Inisiatif seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dipimpin oleh OECD dan G20 bertujuan untuk menutup celah dalam peraturan pajak internasional yang memungkinkan perusahaan untuk mengalihkan keuntungan mereka ke yurisdiksi dengan pajak rendah atau bebas pajak. Melalui kerjasama internasional, negara-negara dapat memastikan bahwa perusahaan membayar bagian pajak yang adil di tempat mereka menghasilkan keuntungan.

Selain mencegah penghindaran pajak, pajak internasional juga berperan dalam memastikan alokasi sumber daya yang lebih seimbang di antara negara-negara. Dengan mengumpulkan pendapatan pajak yang memadai, negara-negara berkembang dapat meningkatkan investasi dalam sektor-sektor penting yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Joseph Stiglitz dalam bukunya "The Price of Inequality" menekankan bahwa sistem pajak yang adil dapat membantu mengurangi ketimpangan ekonomi dengan mendistribusikan kembali kekayaan dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi semua individu untuk berpartisipasi dalam ekonomi (Stiglitz, 2012).

Lebih jauh lagi, pajak internasional dapat berfungsi sebagai alat untuk mempromosikan keadilan sosial dengan memastikan bahwa semua negara memiliki akses yang setara terhadap sumber daya global. Ini penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan berkelanjutan dan inklusif. Jeffrey Sachs dalam "The End of Poverty" menggarisbawahi pentingnya pajak internasional dalam mendukung upaya global untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sachs, 2005).

Secara keseluruhan, peran pajak internasional dalam mencegah penghindaran pajak dan memastikan alokasi sumber daya yang seimbang adalah kunci untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi antar negara. Dengan memperkuat kerjasama internasional dan menerapkan kebijakan pajak yang adil, masyarakat global dapat bekerja menuju sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Tantangan Dalam Penerapan
Dalam dunia yang semakin terhubung, penerapan keadilan deliberatif menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan budaya, kepentingan politik, dan ekonomi yang dapat menimbulkan konflik dan menghambat proses deliberasi. Jürgen Habermas, dalam karyanya "Between Facts and Norms," menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan inklusif untuk mengatasi perbedaan ini dan mencapai konsensus yang adil (Habermas, 1996).

Perbedaan budaya sering kali menciptakan hambatan dalam komunikasi dan pemahaman antar kelompok. Setiap budaya memiliki nilai, norma, dan cara pandang yang berbeda terhadap keadilan dan pengambilan keputusan. Misalnya, dalam beberapa budaya, keputusan mungkin lebih dipengaruhi oleh hierarki dan otoritas, sementara dalam budaya lain, partisipasi dan konsensus lebih diutamakan. Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan ketegangan dalam proses deliberasi, terutama ketika kelompok-kelompok ini harus bekerja sama dalam konteks internasional.

Selain itu, kepentingan politik yang berbeda juga dapat menghambat proses deliberasi. Negara-negara dengan kepentingan politik yang beragam mungkin memiliki prioritas yang berbeda dalam negosiasi internasional. Misalnya, negara-negara maju mungkin lebih fokus pada stabilitas ekonomi dan keamanan, sementara negara-negara berkembang lebih menekankan pada pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Perbedaan ini dapat menyebabkan kebuntuan dalam negosiasi dan menghambat tercapainya kesepakatan yang adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun