Mohon tunggu...
Ahmad Awtsaq
Ahmad Awtsaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Novel Telegram

20 Juli 2024   20:49 Diperbarui: 20 Juli 2024   20:51 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Novel karya Putu Wijaya ini mengisahkan tentang seorang laki-laki yang memiliki pandangan buruk terhadap telegram. Dalam pemahamannya, telegram selalu berisikan hal-hal yang menakutkan. Cerita dalam novel ini berawal dari seorang laki-laki Bali yang tinggal di Jakarta itu tiba-tiba mempunyai firasat akan menerima telegram dari kampungnya. Ia merasa bahwa telegram itu telah berada di dalam genggamannya. Ia menjadi sangat takut karena menurut anggapannya, telegram selalu berisi berita menakutkan seperti kabar kecelakaan, sakit keras, meninggal dunia atau kabar-kabar yang menakutkan lain. Namun sekarang ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena telegram itu sudah ada dalam genggamannya. Isinya pasti bisa ditebak. Ibunya meninggal dunia. Betapa celakanya ia.

Begitulah laki-laki itu berkhayal. Khayalannya itu seakan-akan kejadian yang sungguh terjadi. Mendapat telegram itu, si lelaki segera bersiap-siap untuk pulang ke kampung halamannya. Dalam benaknya, ia membayangkan kelanjutan nasibnya. Karena ibunya meninggal, maka sebagai anak tertua ia harus berperan sebagai kepala keluarga, sehingga ia harus mengurus semua urusan penguburan ibunya, mengurus berhektar-hektar tanah, tiga buah rumah berikut isinya, membagi-bagi harta warisan, serta setumpuk tugas lain yang harus dipikulnya. Benar-benar sebuah malapetaka!

Tentu saja ia merasa berkeberatan dengan semua peranan itu. Tetapi apa lacur, sebagai anak tertua ia harus memikul semuanya. Jika tidak, ia berarti akan menghancurkan keluarganya. Dilema itulah yang berkecamuk dalam pikirannya. Di tengah kebingungannya itu, tiba-tiba anak angkatnya, Sinta, ingin tahu apa isi telegram itu. Sebagai seorang ayah yang bijaksana, ia tidak sampai hati membebani pikiran gadis kecil itu dengan persoalan berat yang harus dihadapinya. Maka ia pun berbohong kepada Shinta dengan menyatakan bahwa pamannya dari Surabaya akan datang ke Jakarta mengunjungi mereka. Namun lelaki itu tidak tahu bahwa sebenarnyalah Shinta telah mengetahui isi telegram itu. Itulah sebabnya Shinta mendesaknya untuk menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi.

Karena sudah terlanjur tahu isi telegram yang sesungguhnya, maka mereka berdua mempersiapkan segala sesuatu untuk segera pulang ke Bali. Namun sebelum mereka ke luar rumah, Ibu kandung Shinta datang dan ingin meminta kembali anak kandungnya yang telah dirawat oleh lelaki itu. Lelaki itu menolak karena ia telah membesarkan Shinta, sementara wanita itu terus memaksa. Maka mereka bersepakat untuk menyerahkan keputusan kepada Shinta, siapa yang akan dipilih.

Belum lagi persoalan rebutan Shinta kelar, muncul masalah baru. Tiba-tiba, lelaki itu merasa kondisi tubuhnya sangat lemah. Seluruh tubuhnya tiba-tiba gemetar dan terserang demam. Ia merasa takut jika semua itu disebabkan oleh penyakit kotor yang ditularkan Nurma, wanita penghibur yang pernah digaulinya. Ia sangat khawatir dengan penyakit itu sebab temannya yang mengalami hal yang sama akhirnya melahirkan anak yang cacat.

Bayangan-bayangan itu menyebabkan laki-laki itu sangat bingung dengan apa yang dialaminya. Ia mengalami krisis kejiwaan. Ia tidak dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalan semata. Kebingungannya itu pernah ia tanyakan pada tukang rokok di depan rumahnya. Dia pernah bertanya, apakah tukang rokok itu melihat dirinya gila atau waras. Seringkali lelaki itu sadar bahwa yang berkecamuk di dalam pikirannya itu hanyalah khayalan, tidak benar-benar terjadi, hanya manifestasi dari rasa khawatirnya. Namun kesadaran itu kembali hilang. Ia masuk kembali ke dunia khayalnya. Ia pernah berkhayal bahwa ia berpisah dengan kekasihnya, Rosa. Padahal perempuan bernama Rosa itu sebenarnya tidak ada. Rosa hanyalah kekasih khayalannya saja, seperti ia mengkhayalkan tentang telegram itu.

Karena kebingungannya, si lelaki itu berteriak-teriak di jalan,"aku tidak gila", "aku waras!". Meski ia sudah berteriak-teriak di jalanan, kesadarannya tidak pulih karena beberapa detik kemudian ia masuk lagi ke dalam dunia khayalnya. Dalam khayalannya, ia bersama Shinta bersiap-siap berangkat ke Bali. Ia telah memesan tiket pesawat, dan mereka tinggal berangkat saja.

Tiba-tiba di tengah khayalannya, terdengar pintu di ketuk. Ia bangkit untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah bibinya, pemilik rumah yang dikontraknya. Ia memberikan sepucuk telegram kepadanya. Secepat kilat, ia membuka telegram itu dan isinya jelas: ibunya telah meninggal dunia.

Telegram yang baru diterima dari bibinya itu adalah kejadian nyata dan benar terjadi. Isi telegram itu juga sesuatu yang benar dan nyata. Ibunya meninggal dunia adalah fakta, bukan khayalan si lelaki. Itulah kenyataan yang sebenarnya, sedangkan seluruh cerita sebelumnya hanyalah dunia khayal lelaki itu saja.

Dalam teori Robert Stanton elemen-elemen structural karya sastra ada 7 yaitu, tema, plot, karakterisasi, latar/setting, sudut pandang, gaya, dan simbolisme. Dalam analisis ini akan mengupas mulai dari tema hingga simbolisme pada novel telegram.

a. Tema

Ada beberapa tema yang didapatkan pada novel telegram yaitu, meliputi keterasingan eksistensial: tokoh utama, protagonis, merasa terasing baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari dirinya sendiri. Keterasingan ini mencerminkan pergulatan batin dan pencarian jati diri yang mendalam.

Komunikasi dan Kesalahpahaman: melalui simbol telegram, novel ini mengeksplorasi tema komunikasi yang seringkali tidak efektif dan penuh dengan kesalahpahaman. Pesan dalam telegram bisa ditafsirkan dengan berbagai cara, menunjukkan bahwa makna seringkali tergantung pada penerima pesan.

Modernisasi dan tradisi: novel ini juga menggambarkan benturan antara nilai-nilai tradisional dan modernisasi, yang menciptakan konflik internal bagi tokoh-tokohnya. Ini mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang sedang terjadi di Indonesia pada saat itu.

Kesepian dan isolasi: tokoh utama sering kali merasa kesepian dan terisolasi meskipun berada di tengah keramaian kota. Ini menyoroti perasaan keterasingan yang dapat dialami oleh individu di masyarakat modern.

Melalui tema-tema ini, Putu Wijaya menyampaikan pandangan kritis tentang kondisi manusia dan masyarakat pada masanya, sekaligus mengajak pembaca untuk merenungkan makna eksistensi dan identitas mereka sendiri.

b. Plot

Kemudian plot dalam novel telegram adalah plot non-linier yaitu alur yang memungkinkan cerita untuk bergerak maju mundur dalam waktu. Dalam novel tersebut menceritkan keadaan sekarang si laki-laki tersebut dan memflasback masa sebelum dia ke luar kota.

c. Karakteristik 

Dalam novel telegram terdapat karakteristik yaitu, keterasingan eksistensial: tokoh utama, protagonis, merasa terasing baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari dirinya sendiri. Keterasingan ini mencerminkan pergulatan batin dan pencarian jati diri yang mendalam.

Komunikasi dan kesalahpahaman: melalui simbol telegram, novel ini mengeksplorasi tema komunikasi yang seringkali tidak efektif dan penuh dengan kesalahpahaman. Pesan dalam telegram bisa ditafsirkan dengan berbagai cara, menunjukkan bahwa makna seringkali tergantung pada penerima pesan.

Modernisasi dan tradisi: novel ini juga menggambarkan benturan antara nilai-nilai tradisional dan modernisasi, yang menciptakan konflik internal bagi tokoh-tokohnya. Ini mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang sedang terjadi di Indonesia pada saat itu.

Kesepian dan isolasi: tokoh utama sering kali merasa kesepian dan terisolasi meskipun berada di tengah keramaian kota. Ini menyoroti perasaan keterasingan yang dapat dialami oleh individu di masyarakat modern.

Karakteristik-karakteristik ini membuat "Telegram" menjadi karya yang kaya dan multidimensional, yang menawarkan pengalaman membaca yang mendalam dan memprovokasi pemikiran.

d. Latar

Setelah karakteristik adalah latar, dalam novel telegram dapat kita temukan latar yaitu

1. Latar tempat:

   - Kota Jakarta: sebagian besar cerita dalam "Telegram" berlangsung di Jakarta, menggambarkan kehidupan perkotaan dengan segala dinamika dan kerumitannya. Jakarta digambarkan sebagai kota yang penuh dengan hiruk-pikuk, kesibukan, dan ketegangan sosial.

   - Bali: pulau Bali juga menjadi latar penting dalam novel ini, terutama karena kaitannya dengan latar belakang budaya dan tradisi yang mempengaruhi karakter dan plot. Bali digambarkan dengan keindahan alam dan kehidupan masyarakatnya yang kental dengan adat dan budaya lokal.

2. Latar waktu:

   - Era 1970-an: novel ini berlatar waktu pada tahun 1970-an, masa di mana Indonesia sedang mengalami berbagai perubahan sosial dan politik. Era ini penting untuk memahami konteks cerita dan karakter-karakternya, serta tantangan yang mereka hadapi.

   - Periode perjalanan: cerita dalam "Telegram" juga mencakup perjalanan waktu yang dialami oleh tokoh utama, dari masa kecil hingga dewasa. Ini memberikan perspektif tentang perkembangan pribadi dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.

3. Latar sosial:

   - Kehidupan masyarakat: novel ini menggambarkan berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari kehidupan urban di Jakarta hingga kehidupan tradisional di Bali. Interaksi sosial, budaya, dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat menjadi bagian penting dalam membentuk karakter dan plot.

   - Konflik kelas: ada juga elemen konflik kelas dalam novel ini, menggambarkan perbedaan antara golongan sosial yang kaya dan miskin, serta dampak dari ketidakadilan sosial terhadap individu dan komunitas.

4. Latar budaya:

   - Budaya Bali: budaya dan tradisi Bali sangat kental dalam novel ini, terutama dalam hal upacara adat, kepercayaan, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Ini memberikan warna tersendiri dan kedalaman budaya dalam cerita.

   - Budaya urban: selain budaya tradisional, novel ini juga menggambarkan budaya urban Jakarta dengan segala keunikan dan tantangannya, termasuk modernisasi dan pengaruh budaya asing.

 

e. Sudut pandang

            Novel "Telegram" karya Putu Wijaya menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai cara untuk menyampaikan cerita. Dalam novel ini, narator adalah tokoh utama, Lukman, yang menceritakan pengalaman dan perasaannya secara langsung kepada pembaca.

Dalam "Telegram," sudut pandang orang pertama membantu menyampaikan tema-tema penting seperti pencarian jati diri, konflik identitas.

f. Gaya bahasa

             Gaya Naratif yang reflektif:

   - Karena menggunakan sudut pandang orang pertama, gaya naratif sering kali bersifat reflektif, menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh utama secara mendalam. Narasi Lukman dipenuhi dengan perenungan tentang hidup, identitas, dan hubungan antarmanusia.

Daftar pustaka

1. Wijaya, Putu. "Telegram." Jakarta: Balai Pustaka, 1973.

  

2. Teeuw, A. "Sastra Indonesia Modern: Sebuah Kritik." Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1989.

  

3. Aveling, Harry. "Contemporary Indonesian Literature: A Survey." Kuala Lumpur: Heinemann Educational Books (Asia) Ltd, 1979.

  

4. Foulcher, Keith. "Social Commitment in Literature and the Arts: The Indonesian 'Institute of People's Culture' 1950-1965." Clayton: Centre of Southeast Asian Studies, Monash University, 1986.

  

5. Watson, C.W. "Indonesian Literary Politics in the 1960s and 1970s." Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1994.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun