Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Legenda Pedang Tetesan Air Mata

21 September 2015   22:19 Diperbarui: 21 September 2015   22:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ada banyak hal di dunia ini yang jauh lebih berharga dari sekedar es dawet kegemaranmu itu, Nduk…” jawab MJK Riau masih dengan sisa kekehnya, membuat Hanna Chandra merasa agak malu tapi sekaligus juga amat penasaran.

“Apa itu, Kek?” tanya Hanna Chandra cepat.

“Kopi,” jawab MJK Riau sama konyolnya. Sebab mana mungkin kopi dapat menimbulkan tragedi? Jika menimbulkan hutang di Warkop bisa jadi. Tapi tragedi? Karena kopi?

“Kau pasti menganggap kakek hanya bercanda yah, Nduk,” tukas MJK Riau cepat, sebelum sang cucu kembali menginterupsi.

“Begini… Jauh waktu sebelum Jalan Kerawang-Bekasi direkam oleh Chairil Anwar Si Binatang Jalang, tempat itu telah lebih dulu bersimbah mayat buah pertempuran Pendekar Syair Berdarah-darah dan Cianbunjin Partai Pena Inspirasi,” lanjut MJK Riau. “Lalu…”

Wuuzzz… Mendadak pemandangan kaki gunung tempat Hanna Chandra bercengkerama bersama kakeknya hilang, berganti dengan suasana lengang jalan raya yang belum lagi tersaput aspal.

Sayup Hanna Chandra masih mendengar penuturan kakeknya, yang melantun perlahan dan penuh keharuan laksana tembang mocopat syafa’at, dengan warna nada yang melenting kian kemari bersama lirih gamelan yang ditabuh sebatas pendengaran yang paling minimal, yang entah sejak kapan ditabuh orang.

Dan diantara sayup yang magis itulah Hanna Chandra melihat dua sosok gagah berdiri tegak di tengah pergumulan maut.

Jubah salah satu dari mereka berkibar, dengan caping bambu bertengger angkuh di kepala. Sementara yang lainnya mengenakan jaket berbahan denim khas anak muda sembari menenteng sebilah pedang, hingga sekilas jika tidak jeli akan menganggapnya sebagai pemuda sok jago yang hendak tawuran antar kampung.

Percakapan mereka berdua terdengar jelas di telinga Hanna Chandra, membuatnya menggigil bercampur entah berapa banyak kengerian sekaligus keheranan akan topik yang dibicarakan.

“Jadi kau kembali hanya demi membayar hutang darah ini?” selidik Sam Trader Sang Cianbunjin Partai Pena Inspirasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun