Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Legenda Pedang Tetesan Air Mata

21 September 2015   22:19 Diperbarui: 21 September 2015   22:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MJK Riau menggelengkan kepala.

“Tadi kakek terciprat paparan gelombang S.O.S. dari seseorang bernama Pepih Nugraha entah siapa melalui jalur AA-Eneng dalam jaringan khusus ber-tagar #jangansensi. Katanya ada beberapa Pendekar Besar yang terluka dan hampir mati di posisi yang berjauhan. Satu di Kalimantan, sementara yang satunya lagi kakek kurang begitu jelas. Terdengar seperti di Maroko atau mabolro atau entah apa,”

“Terus, ini kita mau kemana, Kek?”

“Kemana lagi jika bukan ke Lanud Wirasaba yang tak kunjung selesai itu…?” entah mengapa suara kakek terdengar agak sewot, mungkin sebal dengan lambannya birokrasi antar institusi yang ada di Negeri Semar ini.

***

Pesawat Sukhoi, Waktu Indonesia Bagian Ngeri.

Tak ada yang lebih mendebarkan dibandingkan pengalaman pertama, sejak mulai masuk TK hingga malam pertama pengantin baru.

Begitu juga yang dirasakan Hanna Chandra saat ini. Jantungnya seakan berpacu beberapa kali lebih laju dari biasanya, dengan lonjakan aneh antara rasa takut bercampur penasaran bergelut di relung hatinya. Inilah pertama kalinya dia akan mempraktekkan kepandaian Camar Menari Diantara Tiang Sampan ajaran kakeknya dari ketinggian 17.000 meter di udara.

Dan di sinilah Hanna Chandra berada sekarang, di depan pintu Sukhoi yang hanya boleh dibuka dalam tempo yang tak lebih dari satu per sekian ratus detik saja, sebab jika lebih lama dari itu, dia tak dapat membayangkan apa yang akan menimpa pesawat tempur yang ditumpanginya ini.

Hanna Chandra menganguk perlahan pada pilot yang mengacungkan jempol kepadanya.

Tampan juga nih pilot, sayang hidungnya terlalu pesek, bathin Hanna Chandra sempat-sempatnya mengumbar perasaan, sesaat sebelum tubuhnya melayang di angkasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun