"Gue selama ini yakin, kalo semesta ini akan nemuin kita dengan orang yang punya frekwensi yang sama, kecuali saat ini."Â
Jeremy panik di depan pintu gerbang tol elektronik, saat perlahan mobil di depannya satu persatu melaju meninggalkan palang pembatas jalan, men-tap kartu tol elektronik pada dinding pembatas, beberapa angka terlihat pada monitor, lalu pembatas membuka diri.
Jeremy baru sadar tak menemukan dompetnya di saku dan dasboard mobil tempatnya menaruh E-toll selama ini. Berusaha tenang sambil coba menoleh kiri dan kanan barangkali ada petugas yang berkenan membantunya.Â
Nihil, tak ada siapapun yang Jeremy lihat, hanya petugas kebersihan yang terlihat membawa sapu berjalan pelan melihat kepanikannya, lalu pelan melangkah seolah tak ada apa-apa.
Jeremy lalu melihat ke kaca spion tengah, nampak beberapa mobil mulai berbaris mengekor di belakangnya, detik demi detik berlalu dan beberapa mobil nampak mulai terlihat berjejer mendekati.
Sambil tetap membuka jendela, Jeremy berniat keluar dari kabin mobil dan berniat meminta bantuan kepada mobil di belakangnya, lampu Hazard dia nyalakan sebagai penanda keadaan darurat.
Jeremy percaya diri, bahwa semesta akan menggerakkan langkah orang di belakangnya untuk membantu, lalu Jeremy akan memberi uang pengganti, begitu kaidah yang selama ini dia yakini, apalagi, selama ini Jeremy selalu tergerak hatinya membantu orang-orang yang terjebak dalam situasinya kini.Â
Memberi tap E-toll tanpa diminta seraya memberi senyum, lalu melangkah kembali ke dalam kabin mobil seraya menyaksikan ungkapan kebahagiaan orang yang dia bantu. Baginya menyaksikan kebahagiaan orang lain adalah sebuah Kemenangan nurani, dia merasakan kebahagiaan yang sama.Â
Bagi Jeremy, anugerah yang Tuhan beri itu dirasa gratis, jadi baginya tak ada alasan untuk meminta imbalan atas sebuah bantuan. Hanya meneruskan pemberian anugerah.Â
Jeremy tentu saja merasa bahagia akan hal itu, seraya berkaca, bisa saja kejadian itu menimpanya, dan ketika ada yang tergerak hati untuk menolongnya tentu saja dia bahagia.Â
Semesta akan memberi langkah yang sama dengan apa yang kita perbuat, itu kaidah yang dia yakini selama ini.Â
Tapi hari ini tak seperti apa yang dia harapkan, pertolongan semesta yang Jeremy harap tak kunjung tiba, dia kembali melirik kaca spion tengah lalu menyaksikan ujung mobil paling belakang dalam antrian bergerak mundur, perlahan mobil di depannya melakukan langkah yang sama, meninggalkannya dalam kabin kepanikan sendiri.
Jeremy melongo dengan kenyataan di hadapannya kini, batinnya menderu kencang, berteriak lantang dalam sunyi sepi hatinya.
"Dimana empati kalian!! Dimana kau pemilik semesta raya yang selama ini ku agungkan!!"
Teriakan dalam hati yang sia-sia, yang hanya menambah kecewa di dalam luka.
Perih, mendidih dan kesal, Jeremy menuntut balas akan kebaikannya selama ini.
"Damn!!"
Dalam panik yang mulai reda, Jeremy mulai berfikir logis, mobilnya bergerak mundur perlahan menjauhi palang rintang, lalu menepikan kendaraan di kiri jalan mencari posisi aman.
Jeremy berjalan keluar kabin, melangkah maju melewati gerbang tol sambil menengok kanan kiri, barangkali ada yang iba dengan apa yang di alaminya.Â
Satu persatu mobil yang lewat tak jua ada yang memperhatikannya dengan seksama, mereka semua fokus pada apa yang ada di depannya. Jeremy nyaris tak ada di depan khalayak semua.Â
Berjalan sejauh 300 meter Jeremy melihat rest area kecil, dia melihat sebuah harapan, lalu berniat membeli E-toll dan mengisi saldonya, kembali berjalan menuju mobil dan selesai sudah kesengsaraannya. Done!
Masuk ke dalam mini market dengan penyejuk udara membuat panas hari Jeremy mereda, lalu pelan melangkahkan kaki menuju kasir.
"Maaf pak, stok E-toll kami habis."Â
"Ya Tuhan.." gumamnya dalam hati.Â
"Apakah ada yang bisa jual E-toll milik pribadi, biar saya beli." Jeremy mengajukan pertanyaan setengah memohon.Â
Dua penjaga kasir hanya saling berpandangan mata tanpa memberi pesan positif.
"Maaf pak, tidak ada juga."Â
"Lalu kalian kesini naik apa?" Jeremy mulai kesal.
Lagi-lagi dua penjaga kasir saling berpandangan, lalu celingukan, kaget dengan pertanyaan Jeremy.Â
Nyaris saja Jeremy membatalkan puasa di hari terakhir Ramadhan, haus dan panas yang dia rasa membuatnya nyaris menyerah.
Sebelum langkah itu dia ambil, Jeremy mencoba pasrah.
"Apalah dayaku Tuhan." Gumamnya dalam hati.
Sesosok pria menghampirinya.
"Pakai saja punya saya mas."Â
"Serius?"Â
"Iya, tapi saldonya kosong."Â
"Baik mas, saya ganti ya."Â
"Tak usah mas, pake saja, saya ada cadangan, Kok."Â
"Baik mas, ribuan terima kasih atas bantuannya."Â
"Sama-sama, mas. No Worry."Â
Jeremy kembali melangkah ke kasir, niatnya untuk membatalkan puasa telah usai, dengan berseri-seri dia kembali optimis.
"Pake tunai apa kartu ATM mas?" Petugas kasir bertanya.Â
Jeremy baru sadar, kantongnya kosong, tak ada serupiah pun uang, begitu pula dompet berisi kartu ATM.
"Kalo transfer pake Mobile Banking boleh gak?"Â
"Maaf, Pak. Belum bisa."Â
Jeremy kembali nyaris meledak, Tuhan seperti meledeknya kali ini.Â
"Pake aja ATM saya mas, nanti tinggal transfer ke saya sesuai nilai saldo yang mas beli."Â
Sesosok pria tadi menawarkan bantuan.
"Serius mas."Â
"Ya, tentu saja, No Worry."Â
Jeremy akhirnya berhasil membeli E-toll dan mengisi saldo, lalu meminta no rekening dan nomor telepon untuk kirim bukti transfer kepada mas pemilik kartu E-toll yang membantunya.
"Many-many return, Brother."Â
"No Worry."Â
Jeremy berjalan ke arah mobilnya yang nampak teronggok sendiri di tepi jalan Tol yang panas di siang hari. Sehari menjelang Idul Fitri memang membuat kesibukan orang menjadi-jadi. Sibuk hingga lupa ada sosok manusia dalam tragedi terkulai sendiri.Â
Tiba-tiba Jeremy teringat dirinya sendiri, yang sibuk dengan hidupnya hingga lupa orang-orang di sekitarnya.Â
Jeremy melangkah maju dan mulai berdamai dengan keadaan yang baru saja menimpanya.Â
Semburan air conditioner dalam kabin membuatnya kembali merasa sejuk, berputar lagu dalam playlistnya, lagu favoritnya yang sering di putar, lagu yang selalu membawa memory indah saat dia masih muda dulu, sebuah lagu dari Santana dan Musiq berjudul nothing at all.
"I am a victim of my time
 a product of my age
 there was no choosing my direction
 I was a holy man but now
 With all my trials behind me
 I am weak in my conviction.."
"And so I walk to try to get away
 Knowing that someday I will finally have to face
 The fear that will come from knowing that
 The one thing I had left was you
 And now you're gone"
Jeremy tertegun dengan lirik yang mengoyak nuraninya, bahwasanya dia adalah korban dari waktu, nyaris tak bisa memilih arah tujuan.
Disindir oleh semesta lewat sebuah lagu membuat Jeremy tanpa sadar menitikkan air mata.Â
Perjalanan menuju pulang masih panjang, Tol Purbaleunyi menuju Bogor masih ratusan kilometer jaraknya, Jeremy pasrah jika akhirnya tak bisa pulang tepat waktu kerumah, menikmati ketupat pertama saat buka puasa terakhir.Â
Di gerbang tol Cikarang, jauh di depannya nampak beberapa mobil berjalan mundur, meninggalkan mobil terdepan yang terlihat tangan pengemudi yang mencoba men-tap mesin E-toll berulang-ulang namun tetap gagal membuka palang pintu.
Alih-alih ikuti mobil-mobil lain mundur menghindar, Jeremy mengambil langkah berbeda, semakin dekat nampak tertulis pesan dalam mesin E-toll.Â
"Saldo tidak cukup."Â
Nampak pengemudi mencoba E-toll berbeda, namun hasilnya tetap sama.Â
Jeremy keluar dari kabin mobil, lalu berjalan mendekat kemobil didepannya, nampak lima orang perempuan di dalam mobil, dan dua orang anak kecil yang juga terlihat perempuan dari jaraknya berdiri.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tawar Jeremy sambil mengacungkan kartu E-toll yang dia miliki.
Tanpa menunggu jawaban pemilik kendaraan, Jeremy Men-Tap E-toll dalam genggamannya, seketika palang pintu terbuka, Jeremy kembali berjalan ke dalam mobil lalu menyaksikan kebahagiaan di depan matanya.
Mobil di depannya melaju pelan melewati palang, lalu kembali berhenti, nampak sesosok perempuan remaja membuka pintu dari kursi belakang, mengacungkan uang lima puluh ribuan sebagai pengganti.
Jeremy membuka kaca jendela, lalu melambaikan tangannya sebagai tanda agar mobil itu tetap melaju.
Anak remaja itu kembali menaiki mobilnya, pelan mulai berjalan, lalu sosok remaja tadi mengeluarkan setengah badannya melalui jendela belakang dengan rona terpancar bahagia.
"Terima kasiiiiih, Kak."Â
"Sama-sama."Â
"No Worry." Balas Jeremy dalam hati.Â
Lagu akustik nothing at all kembali berputar:
"And now I am ashamed
 And so I walk to try to find a space
 Where I can be alone to live with my mistakes
 And the fear that will come from knowing
 That the one thing I had left was you
 And now you're gone
 Is there nothing at all"
Jeremy merasa malu dengan kejadian tadi yang menimpanya, semesta lagi-lagi menyindirnya lewat lagu, bahwa memberi bantuan setidaknya harus di barengi keikhlasan, tanpa berharap imbalan dari pemilik alam raya.Â
Perjalanan pulang dengan lalu lintas semakin padat dalam tol Cikampek memberi nuansa lain dalam diri Jeremy. Walau terlambat pulang, Jeremy bisa berlapang dada.
------
Di depan pintu rumah yang telah beranjak malam, Jeremy terkaget saat Michelle Istri tercinta membukakan pintu, memberi pelukan erat seolah lama tak bertemu.
"Aku gak pernah ragu saat memilihmu dulu, kamu memang orang baik sayang." Bisik Michelle sang istri di tengah pelukan.
"Tumben, ada apa beb?"Â
"Kamu liat ini sayang?" Balas Michelle seraya menyodorkan smartphone miliknya.
Jeremy berkaca-kaca, saat melihat postingan viral pemilik akun Instagram yang telah dibagikan ribuan kali. Postingan itu baru di upload beberapa jam lalu.
Dalam video singkat itu nampak tangan Jeremy melambai memberi isyarat untuk tetap maju, dengan nopol mobilnya yang di sorot dengan jelas oleh bidikan kamera smartphone.
Nampak tertulis aneka tagar yang menyertai unggahan viral itu.
#angeloftheday #payitforward #godblessyou
#tanganputih
Di keterangan video, sipemilik akun menuliskan keterangan.
"Ditengah kepanikan seisi mobil, tiba-tiba datang dari mobil belakang nawarin bantuan, tanpa ba-bi-bu dia langsung tap E-toll yang bebaskan kita dari kepanikan, gw gak sempat ucapkan terima kasih saking kagetnya karena dia menolak diberi ganti atas saldo yang dia gunakan, yang gw liat cuma tangan putihnya yang melambai.Â
Siapapun kamu, terima kasih atas pertolongannya yang tulus. Salam hormat dari kami, semoga Tuhan Yesus memberkatimu, God Bless You, Kak."Â
Ada ratusan komentar positif menyertai postingan viral itu. Jeremy tak sanggup lagi membacanya. Matanya berderai air mata bahagia saat menyaksikan kebahagiaan orang lain.Â
Gema takbir berdebam-debam dalam jelaga jiwa Jeremy, dipeluknya erat Michelle malam itu.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.."
"Laa ilaaha ilallahu Allahu Akbar.."Â
"Allahu Akbar walillah ilhamd.."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H