Tapi hari ini tak seperti apa yang dia harapkan, pertolongan semesta yang Jeremy harap tak kunjung tiba, dia kembali melirik kaca spion tengah lalu menyaksikan ujung mobil paling belakang dalam antrian bergerak mundur, perlahan mobil di depannya melakukan langkah yang sama, meninggalkannya dalam kabin kepanikan sendiri.
Jeremy melongo dengan kenyataan di hadapannya kini, batinnya menderu kencang, berteriak lantang dalam sunyi sepi hatinya.
"Dimana empati kalian!! Dimana kau pemilik semesta raya yang selama ini ku agungkan!!"
Teriakan dalam hati yang sia-sia, yang hanya menambah kecewa di dalam luka.
Perih, mendidih dan kesal, Jeremy menuntut balas akan kebaikannya selama ini.
"Damn!!"
Dalam panik yang mulai reda, Jeremy mulai berfikir logis, mobilnya bergerak mundur perlahan menjauhi palang rintang, lalu menepikan kendaraan di kiri jalan mencari posisi aman.
Jeremy berjalan keluar kabin, melangkah maju melewati gerbang tol sambil menengok kanan kiri, barangkali ada yang iba dengan apa yang di alaminya.Â
Satu persatu mobil yang lewat tak jua ada yang memperhatikannya dengan seksama, mereka semua fokus pada apa yang ada di depannya. Jeremy nyaris tak ada di depan khalayak semua.Â
Berjalan sejauh 300 meter Jeremy melihat rest area kecil, dia melihat sebuah harapan, lalu berniat membeli E-toll dan mengisi saldonya, kembali berjalan menuju mobil dan selesai sudah kesengsaraannya. Done!
Masuk ke dalam mini market dengan penyejuk udara membuat panas hari Jeremy mereda, lalu pelan melangkahkan kaki menuju kasir.