Si kumis tebal lalu bersiul dua kali dengan nada panjang. Kepalanya meneleng ke jurusan belakang beberapa kali. Dua bandit lainnya menoleh dan memahami isyarat tersebut. Mereka segera menjawab dengan sekali siulan cepat.
Sementara si kurus berguling-guling merintih kesakitan, tiba-tiba si kumis tebal lari dengan kecepatan tinggi menghampiri. Ia lemparkan sebuah bola berwarna merah. Hal ini juga dilakukan oleh kedua bandit lainnya. Ketika mendarat ke tanah, tiga bola merah itu meledak dan keluarkan asap hitam pekat.
Sekejap saja, asap membumbung memenuhi tempat tersebut. Mengurangi jangkauan penglihatan dan juga pernapasan.
***
"Sial! Aku tidak bisa bernapas." Dimas segera lepaskan udeng yang menutup mukanya. Segera ia alirkan tenaga dalam ke tangan. Caping dilepas lalu dikipas-kipaskan ke udara agar kepulan asap itu sirna. Hembusan yang kencang dari capingnya  cukup untuk sedikit demi sedikit mengikis kepungan asap hitam. Butuh waktu yang cukup lama agar asap benar-benar lenyap.
Si wanita muda tampak terbatuk-batuk. Kedua kawannya yang lain lalu mendekatinya.
"Saudari, tampaknya para bandit itu melarikan diri!"
"Sial, kita tidak bisa selesaikan misi ini, Saudari."
Si wanita tenangkan kedua kawannya yang tampak kesal. Lalu, ia menunjuk pada bagian belakang dengan ibu jarinya. Dimas pun ikut menoleh ke jurusan yang dimaksud.
Tubuh bandit rambut gondrong masih pada tempatnya. Dimas meneliti apakah mungkin bandit itu pingsan atau ditotok? Jelaslah bahwa kawan-kawannya yang lain lupa untuk mengangkat dirinya dan keburu larikan diri.
Si wanita muda mendekat lalu menjura kepada Dimas. Pada bagian dada sebelah kiri terdapat lambang kecil berupa kepala naga. Senyum puas merekah pada wajahnya yang coklat manis.