Mohon tunggu...
Ahmad Afandi
Ahmad Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh

Masih Belajar Menulis (Kembali) !!

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rasa Kemanusiaan Itu: Bagian 2 (Tamat)

28 Mei 2024   15:50 Diperbarui: 28 Mei 2024   15:59 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesekali ia mengintruksikan pada seorang gadis kecil berbaju biru di belakangnya. Ia ingin agar gadisnya itu tetap di tempat yang aman.

"Bohong!" bentak pria tersebut dengan kerasnya, "semenjak kau menjadi pahlawan di sini, kita semua hidup tambah sengsara. Nyawa kita semua terancam hampir tiap hari. Dasar siluman! Kau ini sudah jelas-jelas orang jahat. Kau sendiri yang merencanakan semua ini kan?"

"Tidak. Itu tidak benar!" sanggah Purwanti dengan mencoba menenangkan keadaan, "kumohon, mengertilah. Aku tidak ada niatan buruk sama sekali. Aku juga bukan orang jahat. Aku hanya ingin membantu serta melindungi kalian dari segala bahaya."

Berbagai cara dilakukan Purwanti untuk membujuk orang-orang ini. Namun, semua usahanya itu gagal. Mereka tetap menolak. Purwanti tetap disalahkan hanya karena dia adalah siluman yang membawa sial.

Siluman di sini merujuk pada segala sesuatu hal yang berbeda atau berada di luar dari kemampuan orang biasanya. Secara umum biasanya mereka disebut sang liyan.

Sekelompok orang yang terlahir dengan ke-istimewaan tertentu dari Tuhan. Purwanti salah satunya. Lahir dengan fisik yang berbeda dan kekuatan yang luar biasa.

Sayangnya, menjadi istimewa bukan berarti ia dengan mudah diterima begitu saja. Masyarakat begitu takut dengan sang liyan ini karena berbeda. Menjadi berbeda karena di luar kendali manusia. Hal inilah yang membuat sang liyan menjadi ancaman bagi manusia lain.

Agar terhindar dari konflik maka pemerintah membentuk tempat khusus agar sang liyan ini bisa hidup dengan normal. Meskipun dikatakan normal, nyatanya tempat itu justru memisahkan mereka dari kehidupan dengan manusia lain.

Purwanti merasakan sesuatu di mulutnya. Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pahit.

Rasa ini terus menjejal ke mulutnya. Ingin sekali ia kunci mulutnya agar rasa tersebut tidak masuk, tetapi itu sia-sia belaka. Rasa pahit itu tetap meluncur masuk dan turun dengan cepat ke hati. Sakit rasanya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun