Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Purwakarta dan Kabupaten Purwakarta

26 Mei 2021   11:11 Diperbarui: 20 Juli 2024   07:22 3929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ihategreenjello.com

Sementara itu untuk menetapkan hari jadi Purwakarta, perlu diperkirakan perhitungan kurang lebih 1 (satu) minggu (pekan) sesudahnya. Maka ditentukan, bahwa perhitungannya haruslah menghasilkan angka yang ganjil, yaitu diperoleh tanggal 23 Agustus 1830, dengan anggapan bahwa angka 23 (dua puluh tiga) ini terdiri dari angka 2 (dua) dan 3 (tiga) dan bahwa penjumlahan antara angka 2 (dua) dengan 3 (tiga) akan menghasilkan angka 5 (lima), yaitu dimana umat Islam sebagai mayoritas penduduk Purwakarta meyakini, bahwa dalam Rukun Islam ada 5 (lima) rukun dan salah satu rukunnya adalah Shalat 5 (lima) waktu. 

Juga sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila yang terdiri dari 5 (lima) sila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Dapat juga dikatakan, bahwa perkalian antara angka 2 (dua) dengan 3 (tiga) akan menghasilkan angka 6 (enam), yaitu bahwa umat Islam meyakini, bahwa dalam ajaran agama Islam ada yang disebut sebagai Rukun Islam yang terdiri dari 6 (enam) rukun.

Hal ini tentu saja hanya berdasarkan hitungan yang (mohon maaf) 'asal-asalan' tanpa argumentasi yang jelas dan tanpa berdasarkan data dan fakta ilmiah. Berikut ini adalah catatan tentang persamaan kalendernya:

  • Tanggal Masehi: 23 Agustus 1830, Senin Soma
  • Tanggal Jawa: 04 Mulud 1758, Senen, Wage
  • Tanggal Hijriah: 04 Rabi'ul 'Awwal 1246, Isnin
  • Dina, Pasaran: Senen, Wage
  • Windu, Lambang: Sangara, Kulawu
  • Warsa: Je
  • Wuku: Prang Bakat
  • Mangsa: Katiga-Manggasri (Karo) (25/08 s/d 17/09)
  • Musim: Kemarau

Menurut pendapat Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera, mustahil sekali bupati R.A.A. Soeriawinata yang bergelar Dalem Shalawat pindah dari Wanayasa ke Sindangkasih pada tanggal 23 Agustus 1830, tujuh hari sebelum 12 Rabi'ul Awwal karena menurut tradisi (adat) sekitar Wanayasa dan Purwakarta khususnya dan Jawa Barat (Sunda) pada umumnya dari tanggal 01 Rabi'ul Awwal sampai dengan tanggal 12 Rabi'ul Awwal tidak dipakai untuk menikahkan, pindah, membuat rumah dan upacara lain, kecuali hajat Muludan karena pada tanggal itu adalah masa 'tigerat' atau masa 'paceklik'.

Menurut pendapat beberapa kalangan, tanggal ini diperoleh melalui semedi sehingga mendapat 'wangsit'. Kemudian wangsit itu dihubungkan dengan tanggal dan bulan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Atas dasar itu, tanggal 23 Agustus 1830 dianggap sebagai tanggal berdirinya kota Purwakarta. Informasi dari sumber berupa wangsit, lebih-lebih tentang tanggal, sulit untuk dapat diterima secara rasional-ilmiah, karena wangsit jelas bukan sumber ilmiah. Mengenai arti atau makna wangsit kiranya tidak perlu dibahas lebih jauh, karena sudah dipahami secara umum, bahwa wangsit adalah bagian dari kepercayaan tradisional.

Ahmad Said Widodo menanggapi komentar sementara kalangan, terutama kalimat:

"Tanggal ini diperoleh melalui semedi sehingga mendapat 'wangsit'. ......... ".

Padahal dalam hal ini narasumber, Ny. Ojamah Soedarna TM, mengatakan, bahwa ia tidak pernah melakukan semedi sehingga mendapat wangsit sebagaimana disangkakan oleh kalangan tersebut.

Menurut Mochammad Affandi Bratakoesoemah, dalam buku karyanya yang berjudul "Sejarah Purwakarta", bahwa kepindahan ibukota Kabupaten Karawang di Wanayasa ke Purwakarta oleh Bupati R.A.A. Soeriawinata (Dalem Sholawat) dan kelahiran nama kota Purwakarta sebagaimana diuraikan menurut analisa adalah dalam tahun 1836 dengan seloka Chandrasangkala: "Bendera (6) kang murub (3) pangersa (8) ning Ratu (1)", maksudnya 'Kecemerlangan wilayah karena olah pemerintah'.

Awal tahun 1836 Masehi telah bebas dari kerusuhan Cina Makao, dalam arti ini telah 'Aman.' Walau pembangunan ibukota pusat pemerintahan belum sempurna atau belum selesai, namun pengelolaan atau pengurusan roda pemerintahan 'Mula(i) Tertib'. Karena terhindar, terlepas dan terbebas dari malapetaka dan gangguan pengacau atau kerusuhan, ucapan syukur ke hadirat Allah s.w.t. yang atas perkenananNyalah, maka pekerjaan pembangunan kota mulai dilaksanakan, juga pembinaan wilayah dan pengaturan roda pemerintahan Mula(i) Aman atau Tertib jalannya atau disebut 'Pertama Aman atau Tertib', sehingga istilah ini patut dan layak dijadikan nama kota (ibukota) pemerintahan dengan nama "Purwakarta", yang tepatnya diikrarkan pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad s.a.w., hari Senin tanggal 12 Rabi'ul 'Awwal 1252 Hijriyah / 27 Juni 1836 Masehi. Berikut ini adalah catatan tentang persamaan kalendernya:

  • Tanggal Masehi: 27 Juni 1836, Senin Soma
  • Tanggal Jawa: 12 Mulud 1764, Senen Wage
  • Tanggal Hijriah: 12 Rabi'ul 'Awwal 1252, Isnin
  • Dina, Pasaran: Senen, Wage
  • Windu, Lambang: Sancaya, Langkir
  • Warsa: Ehe
  • Wuku: Dukut
  • Mangsa: Kasa-Kartika (22/06 s/d 01/08)
  • Musim: Kemarau

Menurut Mochammad Affandi Bratakoesoemah, tanggal 27 Juni 1836, mempunyai makna yang dalam bagi seorang Muslim jika dikaitkan dengan kelayakan wangsit Dalem Shalawat saat memberi nama Purwakarta. Tanggal merupakan arah hari, misalnya tanggal 27 adalah menunjukkan hari ke-27 dalam bulan itu. Dua puluh tujuh terdiri dari angka 2 (dua) dan angka 7 (tujuh), kedua angka itu melambangkan wahana kehidupan manusia di dunia. Dua melambangkan asal manusia dari Nabi Adam a.s. dan Siti Hawa. Dua juga menyatakan kedua penglihatan adanya kiri dan kanan, membuktikan adanya hari siang dan malam dan lain-lain. Tujuh melambangkan adanya 7 (tujuh) lubang kehidupan, seperti : 2 lubang hidung, 2 lubang telinga, 1 lubang mulut dan 2 lubang limbah (pengeluaran). Dapat juga diartikan dengan 7 (tujuh) anggota badan ketika sujud dalam shalat, yaitu 1 kening, 2 telapak tangan, 2 lutut dan 2 telapak kaki, baik shalat yang fardlu maupun yang sunat.

Bulan 6 penggugah Muslim, bahwa wajib percaya kepada Rukun Iman yang bersifat abstrak tapi konkrit. Tahun 1836 seloka (simbol) dari 18 dan 36, yaitu 1 + 8 = 9 dan 3 + 6 = 9, atau adanya angka 99, yaitu 99 (sembilan puluh sembilan) yang tiada lain adalah banyaknya Al Asma Al Husna (Asmaul Husna atau Nama-nama Allah Yang Indah) dan suatu gambaran kewajiban seorang Muslim mengucapkan 'Keagungan Dzat Yang Maha Kuasa' pada malam hari dan siang hari sejumlah 99x ucapan 'Allahu Akbar'. Pada saat shalat Isya 23x, saat shalat Subuh 12x, shalat Lohor (Dzuhur) 23x, shalat Ashar 23x dan shalat Maghrib 18x. Jika angka tahun 1836 dijumlahkan keseluruhannya, tetap akan mendapatkan angka tertinggi angka 9.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun