Pertama, letak Sindangkasih cukup strategis bagi jalannya pemerintahan, karena berada di bagian tengah daerah Karawang. Kedua, tanahnya subur dan arealnya memungkinkan untuk dikembangkan. Ketiga, memiliki sumber air, yaitu kolam (situ, empang) yang kemudian dibangun menjadi Situ Buleud. Keempat, suhu udara di Sindangkasih cukup menyenangkan (berhawa sedang-panas). Â Suhu udara demikian sangat disenangi oleh para pejabat kolonial, antara lain residen dan asisten residen. Kelima, keberadaan Cikao sebagai pelabuhan sungai, adalah salah satu faktor penting bagi kehidupan ekonomi masyarakat daerah setempat. Â
Dengan kata lain, kondisi Sindangkasih waktu itu dianggap lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi Wanayasa. Pertimbangan-pertimbangan itu memang sesuai dengan tradisi masyarakat Sunda waktu itu dalam menentukan tempat untuk pusat pemerintahan.
Sindangkasih Menjadi Purwakarta
Sindangkasih telah lama ada dan dikenal jauh sebelum kepindahan Kabupaten  Karawang di Wanayasa ke Sindangkasih, yaitu sejak masa Galuh Pajajaran dan Pakuan Pajajaran yang dapat dibuktikan melalui jalan raya kuno (Pajajaran Highway) dari sejak Kawali -- Karang Sambung -- Tomo -- Kutamaya -- Cisalak -- Sagalaherang -- Wanayasa -- Kembang Kuning -- Cikao -- Tanjungpura -- Cibarusah -- Warung Gede -- Cileungsi hingga Batutulis, Pakuan.
Hal ini juga dapat dibuktikan melalui peta kuno berupa Arsip Peta (Map Archief):
- Peta Sindangkasih dan sekitarnya, karya Wimmercrantz, 05 Desember 1778.
- Peta Cikao dan sekitarnya, karya J.G. Mathee, 21 Juli 1790.
- Peta Citarum dan sekitarnya, karya Eerhardt, 1809/1810.
- Peta Cikao dan sekitarnya, karya Anonim, 1840.
- Peta Lampiran Skripsi "Pelaksanaan Proyek Djatiluhur", karya R. Walujo Basuki bin R. Pardjan Partodihardjo, FISIP UGM, Yogyakarta, 1966.
Setelah Bupati R.A.A. Suriawinata menetap di Sindangkasih, sebagian dari daerah itu segera dibangun menjadi ibukota baru Kabupaten Karawang. Dapat dipastikan, pembangunan kota itu didasarkan pada-pola kota tradisional, dengan ciri utama alun-alun sebagai pusat kota, pendopo di sebelah Selatan alun-alun, masjid agung di sebelah Barat alun-alun dan rumah keluarga bupati di sebelah Timur alun-alun.Â
Pola kota dengan ciri-ciri tersebut memang merupakan pola kota-kota lama di Jawa Barat khususnya dan di Pulau Jawa umumnya. Pola ini mengacu pada tata kota jaman Kesutanan Cirebon dan Kesultanan Mataram Islam dan keduanya mengacu pada tata kota Kerajaan Majapahit.
Sindangkasih  sebagai  ibukota  Kabupaten Karawang  diresmikan  berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tanggal 20 Juli 1831 Nomor 2 (Lampiran 1), dengan nama baru, Purwakarta. Akan  tetapi, nama Sindangkasih tetap digunakan, yaitu sebagai nama distrik di wilayah ibukota Kabupaten  (sekarang menjadi nama kelurahan). Surat keputusan tersebut adalah sumber akurat dan primer serta mengandung makna yuridis formal.  Oleh karena itu, tanggal 20 Juli 1831 merupakan fakta sejarah tentang berdirinya kota/daerah bernama Purwakarta.
Menurut Djoenaedi Abdoelkadir Soemantapoera, dalam buku karyanya yang berjudul "Sejarah Purwakarta I: Dari Karawang ke Purwakarta Lewat Wanayasa (1633-1942)", bahwa: kepindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih yang kemudian hari berganti nama menjadi Purwakarta oleh bupati R.A.A. Soeriawinata (Dalem Shalawat) diiringi oleh segenap anggota keluarga, kerabat dan pejabat Kabupaten  beserta rakyat Wanayasa ini terjadi pada hari Minggu Legi tanggal 02 Mei 1830 sekitar pukul 10.00 WIB yang kemudian diadakan upacara selamatan/syukuran kepindahannya dan sekaligus penetapan ibukota Kabupaten  Karawang yang berkedudukan di Purwakarta pada hari Jumat Legi tanggal 07 Mei 1830 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 16 Dzul-qa'dah (Hapit) 1245 Hijriyah, sekitar pukul 09.00 WIB.Â
Dengan Chandra Sangkala: "Swarga Katon Bhujangga Budhi" 1830. Arti harfiahnya adalah 'Surga kelihatan oleh bhujangga yang berbudi'. Ada pun pengertiannya adalah: karena lebih dahulu aman dan lebih dahulu sentosa, maka karena kekuatan dan keamanan kita itu kepercayaan terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa semakin bertaambah tebal. Berikut ini adalah catatan tentang persamaan kalendernya:
- Tanggal Masehi: 07 Mei 1830, Jumat Sukra
- Tanggal Jawa: 14 Dulkaidah (Hapit) 1757, Jemuwah, Legi
- Tanggal Hijriah: 14 Dzul Qaidah 1245, Jumat
- Dina, Pasaran: Jemuwah, Legi
- Windu, Lambang: Sangara, Kulawu
- Warsa: Jimawal
- Wuku: Warigagung / Warigadyan
- Mangsa: Kasewelas-Sadha (Dhesta) (19/04 s/d 11/05)
- Musim: Mareng