Industri film dewasa di Jepang adalah salah satu yang terbesar di dunia, dengan nilai mencapai USD4,4 miliar atau sekitar Rp68,56 triliun per tahun. Profesi sebagai bintang JAV (Japanese Adult Video) di negara ini tidak sepenuhnya dianggap tabu, terutama karena budaya Jepang memiliki pandangan yang lebih terbuka terhadap konsumsi konten dewasa dibandingkan banyak negara lainnya.
Menurut laporan Japan Today, pornografi di Jepang sangat mudah diakses. Hal ini mencerminkan bagaimana masyarakat Jepang memandang industri ini sebagai bagian dari budaya hiburan, meskipun tetap ada segmen masyarakat yang mengkritisinya. Bintang JAV sering kali dianggap seperti selebritas yang memiliki pengaruh besar di dunia hiburan, bahkan di luar industri dewasa.
Salah satu alasan banyak perempuan tergiur untuk masuk ke industri ini adalah gaya hidup mewah yang terlihat nyata pada para bintang JAV. Mereka sering tampil dalam acara TV, pemotretan majalah, dan proyek komersial lainnya. Kehidupan glamor ini menciptakan daya tarik yang sulit ditolak, terutama bagi mereka yang ingin cepat mendapatkan ketenaran atau penghasilan besar.
Gaji yang ditawarkan untuk bintang JAV sering kali mencapai angka yang luar biasa. Beberapa sumber menyebutkan bahwa seorang bintang terkenal dapat menghasilkan hingga Rp1,5 miliar atau lebih untuk satu proyek saja. Pendapatan ini jauh melampaui profesi konvensional di Jepang, menjadikannya pilihan yang menggiurkan bagi perempuan yang ingin hidup mandiri atau meraih kesuksesan finansial dalam waktu singkat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa keputusan menjadi bintang JAV sering kali melibatkan berbagai faktor kompleks, termasuk tekanan ekonomi, dorongan untuk meraih ketenaran, atau bahkan ketertarikan pada budaya industri itu sendiri. Beberapa bintang juga mengungkapkan bahwa mereka memiliki motivasi pribadi, seperti kebebasan berekspresi atau hasrat untuk menantang norma masyarakat.
Industri JAV di Jepang adalah fenomena yang tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya dan ekonomi negara tersebut. Meskipun memberikan peluang besar dalam hal penghasilan dan popularitas, profesi ini tetap memunculkan perdebatan etis dan sosial, baik di Jepang maupun di dunia internasional.
Cerita dari Emiri Okazaki, mantan bintang JAV asal Tokyo, memberikan gambaran nyata tentang alasan dan tekanan yang dialami perempuan yang terjun ke industri film dewasa di Jepang. Dalam video yang diunggah oleh akun YouTube Asian Boss pada 8 Mei 2018, Emiri mengungkapkan sisi emosional dan alasan di balik keputusannya menjadi bintang JAV, sekaligus memberikan perspektif tentang realitas industri tersebut.
Emiri memulai kariernya di industri film dewasa pada usia 21 tahun. Keputusannya diambil setelah ia menyadari bahwa mimpinya menjadi model dan aktris televisi terkenal sulit tercapai. Di tengah kekecewaannya, tawaran dari industri JAV tampak seperti jalan keluar untuk tetap berada di dunia hiburan, meski di jalur yang berbeda.
Menurut Emiri, menjadi bintang JAV memberikan peluang untuk mendapatkan perhatian publik, pengakuan, dan penghasilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya. Namun, pilihan ini datang dengan harga yang tidak ringan, terutama dalam aspek emosional dan sosial.
Meski bekerja di industri yang menjanjikan penghasilan besar, Emiri mengungkapkan bahwa kehidupannya jauh dari glamor. Ia sering menangis di lokasi syuting begitu kamera berhenti merekam. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bekerja sebagai bintang JAV bisa sangat berat secara psikologis, meskipun dari luar tampak menarik.