Robert Nozick mengkritik konsep "keadilan distributif" dengan menyoroti kesalahpahaman yang terkandung dalam istilah tersebut. Ia berpendapat bahwa penggunaan istilah ini memberi kesan bahwa kekayaan, pendapatan, dan peluang ada secara terpisah dari usaha manusia, seolah-olah mereka jatuh dari langit seperti "roti manna" dalam mitologi. Ini menciptakan pandangan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang bisa dan harus didistribusikan oleh pemerintah secara adil, tanpa memperhitungkan proses penciptaan dan sumbernya.
Nozick menegaskan bahwa kekayaan tidak muncul begitu saja. Sebaliknya, kekayaan adalah hasil dari kerja keras, inovasi, dan kreativitas individu. Dalam pandangannya, masyarakat tidak menemukan kekayaan yang siap untuk dibagikan, seperti menemukan kue yang sudah jadi di hutan. Kekayaan, menurut Nozick, adalah produk dari interaksi kompleks antara individu-individu yang memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai.
Dengan demikian, ide bahwa pemerintah harus berperan dalam mendistribusikan kekayaan dianggap menyesatkan oleh Nozick. Dia berargumen bahwa jika pemerintah atau lembaga lain campur tangan untuk redistribusi, mereka mengabaikan hak individu atas hasil kerja keras dan inisiatif pribadi mereka. Dalam pandangan Nozick, keadilan lebih berkaitan dengan menghormati hak individu dan kebebasan untuk menciptakan kekayaan, bukan pada konsep redistribusi yang seakan-akan memberi kesan bahwa kekayaan itu adalah sumber daya yang tersedia untuk dibagi secara merata.
Oleh karena itu, Nozick menolak gagasan keadilan distributif yang mengimplikasikan perlunya intervensi untuk memastikan hasil yang "adil" dan menekankan pentingnya kebebasan individu dalam penciptaan dan pengelolaan kekayaan.
Robert Nozick berpendapat bahwa distribusi kekayaan dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan dari cara orang membuat pilihan pribadi dalam hubungan sosial, termasuk persahabatan dan interaksi seksual. Ia mencatat bahwa dalam konteks sosial, ketika individu memilih dengan siapa mereka bergaul atau menjalin hubungan, hasil dari pilihan tersebut sering kali tidak merata. Beberapa orang mungkin memiliki banyak teman atau pasangan, sementara yang lain mungkin tidak memiliki banyak interaksi sosial yang memuaskan.
Dengan cara yang sama, Nozick menyamakan situasi ini dengan bagaimana interaksi ekonomi terjadi di pasar. Dalam pasar, ketika individu bebas membuat pilihan tentang transaksi ekonomi mereka, hasilnya juga akan bervariasi. Beberapa individu mungkin mengumpulkan kekayaan lebih banyak melalui usaha dan inovasi mereka, sementara yang lain mungkin berakhir dengan lebih sedikit kekayaan karena berbagai alasan, seperti kurangnya kesempatan atau ketidakmampuan untuk bersaing di pasar.
Nozick kemudian menantang argumen dari para pendukung redistribusi, seperti John Rawls atau G.A. Cohen, dengan mempertanyakan konsistensi logika mereka. Jika mereka menolak gagasan redistribusi dalam konteks hubungan sosial---seperti redistribusi seks atau persahabatan---maka mengapa mereka tidak juga menolak gagasan redistribusi kekayaan? Dia menunjukkan bahwa jika redistribusi kekayaan dianggap sebagai langkah yang adil atau perlu untuk mencapai keadilan sosial, maka konsistensi moral mengharuskan penolakan terhadap redistribusi dalam aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti hubungan interpersonal.
Dengan kata lain, Nozick berargumen bahwa kebebasan individu dalam membuat pilihan adalah esensi dari keadilan. Menuntut redistribusi kekayaan sama saja dengan mencoba mengatur hasil dari pilihan individu, yang mengabaikan hak-hak pribadi dan kebebasan memilih. Oleh karena itu, dia mempertahankan bahwa setiap upaya untuk mendistribusikan kekayaan secara paksa akan melanggar prinsip-prinsip kebebasan dan keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Robert Nozick menekankan bahwa inti dari masalah keadilan tidak terletak pada seberapa banyak atau sedikit kekayaan yang dimiliki seseorang, tetapi pada bagaimana kekayaan atau penghasilan tersebut diperoleh. Ia mengkritik berbagai teori keadilan, seperti egalitarianisme, utilitarianisme, dan Prinsip Perbedaan dari John Rawls, yang cenderung fokus pada mencocokkan pola kepemilikan tertentu. Dalam pandangan ini, keadilan sering dipandang sebagai upaya untuk mencapai keseimbangan tertentu dalam distribusi kekayaan, tanpa mempertimbangkan cara atau proses di balik perolehan kekayaan tersebut.
Nozick berargumen bahwa penilaian keadilan seharusnya berdasarkan pada proses yang menghasilkan kepemilikan. Dengan kata lain, jika seseorang memperoleh kekayaan melalui cara yang sah, adil, dan berdasarkan kerja keras atau inisiatif pribadi, maka tidak ada alasan untuk menganggap kepemilikan tersebut tidak adil, meskipun hasilnya mungkin tidak setara dengan orang lain. Hal ini berlawanan dengan pandangan egalitarian, yang mungkin akan berusaha mengatur ulang distribusi kekayaan agar lebih merata, tanpa mempertimbangkan proses yang membawa individu pada posisi mereka saat ini.
Misalnya, jika satu individu berhasil mengembangkan produk inovatif dan mendapatkan keuntungan besar, sementara individu lain gagal dalam usahanya, Nozick berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan ketidaksetaraan yang muncul dari situasi tersebut, selama kedua individu memperoleh hasilnya dengan cara yang adil. Dalam konteks ini, masalah mendasar yang harus diperhatikan adalah keadilan dalam proses perolehan kekayaan, bukan hasil akhirnya.