Para ulama mengingat kejahatan dan kekejaman yang dilakukan oleh Belanda (NICA) dan Jepang di Indonesia, yang menyebabkan ketidakstabilan dan gangguan terhadap kedaulatan negara. Mereka juga menyadari bahwa banyak pertempuran yang telah terjadi, di mana umat Islam menjadi bagian utama yang berjuang karena mereka merasa berkewajiban membela kemerdekaan dan agama.
Selain itu, pada saat itu pemerintah Republik Indonesia belum memberikan arahan atau tindakan yang jelas dalam menghadapi ancaman tersebut. Oleh sebab itu, ulama merasa perlu mengeluarkan seruan untuk melanjutkan perjuangan.
4. Keputusan
Resolusi ini menghasilkan dua keputusan penting:
a. Memohon sikap tegas pemerintah
Para ulama meminta pemerintah Republik Indonesia untuk menentukan sikap yang tegas dan nyata dalam menghadapi ancaman dari Belanda dan Jepang yang ingin menjajah kembali.
b. Perintah melanjutkan perjuangan
Resolusi ini menyerukan agar umat Islam melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" atau perjuangan di jalan Allah, untuk menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan agama Islam.
Makna Resolusi Jihad
Resolusi Jihad menjadi salah satu pemicu penting dalam Pertempuran Surabaya yang terjadi pada 10 November 1945. Fatwa dari KH Hasyim Asy'ari yang tertuang dalam Resolusi Jihad ini memberikan dasar religius kepada santri, ulama, dan masyarakat Muslim lainnya untuk terjun dalam medan perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ini menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan kedaulatan negara dianggap sebagai bentuk jihad fisabilillah, yang dalam konteks ini berarti perjuangan suci membela tanah air dan agama.
Keberanian dan tekad yang lahir dari resolusi ini menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia, dan itulah sebabnya pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015. Hari ini menjadi simbol penghormatan kepada peran santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.