Perilaku Hewan
Istilah "mencukur" dalam konteks tikus laboratorium merujuk pada perilaku sosial di mana seekor tikus menggunakan giginya untuk mencabut bulu dari wajah atau kepala rekannya selama proses saling merawat. Perilaku ini sering disebut sebagai barbering atau "grooming agresif." Biasanya, tikus yang melakukan tindakan ini (disebut sebagai "tukang cukur") akan mencabut bulu atau vibrissae (kumis sensorik) rekannya, terutama di area wajah, kepala, atau leher.
Perilaku ini dapat terjadi baik pada tikus jantan maupun betina, tanpa memandang jenis kelamin. Namun, perilaku ini lebih sering diamati dalam kelompok tikus yang hidup dalam lingkungan terkurung atau laboratorium, di mana hierarki sosial lebih kuat terbentuk. Barbering sering dianggap sebagai salah satu tanda dominasi sosial dalam kelompok tikus. Tikus yang mencukur bulu rekannya biasanya lebih dominan, sedangkan tikus yang bulunya dicukur dianggap berada dalam posisi sosial yang lebih rendah dalam hierarki tersebut.
Meski demikian, perilaku ini tidak selalu dianggap sebagai bentuk agresi fisik. Dalam beberapa kasus, tikus yang melakukan grooming atau mencukur bulu rekannya mungkin melakukannya sebagai bagian dari perawatan sosial yang intensif. Namun, ketika aktivitas ini berlebihan, menyebabkan kehilangan bulu secara signifikan, maka dapat menunjukkan adanya tekanan atau ketidakstabilan dalam dinamika kelompok, seperti kurangnya ruang, sumber daya, atau stimulasi.
Perilaku mencukur ini menarik perhatian peneliti karena dapat mempengaruhi interpretasi hasil penelitian pada tikus laboratorium. Hilangnya bulu atau kerusakan pada kulit akibat grooming yang berlebihan bisa mengaburkan data terkait percobaan perilaku atau kesehatan kulit, sehingga penting bagi peneliti untuk mengamati dan memahami dinamika sosial kelompok tikus yang sedang mereka pelajari.
Secara keseluruhan, "mencukur" pada tikus adalah perilaku kompleks yang terkait erat dengan interaksi sosial dan hierarki dominasi, serta dapat memberikan wawasan tentang kesejahteraan hewan dalam lingkungan laboratorium.
Kesimpulan
Sejarah tukang cukur rambut mencerminkan perkembangan budaya, sosial, dan ekonomi yang signifikan di berbagai peradaban. Dari peran penting tukang cukur dalam budaya Mesir kuno, di mana mereka dihormati sebagai bagian dari ritual keagamaan dan sosial, hingga zaman Romawi ketika tempat cukur menjadi pusat interaksi sosial, menunjukkan bahwa profesi ini lebih dari sekadar layanan fisik. Tukang cukur juga berfungsi sebagai simbol transisi dan kedewasaan, khususnya di kalangan pria Romawi, yang menganggap kunjungan ke tonsor sebagai bagian penting dari rutinitas sosial mereka.
Pada Abad Pertengahan, tukang cukur juga memainkan peran ganda sebagai ahli bedah dan dokter gigi, dengan melakukan berbagai prosedur medis yang sekarang dianggap berisiko. Mereka bahkan membentuk serikat pekerja yang kuat seperti Worshipful Company of Barbers di London, yang memberikan mereka status dan legitimasi dalam masyarakat. Meskipun tukang cukur pada akhirnya mengalami pergeseran peran ketika bedah menjadi lebih terpisah dari cukur, peran mereka dalam kesehatan dan estetika pada zaman tersebut sangat berpengaruh.
Dalam konteks Amerika Serikat pada pergantian abad ke-19, tukang cukur memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi dan budaya Afrika-Amerika. Tempat pangkas rambut Afrika-Amerika, yang awalnya melayani pelanggan kulit putih kaya, kemudian berkembang menjadi pusat komunitas di kalangan kulit hitam, menawarkan lebih dari sekadar layanan potong rambut, melainkan juga ruang untuk interaksi sosial dan diskusi politik.
Di Asia Tenggara, kebiasaan mencukur rambut dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional, di mana rambut dianggap suci dan hanya dipotong pada momen-momen penting. Namun, kedatangan bangsa Eropa membawa perubahan dalam gaya rambut, mempromosikan penampilan yang lebih rapi dan pendek, serta menurunkan popularitas penggunaan wig. Profesi tukang cukur di Batavia pada masa penjajahan didominasi oleh keturunan Tionghoa, yang terkenal dengan keahlian mereka dalam mencukur rambut, melayani baik orang lokal maupun perwira kolonial Belanda.