Kembali ke Jakarta, Raka dan Maya berdiskusi dengan jurnalis internasional yang selama ini membantu mereka. Mereka memutuskan untuk mempublikasikan temuan mereka ke media internasional.
Berita dugaan kecurangan di Kabupaten Melati pun menjadi sorotan. Publik kembali dibuat geram. Desakan untuk mengusut tuntas kasus tersebut semakin menguat.
Namun, reaksi dari pihak terkait di Kabupaten Melati justru sebaliknya. Mereka menggelar konferensi pers, membantah tuduhan kecurangan dan menyebutnya sebagai upaya untuk mendestabilisasi daerah.
Raka dan Maya menghadapi tekanan bertubi-tubi. Mereka kembali difitnah, diancam, dan bahkan ada upaya untuk mengkriminalisasi mereka.
Kali ini, perjuangan mereka terasa lebih berat. Masyarakat di Kabupaten Melati terbelah. Ada yang mendukung mereka, namun tak sedikit yang termakan propaganda pihak yang berkepentingan.
Raka dan Maya tidak patah semangat. Mereka terus berjuang untuk membongkar kebenaran, meski nyawa mereka terancam. Mereka yakin bahwa keadilan harus ditegakkan, apapun risikonya.
Kasus dugaan kecurangan di Kabupaten Melati pun akhirnya dibawa ke ranah hukum. Persidangan berjalan alot, diwarnai dengan berbagai upaya intervensi. Raka dan Maya menjadi saksi kunci, bersaksi dengan berani meski nyawa mereka terancam.
Namun, berbeda dengan kasus manipulasi real count, kali ini keadilan seolah enggan berpihak. Para pelaku berhasil lolos dari jeratan hukum. Bukti-bukti yang dikumpulkan Raka dan Maya dianggap tidak cukup kuat.
Raka dan Maya merasa kecewa dan frustrasi. Mereka kalah, namun mereka tidak menyerah. Mereka berjanji untuk terus berjuang, membongkar kebohongan dan menegakkan kebenaran, meski jalannya terjal dan penuh rintangan.
Kisah Raka dan Maya menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk demokrasi dan keadilan tidak pernah usai. Selalu ada pihak-pihak yang mencoba untuk memanipulasi dan membungkam suara kebenaran. Namun, selama masih ada orang-orang yang berani melawan, harapan untuk masa depan yang lebih baik akan tetap ada.
Epilog ini meninggalkan pertanyaan terbuka bagi pembaca. Apakah kasus manipulasi ini akan menjadi titik balik menuju perbaikan sistem pemilu di Indonesia, atau justru menjadi awal dari era kegelapan di mana suara rakyat semakin mudah dibungkam? Jawabannya tergantung pada kesadaran dan keberanian masyarakat untuk terus berjuang demi demokrasi dan keadilan.