Tiba-tiba, ponsel Raka berdering. Nomor tak dikenal. Dengan ragu-ragu, dia mengangkatnya.
"Raka, jangan selidiki lebih jauh," suara di ujung telepon terdengar dingin dan mengancam. "Kalau tidak, kamu dan orang-orang terdekatmu akan celaka."
Raka terdiam, tubuhnya bergetar. Ancaman itu nyata. Dia tahu ini bukan gertakan belaka.
Kembali ke ruang kerjanya, Raka termenung. Rasa takut dan khawatir bercampur aduk. Dia melirik ke Maya yang sedang fokus menganalisis data. Dia tahu dia tidak bisa mundur sekarang.
"Mbak Maya," suara Raka parau, "mereka mengancam saya."
Maya menghentikan aktivitasnya dan menatap Raka dengan tatapan prihatin. "Siapa? Mereka tahu tentang investigasi kita?"
Raka menceritakan tentang telepon misterius tersebut. Maya menghela napas.
"Ini semakin rumit, Raka. Tapi kita tidak bisa menyerah begitu saja. Kebenaran harus diungkap, apapun risikonya."
Raka menatap Maya dengan tatapan mantap. Dia tahu mereka berada di persimpangan yang berbahaya. Namun, tekad untuk mengungkap kebenaran semakin kuat membara di dadanya.
Bersama Maya, mereka memutuskan untuk melanjutkan investigasi secara lebih hati-hati. Mereka tahu mereka harus bergerak cepat sebelum para pelaku manipulasi berhasil menghilangkan jejak mereka.
Bab 3: Menuju Sumber dan Bayangan Kebohongan