Namun, pada tanggal 24 Januari 2024, pernyataan Jokowi berubah, dimana ia menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dapat mengikuti kampanye politik, dengan syarat bahwa mereka tidak menggunakan fasilitas negara yang telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Pasal 299 dan pasal 281.
Hal ini menandakan perubahan sikap yang signifikan dari sikap netralitas yang ditegaskan sebelumnya. Perubahan sikap Jokowi ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan kepercayaan publik terhadap komitmen politiknya.Â
Apakah pernyataan terbarunya mencerminkan sebuah strategi politik yang disengaja ataukah hanya respons terhadap tekanan politik atau dinamika tertentu dalam lingkungan politiknya, hal itu merupakan subjek dari spekulasi dan analisis lebih lanjut.
Sebagai pemimpin negara, keputusan dan pernyataan Jokowi memiliki dampak besar, karena dapat memengaruhi persepsi publik terhadap integritas dan netralitas institusi presiden dan wakil presiden dalam demokrasi.Â
Oleh karena itu, perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Jokowi memunculkan diskusi yang penting tentang prinsip-prinsip demokrasi, konsistensi politik, dan keadilan dalam proses politik.
2. Keberpihakan politik: Jokowi dikritik karena dianggap mendukung salah satu pasangan calon presiden. Hal ini terlihat dari beberapa kejadian, seperti kunjungannya ke daerah yang dipimpin oleh kandidat tersebut dan pernyataan-pernyataannya yang dianggap menguntungkan kandidat tersebut.Â
Kritik terhadap Jokowi yang disebut-sebut terlibat dalam keberpihakan politik muncul karena beberapa tindakan dan pernyataannya yang menimbulkan persepsi bahwa dia memberikan dukungan atau preferensi terhadap salah satu pasangan calon presiden dalam pemilihan umum.
Salah satu contoh yang disorot adalah kunjungan Jokowi ke daerah yang dipimpin oleh kandidat tersebut. Kunjungan semacam ini dianggap sebagai bentuk dukungan tidak langsung atau tanda-tanda kesetiaan politik terhadap pasangan calon tersebut.Â
Selain itu, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh Jokowi yang cenderung menguntungkan atau memuji kandidat tersebut juga menjadi bahan kritik. Kritik terhadap keberpihakan politik Jokowi menyoroti isu penting dalam politik, yaitu netralitas dan integritas pemimpin dalam proses politik.Â
Dalam sistem demokrasi yang sehat, diharapkan bahwa pemimpin negara harus bersikap netral dan tidak memihak kepada kandidat tertentu, sehingga dapat menjaga keseimbangan dan keadilan dalam kompetisi politik.
Oleh karena itu, ketika pemimpin negara seperti Jokowi dianggap terlibat dalam keberpihakan politik, hal tersebut dapat merusak kepercayaan publik terhadap integritas institusi presiden dan wakil presiden, serta menimbulkan keraguan tentang kemampuan mereka untuk memimpin negara secara adil dan netral.Â