Mereka semua saling menatap, merasakan bahwa langkah-langkah ini akan menentukan arah perang politik yang sedang mereka hadapi. Dalam bab ini, konflik internal dan taktik yang dipilih untuk menggunakan politik uang menjadi semakin kompleks, menciptakan ketegangan yang merayapi setiap keputusan.
Bab 3: Bayang-Bayang Rupiah Terbuka
Pekan berlalu, kampanye semakin memanas di seluruh negeri. Di markas besar lawan, mereka juga tidak tinggal diam. Di kantor berbingkai kaca, Angga Prasetyo, politisi muda yang tajam, memimpin rapat strategi.
"Saudara-saudara, kita perlu bersiap-siap menghadapi serangan politik dari PRI. Mereka memiliki sumber daya finansial yang besar," ujar Angga dengan serius.
Sekretaris partai, Dina, mengangkat tangan. "Tapi, apakah kita akan melakukan hal yang sama? Mungkin kita bisa mencari donatur yang setara untuk menyamakan kekuatan."
Angga tersenyum tipis. "Kita harus tetap berpegang pada prinsip. Politik uang merusak demokrasi. Mari fokus pada kebijakan dan kepentingan rakyat."
Di sisi lain kota, Daniel dan timnya melihat berita di televisi yang menyoroti bantuan keuangan yang mereka berikan kepada masyarakat. Priya tersenyum puas, "Ini akan membuat kita tampak sebagai pahlawan rakyat."
Maya memandang Priya dengan ekspresi ragu. "Tapi, apakah ini benar-benar baik untuk negara?"
Daniel menjawab, "Kita hanya memanfaatkan sistem yang ada. Jangan lupa, kita sedang berperang, dan dalam perang, terkadang kita perlu mengorbankan sedikit prinsip untuk mencapai kemenangan."
Sementara itu, di ruang redaksi sebuah media investigasi, seorang jurnalis, Rini, mulai menggali informasi tentang aliran dana kampanye. "Ada sesuatu yang tidak beres di balik bantuan ini. Kita perlu menyelidiki lebih dalam."
Bab ini menyoroti ketegangan yang semakin memuncak di antara kedua kubu, dengan konflik moral yang semakin memanas. Sementara kampanye berlangsung di mata publik, di balik layar, misteri politik uang semakin terkuak, membuka babak baru dalam pertempuran untuk memenangkan pemilu.