Bab 1: Keheningan di Antara Rupiah
Angin malam bertiup sepoi-sepoi di Jakarta, membawa aroma kemenangan yang terasa di udara. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, seolah menyimpan rahasia-rahasia politik yang sedang berkecamuk di balik dinding-dinding marmer. Di ruang rapat Partai Rakyat Indonesia (PRI), atmosfer tegang terasa seperti petir sebelum kilat melintas.
Dalam ruang yang penuh dengan cahaya redup, Kepala Staf Kampanye, Daniel Tanuwijaya, duduk di ujung meja bundar. Wajahnya yang tajam mencerminkan kecerdasan dan ketegasan. Di sekelilingnya, tim kampanye sibuk menyusun strategi untuk memenangkan Pemilu 2024.
Daniel menarik napas dalam-dalam. "Kita perlu memenangkan pemilu ini, tidak peduli apa yang harus kita lakukan."
Maya, analis politik muda yang cerdas, menyahut, "Tapi, Daniel, lawan kita memiliki sumber daya yang lebih besar. Bagaimana kita bisa bersaing?"
Daniel tersenyum tipis. "Maya, politik adalah permainan uang. Kita harus cerdas menggunakan kekayaan kita."
Saat itu, pintu ruang rapat terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Priya, seorang pengusaha sukses yang dikenal sebagai donatur utama partai. Dia masuk dengan langkah pasti, sambil menyodorkan sejumlah koper berisi uang dalam pecahan rupiah.
"Saya yakin, Priya, kita bisa memanfaatkan dukungan finansial Anda dengan bijak untuk meraih kemenangan," ujar Daniel sambil memberi hormat pada Priya.
Priya tersenyum misterius. "Uang bisa menjadi senjata paling mematikan, asalkan kita tahu kapan dan bagaimana menggunakannya."
Maya melirik uang yang disodorkan Priya, tangan bergerak tanpa sadar ke arah koper itu. "Tapi, apakah ini etis?"
Priya hanya tertawa, "Etika adalah alat yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang kalah. Kita berada dalam perang politik, dan dalam perang, yang paling kuat yang akan bertahan."