Yang kedua: tulus-tidak selalu merasa berhak. Ma Nung tipikal masyarakat Sunda yang ramah dan taat beribadah.Â
Pekerjaannya dilakukan sebagai bagian ibadah. Beliau hanya mengambil bila kami persilakan.Â
Karena ketulusannya itu, sejak awal kami selalu berbagi masakan rumah untuk keluarganya. Pun bila ada makanan yang kami beli, kami sering menyisihkan sebagian untuknya. Anak-anaklah yang mengantarkan makanan itu untuk keluarga beliau.
Yang ketiga: menerima gaji dan menyesuaikan dengan pola hidup keluarganya. Rumah tangga keluarga Ma Nung dinyalakan dari penghasilan beliau dan suaminya. Upah mingguan diberikan setiap hari sabtu.
Keluarga Ma Nung tidak neko-neko. Wajar kalau sesekali bersantap sedikit mewah saat acara keluarga atau hari raya.Â
Mereka juga merencanakan piknik keluarga besar di tempat-tempat melancongnya orang ibu kota.
Yang keempat: jujur. Saya sering mendengar cerita jika ART berperilaku tidak jujur.Â
Ketidakjujuran dari hal kecil seperti mengambil sabun cuci (untuk dipakai di rumah), uang receh sisa belanja (sekedar untuk jajan atau disisihkan untuk melengkapi kebutuhan), menyembunyikan barang tertentu (dengan maksud pemiliknya akan lupa), sampai ke tindakan kriminal, mencuri uang majikan atau benda-benda berharga lainnya.
Tapi syukurlah, Ma Nung memiliki karakter yang jujur.
Yang kelima: kreatif. Kreativitas Ma Nung nampak di tugas hariannya, memasak. Beliau memegang uang belanja dan mengatur pembelian sebagian bahan-bahan masakan.
Biasanya istri memberikan uang belanja dan resep untuk membuat masakan tertentu bagi anak-anak. Beliau dapat merealisasikannya. Bahkan beberapa kali berkreasi memasak makanan yang tidak biasa, seperti oseng bunga pepaya, oseng daun pepaya, tongkol suwir pedas, dan aneka olahan sayur santan yang disukai anak-anak.Â