Maka datang 3 anak Punk duduk di depan saya. Dan mereka merokok. Dan saya sedang tidak membawa masker. Dan air minum.
Maka kereta berjalan.
Sepanjang perjalanan 3 anak itu bercerita aneh-aneh. Saya melihat bahwa mereka sebenarnya banyak sekali memiliki sisi baik. Solidaritas dan soliditas mereka tak ada yang mengalahkan. Jika ada sebotol air atau seplastik makanan di satu orang, maka orang itu pasti membaginya ke orang yang terdekat. Entah dengan cara yang menurut orang tua tidak sopan, tapi prinsip berbagi telah mereka laksanakan -jauh mengungguli koruptor di Senayan.
Jika mereka bersatu dalam suatu acara -seperti konser-, meskipun kumpulan mereka tidak teratur dan tidak ada yang mengatur, mereka dapat mengenali satu sama lain dalam kumpulannya dengan cara yang tak bisa saya mengerti.
Jika mungkin ada kakek-nenek yang lewat dekat mereka, mereka tidak segan-segan mempersilahkan mereka duduk dan berganti untuk berdiri. Prinsip penghormatan kepada orangtua telah mereka laksanakan, msekipun bagi sebagian orang kata-kata yang mereka sampaikan perlu dibenahi.
Punk adalah sistem cara hidup yang diterapkan oleh pengikut setianya, yang saya lihat bukan hanya sekedar gerombolan anak-anak yang suka melihat konser dengan anarki, tapi lebih dalam melihat paradigma itu, mereka adalah sekedar anak-anak muda yang menginginkan hidup bebas dan menjunjung tinggi persatuan sesamanya.
Mungkin
Kemudian kereta berhenti sebentar di stasiun -lupa namanya
Seperti yang saya tulis tadi, dari stasiun ini naik pasangan kakek-nenek yang hendak ke Surabaya seperti saya, dan ketika lewat, 3 anak Punk tadi langsung berdiri dan me-monggo-kan untuk duduk.
Maka cerita baru dimulai.
Bapak tua mulai beraksi, "Ulahopo arek-arek iki kok rame-rame? Kate daftar ABRI tah?"