Mohon tunggu...
Ahamad Ridwan
Ahamad Ridwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi: renang, kepribadian: baik dan tidak sombong, topik konten: meng upload karya tulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kaidah "Sesuatu yang Meyakinkan Tidak Dapat Hilang Hanya dengan Keraguan"

23 November 2023   18:07 Diperbarui: 23 November 2023   18:12 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

 

Dalam semua kehidupan, aturan persuasif adalah dasar bagi keberlangsungan keyakinan dan gagasan.

Sebab di balik kuatnya aturan tersebut terdapat keajaiban yang membuat kita mampu bertahan meski di tengah badai keraguan yang menerpa kita.

Keraguan bisa menjadi sebuah tantangan, namun tetap tabah di tengah kesulitan adalah hal yang menenangkan.

Ada kebenaran mendalam bahwa tidak ada hal menarik yang bisa hilang hanya karena kecurigaan.

Keraguan mungkin mengalir melalui keyakinan kita seperti angin sejuk, namun aturan-aturan ini kuat, sehingga menjadi koktail mental yang membangun ketahanan dan ketahanan.

Saat kita hidup, terkadang keraguan menghiasi pikiran kita, dan keraguan merayap seperti kabut yang mengelilingi kepastian.

Namun, betapapun kuatnya keraguan kita, aturan-aturan yang berakar kuat dalam iman kita tidak dapat dengan mudah digoyahkan.

Mereka ibarat akar yang menyatu dengan tanah dan tetap tangguh meski diterpa badai.

Artikel ini menggambarkan fenomena unik di mana aturan-aturan seperti nilai, keyakinan, dan prinsip hidup dapat tetap dipertahankan keberadaannya meski dipertanyakan.

Kami mengeksplorasi bagaimana kebenaran yang meyakinkan dapat menjadi cahaya dalam kegelapan keraguan, dan bagaimana aturan-aturan ini dapat berfungsi sebagai panduan langsung dalam kompleksitas kehidupan.

PENJELASAN

 Ungkapan "kaidah sesuatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan" mengacu pada prinsip dalam yurisprudensi Islam (fiqh) yang menyatakan bahwa sesuatu yang pasti tidak dapat dibatalkan dengan keraguan saja.

Prinsip ini menekankan pentingnya kepastian dalam hal keyakinan dan tindakan.

Ini menegaskan bahwa sekali sesuatu ditetapkan dengan pasti, itu tidak dapat dinegasikan oleh keraguan belaka, dan sebaliknya.

Prinsip ini berasal dari sumber-sumber hukum Islam dan memiliki implikasi praktis dalam berbagai aspek hukum Islam dan kehidupan sehari-hari.

Sumber-sumber tersebut memberikan wawasan tentang penerapan dan pentingnya prinsip ini dalam yurisprudensi Islam.

Mereka membahas bagaimana kepastian tidak bisa dikalahkan oleh keraguan dan memberikan contoh penerapannya dalam berbagai situasi, termasuk ibadah, transaksi, dan masalah pengambilan keputusan.

Prinsip ini menjadi konsep dasar dalam penalaran hukum Islam dan menjadi pedoman bagi individu untuk tetap teguh pada keyakinan dan perbuatannya.

Untuk memahami sepenuhnya prinsip ini dan penerapannya, kami menyarankan Anda merujuk pada sumber spesifik yang muncul di hasil pencarian.

Sumber-sumber ini memberikan pembahasan dan penjelasan rinci tentang prinsip-prinsip, maknanya, dan relevansi praktisnya dalam yurisprudensi Islam dan kehidupan sehari-hari.

APLIKASI KAIDAH DALAM FATWA

  • Fatwa DSN-MUI No.

48/DSN-MUI/II/2005 memperbolehkan lembaga keuangan syariah untuk mengubah jadwal pelunasan pinjaman Murabahah bagi nasabah yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam jumlah dan waktu yang telah disepakati.

Ketentuan pokok fatwa ini adalah:

  • Restrukturisasi utang tidak boleh menambah saldo pinjaman.
  • Biaya-biaya yang timbul dalam rangka restrukturisasi utang harus merupakan biaya yang sebenarnya.
  • Perpanjangan jangka waktu pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.1,2,3
  • Fatwa ini memberikan kerangka kerja bagi lembaga keuangan Islam untuk mengatasi tantangan keuangan pelanggannya dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keuangan Islam.
  • Hal ini untuk memastikan proses penjadwalan ulang berlangsung adil dan sesuai dengan ajaran Islam.
  • Fatwa DSN-MUI No.

49/DSN-MUI/II/2005 membahas tentang konversi akad Murabahah.

Hal ini memungkinkan lembaga keuangan Islam untuk mengubah akad Murabahah menjadi akad baru bagi nasabah yang tidak mampu memenuhi kewajiban pembiayaan Murabahah sesuai jumlah dan tenggat waktu yang telah disepakati.

Ketentuan pokok fatwa ini adalah:

  • Akad murabahah dapat diakhiri dengan menjual harta murabahah sebesar nilai pasar kepada lembaga keuangan, setelah itu nasabah membayar sisa utang hasil penjualan.
  • Jika hasil penjualan melebihi sisa hutang, maka kelebihannya dapat dijadikan titipan untuk akad baru seperti ijarah atau sebagai bagian modal untuk akad mudarabah dan musyarakah.
  • Jika hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang, maka sisa hutang akan tetap ada dan metode pembayaran akan dinegosiasikan antara lembaga keuangan dan pelanggan.
  • Lembaga keuangan dan nasabah dapat mengadakan akad baru seperti Ijarah, Mudaraba dan Musharakah berdasarkan fatwa terkait DSN-MUI 4, 5, 6 .

Fatwa ini memberi lembaga keuangan Islam kerangka kerja untuk menghadapi situasi di mana nasabah gagal memenuhi kewajiban pinjaman Murabahah mereka dan memastikan bahwa prosesnya sejalan dengan prinsip dan pedoman Islam.

  • Fatwa DSN-MUI No.

54/DSN-MUI/X/2006 menjelaskan tentang konsep kartu syariah yang fungsinya mirip dengan kartu kredit namun tetap dalam kerangka prinsip syariah.

Fatwa tersebut memuat berbagai ketentuan terkait kartu syariah, antara lain ketentuan umum, ketentuan hukum syariah, ketentuan akad, batasan, biaya, denda, dan peraturan final.

Hal ini memperbolehkan penggunaan kartu syariah dalam kondisi tertentu dan memberikan pedoman kerangka kontrak, termasuk penggunaan kontrak kafala (jaminan) dan kontrak kartu (pinjaman)7, 8, 9.

Fatwa menetapkan parameter penerbitan dan penggunaan kartu Syariah dan memastikan bahwa kartu tersebut mematuhi prinsip dan pedoman Syariah.

Ini memberikan kerangka komprehensif untuk pengoperasian kartu Syariah dalam sistem keuangan Islam.

KESIMPULAN

 Kaidah "sesuatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan" dalam yurisprudensi Islam menegaskan bahwa sesuatu yang pasti tidak dapat dibatalkan hanya dengan keraguan. Prinsip ini diterapkan dalam fatwa DSN-MUI terkait restrukturisasi utang, konversi akad Murabahah, dan konsep kartu syariah. Fatwa ini memberikan kerangka kerja bagi lembaga keuangan Islam dalam menghadapi situasi di mana nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban mereka dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip keuangan Islam.

 

AHMAD RIDWAN 

AKUNTANSI SYARI'AH 22A

 STEI SEBI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun