APLIKASI KAIDAH DALAM FATWA
- Fatwa DSN-MUI No.
48/DSN-MUI/II/2005 memperbolehkan lembaga keuangan syariah untuk mengubah jadwal pelunasan pinjaman Murabahah bagi nasabah yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam jumlah dan waktu yang telah disepakati.
Ketentuan pokok fatwa ini adalah:
- Restrukturisasi utang tidak boleh menambah saldo pinjaman.
- Biaya-biaya yang timbul dalam rangka restrukturisasi utang harus merupakan biaya yang sebenarnya.
- Perpanjangan jangka waktu pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.1,2,3
- Fatwa ini memberikan kerangka kerja bagi lembaga keuangan Islam untuk mengatasi tantangan keuangan pelanggannya dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keuangan Islam.
- Hal ini untuk memastikan proses penjadwalan ulang berlangsung adil dan sesuai dengan ajaran Islam.
- Fatwa DSN-MUI No.
49/DSN-MUI/II/2005 membahas tentang konversi akad Murabahah.
Hal ini memungkinkan lembaga keuangan Islam untuk mengubah akad Murabahah menjadi akad baru bagi nasabah yang tidak mampu memenuhi kewajiban pembiayaan Murabahah sesuai jumlah dan tenggat waktu yang telah disepakati.
Ketentuan pokok fatwa ini adalah:
- Akad murabahah dapat diakhiri dengan menjual harta murabahah sebesar nilai pasar kepada lembaga keuangan, setelah itu nasabah membayar sisa utang hasil penjualan.
- Jika hasil penjualan melebihi sisa hutang, maka kelebihannya dapat dijadikan titipan untuk akad baru seperti ijarah atau sebagai bagian modal untuk akad mudarabah dan musyarakah.
- Jika hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang, maka sisa hutang akan tetap ada dan metode pembayaran akan dinegosiasikan antara lembaga keuangan dan pelanggan.
- Lembaga keuangan dan nasabah dapat mengadakan akad baru seperti Ijarah, Mudaraba dan Musharakah berdasarkan fatwa terkait DSN-MUI 4, 5, 6 .
Fatwa ini memberi lembaga keuangan Islam kerangka kerja untuk menghadapi situasi di mana nasabah gagal memenuhi kewajiban pinjaman Murabahah mereka dan memastikan bahwa prosesnya sejalan dengan prinsip dan pedoman Islam.
- Fatwa DSN-MUI No.
54/DSN-MUI/X/2006 menjelaskan tentang konsep kartu syariah yang fungsinya mirip dengan kartu kredit namun tetap dalam kerangka prinsip syariah.
Fatwa tersebut memuat berbagai ketentuan terkait kartu syariah, antara lain ketentuan umum, ketentuan hukum syariah, ketentuan akad, batasan, biaya, denda, dan peraturan final.
Hal ini memperbolehkan penggunaan kartu syariah dalam kondisi tertentu dan memberikan pedoman kerangka kontrak, termasuk penggunaan kontrak kafala (jaminan) dan kontrak kartu (pinjaman)7, 8, 9.
Fatwa menetapkan parameter penerbitan dan penggunaan kartu Syariah dan memastikan bahwa kartu tersebut mematuhi prinsip dan pedoman Syariah.