Di usianya yang sudah senja, Yai Usman merasa bersyukur bahwa ia masih diberi kesempatan untuk berbuat baik. Setiap hari baginya adalah kesempatan baru untuk menanam amal, seperti seorang petani yang menanam benih di ladang. Ia tidak pernah tahu kapan hasilnya akan dituai, tapi ia yakin Allah tidak pernah lalai mencatat setiap usaha hamba-Nya.
Malam semakin larut, namun hati Yai Usman terasa semakin terang. Ia mengambil Al-Qur'an yang selalu ia simpan di sudut serambi masjid, membacanya dengan khusyuk, menyelami setiap maknanya. Di sela-sela bacaannya, ia berdoa, "Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang selalu menjaga amanah-Mu. Bimbinglah aku agar tetap berada di jalan-Mu, hingga akhir hayatku."
Bagi Yai Usman, hidup bukan tentang seberapa banyak yang telah ia capai, melainkan seberapa banyak ia bisa memberi manfaat. Ia percaya bahwa setiap langkah kecil menuju kebaikan adalah investasi menuju keabadian, investasi untuk mendapatkan senyum rida Allah di akhirat nanti. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H