Baginya, keberkahan lebih penting daripada sekadar keuntungan materi. Hal ini membuatnya dihormati, bukan hanya sebagai seorang pedagang, tetapi juga sebagai teladan dalam bermasyarakat.
Kesahajaan adalah cerminan hidupnya. Rumah Yai Usman sederhana, tanpa ornamen mewah. Namun, rumah itu selalu terbuka untuk siapa saja yang membutuhkan tempat berteduh atau sekadar berbagi cerita. Ia percaya bahwa kesahajaan bukan berarti kekurangan, melainkan kemampuan untuk merasa cukup dan bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah.
Dan memberi, itu adalah inti hidupnya. Setiap panen hasil kebun, sebagian selalu ia sisihkan untuk tetangga yang kurang mampu. Setiap kali ada rezeki lebih, ia gunakan untuk membantu perbaikan fasilitas umum, seperti masjid atau jalan kampung. Ia sering berkata, "Jika tangan kita sering memberi, Allah akan selalu membuat kita cukup, bahkan lebih."
Hidup Yai Usman menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dalam kesederhanaannya, ia menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki segalanya, melainkan tentang bagaimana kita bisa menjadi manfaat bagi sesama. "Hidup ini singkat," katanya, "jadilah cahaya bagi orang lain, meskipun kecil, karena gelap tak pernah bisa menang dari terang."
***
Malam itu, setelah menunaikan salat isya, Yai Usman duduk di serambi masjid. Ia merenungi perjalanan hidupnya yang sederhana namun penuh makna. Di tengah kesunyian malam, ia mengingat ayat Al-Qur'an yang menjadi pedoman hidupnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa: 58)
Ayat itu senantiasa menguatkan langkahnya untuk terus menjaga kejujuran dan amanah, meskipun sering kali harus menghadapi godaan dunia. Baginya, rida Allah adalah tujuan utama, dan kejujuran adalah jalan menuju rida-Nya.
Sambil memandangi langit malam yang bertabur bintang, Yai Usman merasakan kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dalam hati, ia berdoa agar Allah selalu memberinya kekuatan untuk terus berada di jalan yang benar, jalan yang penuh dengan keikhlasan dan tanggung jawab.
Ia teringat bagaimana ayat itu telah menuntunnya dalam berbagai keputusan sulit. Seperti saat ia harus menyelesaikan sengketa tanah antarwarga beberapa tahun lalu. Meski kedua belah pihak mencoba memengaruhinya dengan berbagai tawaran, ia tetap teguh memutuskan perkara dengan adil, sesuai dengan kebenaran.
"Keadilan itu berat, tapi itulah amanah," gumamnya saat itu. Keputusannya memang tidak membuat semua pihak senang, tetapi dalam jangka panjang, ia melihat bagaimana kebenaran akhirnya membawa kedamaian.