Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Ibu

18 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 18 Januari 2025   10:40 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: islamic-relief.org.uk

Pagi itu, embun masih menggantung di dedaunan, membiaskan sinar matahari yang mulai mengintip dari ufuk timur. Firda menutup mushaf Al-Qur'an di pangkuannya dengan lembut, seolah-olah takut mengganggu keheningan yang menyelimuti suasana. Sesaat ia terdiam, matanya menatap langit yang biru pucat, seolah mencari makna dari setiap ayat yang baru saja ia resapi.

Udara subuh yang sejuk menyusup lembut, menyentuh kulit dan meresap hingga ke tulang, namun di dalam hatinya, ia merasakan kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ketenangan itu seperti oase yang menyejukkan, memberi energi dan semangat baru untuk menjalani hari. Setiap kata, setiap huruf dari kitab suci yang ia lantunkan, bagaikan alunan doa yang mengalir langsung ke relung jiwanya, menghadirkan damai yang tak tergantikan.

Firda tak pernah terburu-buru dalam membaca. Setiap ayat ia nikmati dengan pelan, berhenti sejenak untuk menatap terjemahannya, kemudian mencatat beberapa hal yang menggetarkan hatinya. Kadang, bila ada ayat yang dianggap penting sebagai referensi, Firda membaca berulang kali agar bisa menancapkan dalam memori otaknya.

Di sampingnya, buku catatan kecil sudah penuh dengan goresan tinta. Di sana, ia menyimpan pemikirannya, pemahaman sederhana yang dia dapat dari tiap ayat yang ia baca. Al-Qur'an adalah sahabat setianya.

Setiap pagi, selepas subuh, Firda selalu meluangkan waktu untuk membaca ayat-ayat Allah. Bukan sekadar ritual harian, tapi sebagai sumber kekuatan dan ketenangan jiwa. Ia tak pernah merasa lebih hebat karena itu. Baginya, Al-Qur'an adalah penuntun, bukan untuk dipamerkan.

Firda hanyalah seorang perempuan muslimah yang sederhana. Tinggal di desa kecil, dengan pakaian yang tak pernah mencolok. Penampilannya bersahaja, kerudung yang selalu rapi menutupi kepala, dan langkahnya penuh ketulusan. Orang-orang mengenalnya sebagai perempuan yang jarang berbicara, namun ketika ia berbicara, kata-katanya membawa kedamaian bagi siapa pun yang mendengarnya.

Suatu hari, desanya geger dengan kabar tentang perlombaan ceramah untuk perempuan muda. Sebagian besar tetangga langsung menyarankan Firda untuk ikut serta.

"Kamu harus ikut, Fir. Kau tahu banyak tentang Al-Qur'an," kata Laily, sahabat karibnya.

Firda hanya tersenyum kecil. "Aku tak pandai bicara di depan banyak orang," jawabnya pelan.

Laily tak menyerah, "Kau tak perlu pandai bicara, Fir. Cukup sampaikan apa yang selalu kau sampaikan padaku. Tentang kebaikan, tentang Al-Qur'an, dan hidup dengan hati yang lapang."

Namun, di balik senyuman lembut itu, Firda menyimpan kegelisahan. Bukan hanya karena ia kurang percaya diri, tetapi juga karena ada kenangan yang selalu mengganggu setiap kali ia dihadapkan pada situasi penting. Kenangan tentang ibunya.

Ibunya adalah sosok yang luar biasa. Ketika Firda dan delapan saudaranya masih kecil, ayah mereka meninggal dunia. Waktu itu, Firda adalah anak yang paling tua, baru berusia sembilan tahun.

Sang ibu, yang hanya mengandalkan warung kelontong kecil di pinggir desa, mendadak harus menjadi tulang punggung bagi sembilan anak yang masih kecil. Warung itu bukan sekadar tempat untuk berdagang, tetapi juga tempat sang ibu mengajar anak-anak mengaji.

"Ibu selalu bilang, 'Di sini, kita belajar dengan hati, bukan hanya dengan mulut.' Dan dia mengajarkan kami semua untuk selalu rendah hati, meskipun kami hidup dalam kesulitan," Firda bercerita pada Laily, suatu hari.

Di warung itu, ibunya mengajarkan mengaji bagi anak-anak yang merasa malu untuk datang ke masjid. Setiap malam selepas Isya, ibu Firda dengan sabar duduk di lantai tanah yang dingin, membimbing mereka membaca huruf demi huruf Al-Qur'an. Suara lembutnya masih terngiang di telinga Firda sampai sekarang.

Ibunya tidak pernah mengeluh, meskipun harus bekerja keras dari pagi hingga larut malam. Meskipun hanya dari warung kecil itulah, ia mampu membiayai anak-anaknya hingga semuanya tumbuh menjadi orang-orang yang bisa berdiri di atas kaki mereka sendiri.

"Ibu adalah sosok yang penuh keberanian," pikir Firda . Namun, di balik itu, ada rasa perih yang selalu ia sembunyikan---rasa kehilangan ayah dan beban berat yang harus ditanggung sang ibu.

Setiap kali Firda dihadapkan pada momen penting dalam hidupnya, kenangan tentang perjuangan ibunya selalu menghantui. Ada perasaan tidak ingin mengecewakan, seakan segala usahanya belum cukup untuk membalas semua pengorbanan itu.

***

Tibalah hari perlombaan. Firda mengenakan baju sederhana seperti biasanya, dengan kerudung yang membingkai wajahnya. Ketika tiba gilirannya untuk tampil, hatinya berdegup kencang. Di depan banyak orang, tangannya gemetar, dan pikirannya kembali kepada ibunya. Bagaimana ibunya dulu, tanpa kenal lelah, menghadapi kehidupan dengan penuh keberanian. Bagaimana ibunya selalu bisa menyentuh hati orang lain, tidak dengan kata-kata yang banyak, tetapi dengan tindakan nyata.

Saat Firda mulai berbicara, kata-katanya terdengar terputus-putus. Namun, perlahan-lahan, ia mendapatkan kekuatan dari kenangan tentang ibunya. Menyeruak tajam dalam pikirannya.

"Saya ingin bercerita tentang seorang perempuan yang mengajarkan saya arti kesederhanaan dan kekuatan. Seorang ibu yang merawat sembilan anaknya sendirian, setelah ditinggal suaminya. Dia menghidupi kami dari warung kelontong kecil, dan di warung itu pula, dia mengajarkan anak-anak desa mengaji. Dia selalu bilang, 'Di sini, kita belajar dengan hati, bukan hanya dengan mulut.' Itulah pelajaran terbesar yang saya terima sepanjang hidup saya."

Setiap kalimat yang keluar dari bibir Firda bagaikan air yang menyejukkan jiwa para pendengarnya. Cerita tentang ibunya membuat banyak orang terharu. Mereka bisa merasakan betapa besar cinta dan pengorbanan yang telah diberikan oleh sang ibu.

"Saban sepertiga malam ibu bangun, saat azan subuh berkumandang, dia membangunkan anak-anaknya. Satu per satu. Ibu tempelkan tangannya di telapak kaki anak-anaknya seraya bilang, "Yuk, jamaah sholat subuh."

Suaranya lembut tapi penuh ketegasan, mengalirkan kehangatan yang sulit ditolak. Meski mata masih berat, sentuhan tangan ibu di telapak kaki berasa seperti panggilan penuh kasih. Seolah mengingatkan bahwa waktu subuh adalah momen terbaik untuk mendekatkan diri kepada-Nya.  
"'Bersama keluarga, pahala lebih besar,' kata ibu sambil tersenyum.

"Anak-anaknya perlahan bangun, sebagian mengusap mata, sebagian lagi menggeliat malas, namun tak ada yang bisa menolak kehangatan pagi yang dimulai dengan jamaah subuh bersama ibu."  

Firda tidak hanya bercerita tentang kebaikan dan ajaran Al-Qur'an, tetapi tentang cinta tanpa syarat yang ditunjukkan melalui tindakan sederhana sehari-hari.

Firda tak pernah membanyangkan namnya masuk lima pemenang yang mendapat hadiah dari panitia lomba. Meski tidak dinobatkan juara pertama,  tidak ada yang bisa menyangkal bahwa dia telah memenangkan hati orang-orang di sekitarnya.

Setelah perlombaan, banyak orang datang kepadanya, bukan untuk memuji, tapi untuk mendengarkan lebih banyak. Mereka ingin berbagi cerita, meminta nasihat, atau sekadar mendengarkan kata-kata yang menenangkan jiwa.

Hidup Firda kembali seperti semula. Pagi-paginya diisi dengan membaca Al-Qur'an, sorenya dengan buku-buku yang semakin memperkaya jiwanya. Namun, satu hal telah berubah: Firda kini memahami bahwa meskipun ia bukan orang besar, kesederhanaan dan ketulusannya adalah kekuatan yang tak tergantikan. Ia pun menyadari bahwa cinta ibunya, yang begitu kuat dan tulus, telah menjadi sumber kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi dunia.

Kesederhanaan bukanlah kekurangan, melainkan kekuatan. Firda telah membuktikan bahwa cahaya terbesar datang dari hati yang tulus dan hidup yang sederhana, serta bagaimana Al-Qur'an bisa menjadi sumber ketenangan dan kekuatan yang luar biasa. Dan dari ibunya, Firda belajar bahwa cinta dan pengorbanan adalah kekuatan paling murni yang bisa membuat seorang perempuan menjadi luar biasa.

Setelah perlombaan, Firda tidak langsung kembali ke rutinitasnya. Ada rasa ingin berbagi lebih banyak dengan orang-orang, terutama kepada mereka yang merasa kesepian atau terabaikan.

Salah satu keputusan besar yang ia ambil adalah mulai membuka kelas mengaji bagi anak-anak di desanya. Warung kecil tempat ibunya mengajar kini tak hanya menjadi tempat jualan, tetapi juga pusat pembelajaran. Anak-anak datang bukan hanya untuk membeli barang, tetapi juga untuk belajar.

Setiap hari selepas Isya, Firda mengajari mereka mengaji, dengan cara yang sama seperti yang diajarkan oleh ibunya dahulu. Terkadang, Firda juga menceritakan kisah hidup ibunya yang penuh ketulusan, agar mereka bisa belajar dari contoh nyata.

Pada suatu malam yang sepi, Firda duduk di halaman rumahnya, menatap langit yang penuh bintang. Ia teringat pada ibunya yang dulu selalu berbicara tentang bagaimana Allah selalu menjaga hamba-Nya yang berserah diri. "Ibu," bisiknya, "aku sudah belajar, bahwa setiap langkah yang aku ambil, adalah untuk meneruskan apa yang telah ibu ajarkan. Dan aku akan terus mengajarkannya, dengan cara yang sederhana."

Cahaya di balik kesederhanaan itu kini bersinar terang, memberi inspirasi bagi banyak orang yang tidak hanya mendengarkan, tetapi juga merasakannya dalam hati mereka. (agus wahyudi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun