"Saya ingin bercerita tentang seorang perempuan yang mengajarkan saya arti kesederhanaan dan kekuatan. Seorang ibu yang merawat sembilan anaknya sendirian, setelah ditinggal suaminya. Dia menghidupi kami dari warung kelontong kecil, dan di warung itu pula, dia mengajarkan anak-anak desa mengaji. Dia selalu bilang, 'Di sini, kita belajar dengan hati, bukan hanya dengan mulut.' Itulah pelajaran terbesar yang saya terima sepanjang hidup saya."
Setiap kalimat yang keluar dari bibir Firda bagaikan air yang menyejukkan jiwa para pendengarnya. Cerita tentang ibunya membuat banyak orang terharu. Mereka bisa merasakan betapa besar cinta dan pengorbanan yang telah diberikan oleh sang ibu.
"Saban sepertiga malam ibu bangun, saat azan subuh berkumandang, dia membangunkan anak-anaknya. Satu per satu. Ibu tempelkan tangannya di telapak kaki anak-anaknya seraya bilang, "Yuk, jamaah sholat subuh."
Suaranya lembut tapi penuh ketegasan, mengalirkan kehangatan yang sulit ditolak. Meski mata masih berat, sentuhan tangan ibu di telapak kaki berasa seperti panggilan penuh kasih. Seolah mengingatkan bahwa waktu subuh adalah momen terbaik untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Â
"'Bersama keluarga, pahala lebih besar,' kata ibu sambil tersenyum.
"Anak-anaknya perlahan bangun, sebagian mengusap mata, sebagian lagi menggeliat malas, namun tak ada yang bisa menolak kehangatan pagi yang dimulai dengan jamaah subuh bersama ibu." Â
Firda tidak hanya bercerita tentang kebaikan dan ajaran Al-Qur'an, tetapi tentang cinta tanpa syarat yang ditunjukkan melalui tindakan sederhana sehari-hari.
Firda tak pernah membanyangkan namnya masuk lima pemenang yang mendapat hadiah dari panitia lomba. Meski tidak dinobatkan juara pertama, Â tidak ada yang bisa menyangkal bahwa dia telah memenangkan hati orang-orang di sekitarnya.
Setelah perlombaan, banyak orang datang kepadanya, bukan untuk memuji, tapi untuk mendengarkan lebih banyak. Mereka ingin berbagi cerita, meminta nasihat, atau sekadar mendengarkan kata-kata yang menenangkan jiwa.
Hidup Firda kembali seperti semula. Pagi-paginya diisi dengan membaca Al-Qur'an, sorenya dengan buku-buku yang semakin memperkaya jiwanya. Namun, satu hal telah berubah: Firda kini memahami bahwa meskipun ia bukan orang besar, kesederhanaan dan ketulusannya adalah kekuatan yang tak tergantikan. Ia pun menyadari bahwa cinta ibunya, yang begitu kuat dan tulus, telah menjadi sumber kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi dunia.
Kesederhanaan bukanlah kekurangan, melainkan kekuatan. Firda telah membuktikan bahwa cahaya terbesar datang dari hati yang tulus dan hidup yang sederhana, serta bagaimana Al-Qur'an bisa menjadi sumber ketenangan dan kekuatan yang luar biasa. Dan dari ibunya, Firda belajar bahwa cinta dan pengorbanan adalah kekuatan paling murni yang bisa membuat seorang perempuan menjadi luar biasa.
Setelah perlombaan, Firda tidak langsung kembali ke rutinitasnya. Ada rasa ingin berbagi lebih banyak dengan orang-orang, terutama kepada mereka yang merasa kesepian atau terabaikan.