Surabaya segera punya destinasi wisata baru. Namanya, Kota Lama Surabaya Zona Eropa. Pemerintah Kota Surabaya menjadwalkan me-launching ikon baru tersebut pada 23 Juni 2024. Berbarengan dengan event Green Force Run 2024.
Sejatinya, yang agak luput dari perhatian publik, Kota Lama Surabaya terbagi empat zona, yakni zona Eropa, Pecinan, Arab, dan Melayu.
Keempat zona tersebut sejarahnya menjadi pusat perekonomian. Semacam central business districk (CBD). Banyak toko didirikan kaum Tionghoa dan saudagar dari Arab.
Zona Arab di Jalan KH Mas Mansur lebih dulu direvitalisasi. Zona tersebut meliputi Jalan KH Mas Mansur, Masjid Ampel dan sekitarnya. Dijadikan kawasan wisata religi. Yang terakhir diresmikan Serambi Ampel, sebuah sentra wisata kuliner.
 Â
Berikutnya, zona Tionghoa yang ditandai dengan dilaunchingnya Kya-Kya Reborn pada 10 September 2022. Selain berhias ornamen khas Tionghoa, Kya-Kya Reborn juga diisi dengan sentra kuliner.
Kenapa disebut Kya-Kya Reborn? Karena sebelumnya Kya-Kya pernah ada, 19 tahun yang lalu. Tepatnya diresmikan pada 31 Mei 2003. Saat itu, wali kota Surabaya dijabat Bambang Dwi Hartono.
Kya-Kya Kembang Jepun tak bertahan lama. Lamat-lamat mati suri dan ujungnya tak beroperasi lagi. Â
Sama seperti saat ini, Kya-Kya Reborn juga tidak kelewat kurang berkembang, bahkan cenderung layu. Banyak pelaku usaha gulung tikar alias tutup.
Zona Melayu, yakni di Jalan Panggung dan sekitarnya, juga sudah direvitalisasi. Di sana sudah dilakukan pengecatan bangunan, perbaikan jalan, serta memasang penambahan lampu hias sebagai penerangan jalan pada malam hari.
Pengecatan gedung di Jalan Panggung sempat ditentang para pegiat sejarah. Mereka menganggap usaha Pemkot Surabaya untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut tidak dilandasi pemikiran yang matang.
Cat warna-warni itu justru dianggap merusak. Hingga akhirnya pandemi datang dan kawasan tersebut seolah kembali ke bentuk awalnya.
Kini, kendati masih jelas cat warna-warni hasil revitalisasi, kondisi Jalan Panggung terlihat kumuh. Lampu-lampu hias yang terlihat dominan banyak yang rusak.
Pun dengan aktivitas pasar ikan dengan segala keramaian yang juga menggunakan bagian dari jalan masih ada dan menghadirkan ketidaknyamanan.
Untuk diketahui, Kota Lama digolongkan sebagai kawasan heritage karena telah memenuhi empat kriteria, yakni estetika, kejamakan, peranan sejarah, dan memperkuat kawasan.
***
Kehadiran Kota Lama Surabaya sejatinya sudah lama dinanti. Karena di sana banyak bangunan dengan arsitektur lama yang indah. Bangunan-bangunan yang bersejarah yang dibiarkan tak terurus alias mangkak.
Di antara bangunan berjarah itu adalah Gedung Internatio, Gedung Cerutu, Pabrik Limun (Siropen), Museum Hoofdbureau, Gedung HVA (PTPN IX), Kantor Pos Kebonrojo (Hogere Burger School), De Javasche Bank, dan Penjara Kalisosok.
Banyak kalangan mempertanyakan kesungguhan Pemerintah Kota Surabaya mengurus bangunan-bangunan bernilai sejarah tersebut. Karena hal itu sangat mempengaruhi wajah Kota Pahlawan.
Senin (17/6/2024) lalu, saya ke Kota Lama Surabaya zona Eropa. Saya penasaran, seberapa jauh persiapan yang dilakukan dan kondisi mutakhir jelang launching.
Saya datang sekitar pukul 13.00 WIB. Lokasi pertama yang saya tuju di Jalan Mliwis. Saya melihat subanyak bangunan sudah dicat. Pedentrian juga ditata rapi. Taman-taman juga dipercantik. Tidak terlihat sampah berceceran.
Saya kemudian menyisir ke Jalan Jembatan Merah. Gedung Singa. Pada masa Pemerintahan Belanda dulu namanya Algemeene. Dirancang oleh arsitek H.P Berlage. Di situ, memberapa pekeja masih melakukan pengecaran.
Aktivitas yang agak ramai terlihat di Taman Jayengrono, namanya kini Taman Sejarah. Taman itu telah direvitalisasi. Jauh lebih bersih dan punya ruang terbuka. Beberapa literatur sejarah Pertemuan Surabaya dengan bingkai juga dipasang di sana.
Â
Di Taman Sejarah juga ada replika mobil Buick, mobil milik AWS Mallaby yang terbakar. Replika kendaraan itu sengaja dibangun untuk mengenang peristiwa 30 Oktober 1945 silam.
Di sebelahnya ada Gedung Internatio. Lokasi ini paling ramai dikunjungi masyarakat. Banyak orang berfoto di sini. Terlebih spot foto dengan Gedung Cerutu yang digunakan ditempati kantor perusahaan gula (Java Sugar Syndicate).
Saya juga menyempatkan melihat ke Penjara Kalisosok. Kondisi bangunan bersejarah ini masih terlihat lusuh. Pedestriannya juga belum ditata baik,
***
Kendati sudah banyak perubahan, namun beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan dari keberadaan Kota Lama Surabaya Zona Eropa ini.
Pertama, perlunya literasi lebih luas terkait Kota Lama Surabaya. Ini terkait dengan klasifikasi zona Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab yang dilakukan di Pemerintahan Hindia Belanda
"Klasifikasi belum menyentuh batas-batas wilayah sesungguhnya," cetus Nanang Purwono, ketua Komunitas Rajapatni.
Nanang menyebutkan, selain empat etnis itu, ada etnis Jawa yang sudah ada sebelum Belanda datang ke Indonesia. Mereka ini juga punya andil besar dalam pembangunan peradaban di Surabaya.
Kedua, hingga sekarang keberadaan gedung-gedung bersejarah ini masih banyak yang menjadi "museum". Tidak ada aktivitas yang berlangsung di sana.
Masyarakat yang ingin menikmati dengan melihat isi gedung bersejarah tersebut sampai sekarang masih terkendala. Mereka hanya bisa melihat dari luar saja.
Untuk itui, Pemkot Surabaya harus punya daya paksa agar para pemilik maupun pengelola gedung tersebut harus ikut program wisata Kota Lama Surabaya.
Ketiga, fasilitas yang mendukung wisata heritage Kota Lama Surabaya masih belum banyak.
Fasilitas-fasilitas ini bertujuan untuk meningkatkan pengalaman wisatawan serta mendukung pelestarian dan pemanfaatan kawasan kota lama secara berkelanjutan.
Fasilitas akomodasi seperti hotel, penginapan, dan guest house yang berada di sekitar kawasan kota lama untuk mengakomodasi wisatawan masih sedikit. Pun dengan Tempat untuk pertunjukan seni, teater, dan acara budaya lainnya juga harus dipikirkan.
Keempat, keberadaan Kota Lama Surabaya harus memberikan manfaatkan ekonomi bagi warga sekitar.
Keberadaan Kota Lama Surabaya harus bisa menjadi membuka lapangan kerja bagi penduduk lokal. Para pelaku usaha lokal harus mendapat kesempatan dan akses agar mereka bisa tumbuh dan berkembang.
Kelima, penataan parkir di Kota Lama Surabaya masi semrawut. Masih ada parkir liar, terutama di depan Taman Sejarah. Mereka menarik uang parkir tanda diberi karcis parkir.
Keberadaan parkir liar ini akan menghambat kelancaran arus lalu lintas di sekitar lokasi. Parkir liar juga akan merusak estetika kawasan Kota Lama Surabaya.
Dinas Perhubungan Surabaya sudah menertibkan urusan parkir liar. Namun,kehadiran juru parkir liar  masih saja ada. Jika tidak dilakukan pengawasan, bukan tak mungkin jumlahnya akan semakin banyak. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H