Saya kemudian menyisir ke Jalan Jembatan Merah. Gedung Singa. Pada masa Pemerintahan Belanda dulu namanya Algemeene. Dirancang oleh arsitek H.P Berlage. Di situ, memberapa pekeja masih melakukan pengecaran.
Aktivitas yang agak ramai terlihat di Taman Jayengrono, namanya kini Taman Sejarah. Taman itu telah direvitalisasi. Jauh lebih bersih dan punya ruang terbuka. Beberapa literatur sejarah Pertemuan Surabaya dengan bingkai juga dipasang di sana.
Â
Di Taman Sejarah juga ada replika mobil Buick, mobil milik AWS Mallaby yang terbakar. Replika kendaraan itu sengaja dibangun untuk mengenang peristiwa 30 Oktober 1945 silam.
Di sebelahnya ada Gedung Internatio. Lokasi ini paling ramai dikunjungi masyarakat. Banyak orang berfoto di sini. Terlebih spot foto dengan Gedung Cerutu yang digunakan ditempati kantor perusahaan gula (Java Sugar Syndicate).
Saya juga menyempatkan melihat ke Penjara Kalisosok. Kondisi bangunan bersejarah ini masih terlihat lusuh. Pedestriannya juga belum ditata baik,
***
Kendati sudah banyak perubahan, namun beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan dari keberadaan Kota Lama Surabaya Zona Eropa ini.
Pertama, perlunya literasi lebih luas terkait Kota Lama Surabaya. Ini terkait dengan klasifikasi zona Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab yang dilakukan di Pemerintahan Hindia Belanda
"Klasifikasi belum menyentuh batas-batas wilayah sesungguhnya," cetus Nanang Purwono, ketua Komunitas Rajapatni.
Nanang menyebutkan, selain empat etnis itu, ada etnis Jawa yang sudah ada sebelum Belanda datang ke Indonesia. Mereka ini juga punya andil besar dalam pembangunan peradaban di Surabaya.
Kedua, hingga sekarang keberadaan gedung-gedung bersejarah ini masih banyak yang menjadi "museum". Tidak ada aktivitas yang berlangsung di sana.