Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Kartini dan Kenangan Lagu Sampul Surat

21 April 2021   19:15 Diperbarui: 21 April 2021   19:20 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu berada di bandara Internasional Juanda sebelum berangkat umroh.foto:dok/pribadi

Pada awal semester, saya bersyukur bisa bergabung di Suara Indonesia, koran grup Jawa Pos. Meski saat itu masih berstatus magang karena saya masih kuliah.

Uang dari bekerja sebagai jurnalis lumayan membantu untuk kebutuhan hidup. Dan yang pasti, saya tidak meminta uang ibu lagi untuk bayar kuliah.

Berkat doa dan dukungan ibu, saya menuntaskan kuliah.  Saat itu, saya sudah menikah dan istri sedang mengandung anak pertama.      

Saya mengajak ibu saat diwisuda. Saya ajak dia melihat keriuhan dan upacara wisuda yang sakral. Ibu tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Melihat saya menggenggam ijazah dan memakai toga.

Sepanjang berjalan, ini menggandeng erat tangan saya. Dia juga yang menggiring saya untuk photo session. Hasil foto dibawa pulang dan dibingkai, lalu dipasang di rumah.

***  

Ibadah di Tanah Suci bareng menantu dan anak perempuan.foto:dok/pribadi
Ibadah di Tanah Suci bareng menantu dan anak perempuan.foto:dok/pribadi
Ketika semua anak-anak sudah bekerja dan punya rumah, ibu memilih tetap di rumah induk. Rumah yang dulu kami tempati bersama. Di rumah itu ibu ditemani kakak perempuan yang sudah berkeluarga.

Di rumah, ibu masih punya kesibukan di toko kelontong. Toko itu awalnya cukup besar. Omzetnya sehari lumayan besar. Cukup untuk memenuhi kebutuhan periuk nasi dan biaya sekolah kami.

Namun seiring perjalanan waktu, omzet toko itu makin merosot. Ini seiring makin menjamurnya ritel modern. Di mana banyak orang menggeser aktivitas belanja di ritel-ritel tersebut.

Semua anak-anaknya menganjurkan ibu untuk menutup toko itu. Toh, saban bukan dia sudah mendapat uang dari semua anaknya. Kalau mau disewakan saja. Biar bisa jadi passive income. Ibu gak perlu capek-capek menungguinya.

Namun ibu menolak. Ibu tak mempermasalahkan toko itu gak ramai. Karena dia memakai toko itu untuk mengajar mengaji orang-orang yang masih malu datang ke masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun