"Piye kabare Mas Kirno," sapa Gus Dur, seperti bertemu sahabat lama.
Yenny Wahid yang saat itu menggandeng Gus Dur ikut menyapa. "Eyang pernah menyelamatkan Eyang Kakung (Kh Wahid Hasyim), ya."
Soekirno ketenggengen (terpana). Dia tak bisa bicara sepatah kata pun. Hanya lelehan air mata yang menjadi jawaban atas semua kejutan hidup yang dia terima. Berada di Istana Negara nan megah. Â
Gus Dur lalu mengajak Soekirno duduk di ruang tamu. Saat berjalan menuju sofa, tangan kanan Gus Dur yang memegang tasbih digandeng Yenny. Sementara tangan kiri Gus Dur memegang erat bahu Soekirno.
Gus Dur banyak cerita masa kecil di Jombang. Yang seru, satire, dan menggelikan. Soekirno dan Clementine lebih banyak mendengarkan. Yang membuat Soekirno heran, ingatan Gus Dur sangat tajam. Dia bisa cerita detail kejadian di masa revolusi. Meski perang, Gus Dur bisa menceritakan kejadian lucu yang masih dikenang.
"Mas Kirno, apa sampenyan masih ingat, gara-gara pantat kita pernah mengusir Belanda?" tanya Gus Dur yang biasa mbayol itu.
"Piye ceritane, Gus?"
Gus Dur lalu mengisahkan ketika Soekirno menyelamatkan keluarganya. Yang sangat ketakutan dengan kedatangan pasukan Belanda. Dalam ketakutan itu, mereka kemudian bersembunyi di balik bangunan tua. Di tengah kepanikan , seorang perempuan pembantu KH Wahid Hasyim perutnya mulas. Tak sengaja, sarung yang dikenakan si Mbok tersingkap.
Pasukan Belanda memergoki mereka. Tapi tak dinyana, kejadian itu justru menyelamatkan mereka. Sebab, setelah melihat pantat si Mbok, pasukan Belanda malah ngeloyor pergi, Â Â
"Mungkin dia terhina 'disuguhi' pantat," ucap Gus Dur, lalu terkekeh. Spontan, yang berada di ruangan ikut tertawa.
Masih ada lagi. Gus ingat pernah merengek minta pistol yang dibawa Soekirno. Saat gerilnya dulu, Soekirno menyandang pistol di pinggang kiri dan kanan. Mengenakan topi koboi. Gus Dur ingin pinjam pistol itu buat nembak tentara bule yang berkeliaran di sekitar pesantrennya.