Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Haru Usai Temukan Sosok Idola Gus Dur

27 Desember 2019   16:02 Diperbarui: 28 Desember 2019   00:47 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, difoto pada Januari, 2000. (KOMPAS/Riza Fahoni)

Haul ke-10 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diperingati di Gedung PBNU, Rabu (25/12/2019) lalu. Kegiatan tersebut digelar untuk mengenang, meneladani, dan mendoakan Presiden RI ke-4 tersebut.

Banyak kisah menarik dari sosok ulama, guru bangsa, dan pemimpin itu. Termasuk pengalaman saya menemukan sosok idola Gus Dur, saat menjadi jurnalis Suara Indonesia (Jawa Pos Group), tahun 1999.

Ceritanya, ketika itu, KOMPAS mewawancarai Gus Dur semasa menjabat presiden, terkait pemilihan Tokoh Tahun 1999. Salah satu pertanyaan menyangkut idola cucu Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari tersebut.

"Idola saya Mas Kirno," begitu ucap Gus Dur.

Lha, siapa Mas Kirno itu? Saya tergelitik mencarinya. Ini setelah saya mendapat kabar jika dia tinggal di Surabaya. Dari beberapa orang, saya dapat informasi akurat, pria yang disebut Gus Dur itu tinggal di  Darmo Permai Timur IX/2, Surabaya.

Saya mencari alamat itu. Sekira pukul 10.00 WIB, saya menemukannya. Dan, orang yang disebut Gus Dur itu adalah Mayor (Pur) Pol Soekirno. Mantan Kanit Provost Mobrig Pasar Atom. Soekirno dulu pernah bertugas di Jombang. Soekirno yang menjadi gerilyawan dari Polisi Istimewa itu, ikut menjaga Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Tak terkecuali keluarga besar KH Wahid Hasyim, ayah Gus Dur.

Di rumah itu, Soekirno tinggal bersama istrinya, Clementine. Perempuan berdarah campuran Jawa-Jerman. Mereka dikarunia satu anak. Namanya  Agnes Ingrid. Dia menikah dengan Paolo Tantini, pria asal Italia. Mereka kemudian tinggal di Italia.

"Waktu itu, Gus Dur masih berusia 8-10 tahun. Saya tidak pernah membayangkan bocah itu ternyata Gus Dur, presiden," tutur Soekirno.

Soekirno lalu mengurai cerita masa lalu. Saat pasukan Belanda menyerang gerilyawan Republik di Jombang. Soekarno bersama KH Wahid Hasyim dan istrinya, beserta beberapa bocah bersembunyi di balik bangunan di sekitar sumur. Di antara bocah-bocah itu adalah si kecil Abdurrahman Wahid.

Kala itu, Soekirno sempat mengeluarkan pistol. Tapi KH Wachid Hasyim mencegah. "Saya masih ingat kata-kata beliau (KH Wachid Hasyim, red), kalau kamu nembak hancurlah keluarga ini," ungkap Soekirno yang akhirnya mengurungkan niat menyerang pasukan Belanda.  

Soekirno. (sketsa koko sadyantoro)
Soekirno. (sketsa koko sadyantoro)

Ada lagi cerita mencengangkan. Suatu malam, datang sekelompok tentara Belanda. Mereka menculik KH Wahid Hasyim. Lantaran tidak berpatroli, Soekirno dan anggota Polisi Istimewa lain tak mengetahui. Penuturan santri, KH Wahid Hasyim digiring naik mobil dinas. Dibawa ke Markas Belanda, dekat Pasar Jombang.

Soekirno bersama pasukan Polisi Istimewa lalu melakukan penyerbuan. Baku tembak tak terhindarkan. Pasukan Polisi Istimewa berhasil melumpuhkan banyak tentara Belanda. Gudang logistik Belanda juga berhasil dibakar. Setelah menyerang, mereka melarikan diri.

"Besoknya, Belanda mengembalikan KH Wahid Hasyim. Kami, keluarga, dan santri-santri ikut gembira," ungkap Soekirno.

Sejak peristiwa itu, persahabatan Soekirno dengan KH Wahid Hasyim makin erat. "Bu Nyai (istri KH Wachid Hasyim, red) itu guru ngaji saya," imbuh Soekirno yang mengenyam pendidikan di HIS Muhammadiyah, Prambon, Kebumen.    

Saking akrabnya, Soekirno pernah ditawari KH Wahid Hasyim jadi menantu. Soekirno tak menolak. Tapi memang takdir. Belum sempat mewujudkan tawaran itu, Soekirno keburu pindah tugas di Kediri, kemudian ke beberapa daerah di Jatim, dan Kalimantan.   

Revolusi mempertahankan kemerdekaan terus bergolak. Soekirno sempat berpindah-pindah tugas. Banyak peristiwa timpang tindih dalam hidupnya. Dia juga tak pernah menganggap peristiwa penyelamatan itu kejadian besar. Bagian dari tugasnya sebagai gerilyawan Polisi Istimewa.

Namun, Abdurrahman Wahid, yang ikut diselamatkan, tak pernah melupakan jasa Soekirno. Bahkan, sampai Gus Dur menjadi presiden. Setengah abad kemudian.

***

Soekirno diundang Gus Dur ke Istana Negara pada 18 Desember 1999. Dia datang bersama Clementine, istrinya. Sebelumnya, Gus Dur memerintahkan Jenderal Roesmanhadi (saat itu Kapolri) mengecek keberadaan Soekirno di Surabaya. Roesmanhadi lalu memerintahkan Mayjen M Dayat (saat itu Kapolda Jatim).

Singkat cerita, ketika ditemukan, Soekirno yang berusia 71 tahun, diberitahu soal undangan Presiden Gus Dur ke Istana Negara. Soekirno diminta gak usah  mikir soal masalah akomodasi, transportasi, dan lainnya.

Di Jakarta, Soekirno menginap di Hotel Graha Purnawira Jakarta. Dia dapat jatah kamar VIP. Saat bertemu Gus Dur, Soekirno dijemput Kapolri Rosmanhadi. Soekirno tiba di Istana Negara pukul 19.00 WIB. Soekirno langsung dihadapkan Gus Dur. Dia sangat surprise. Gus Dur memeluk erat dia. Soekirno merasakan kedua tangan Gus Dur gemetar.

"Piye kabare Mas Kirno," sapa Gus Dur, seperti bertemu sahabat lama.

Yenny Wahid yang saat itu menggandeng Gus Dur ikut menyapa. "Eyang pernah menyelamatkan Eyang Kakung (Kh Wahid Hasyim), ya."

Soekirno ketenggengen (terpana). Dia tak bisa bicara sepatah kata pun. Hanya lelehan air mata yang menjadi jawaban atas semua kejutan hidup yang dia terima. Berada di Istana Negara nan megah.  

Gus Dur lalu mengajak Soekirno duduk di ruang tamu. Saat berjalan menuju sofa, tangan kanan Gus Dur yang memegang tasbih digandeng Yenny. Sementara tangan kiri Gus Dur memegang erat bahu Soekirno.

Gus Dur banyak cerita masa kecil di Jombang. Yang seru, satire, dan menggelikan. Soekirno dan Clementine lebih banyak mendengarkan. Yang membuat Soekirno heran, ingatan Gus Dur sangat tajam. Dia bisa cerita detail kejadian di masa revolusi. Meski perang, Gus Dur bisa menceritakan kejadian lucu yang masih dikenang.

"Mas Kirno, apa sampenyan masih ingat, gara-gara pantat kita pernah mengusir Belanda?" tanya Gus Dur yang biasa mbayol itu.

"Piye ceritane, Gus?"

Gus Dur lalu mengisahkan ketika Soekirno menyelamatkan keluarganya. Yang sangat ketakutan dengan kedatangan pasukan Belanda. Dalam ketakutan itu, mereka kemudian bersembunyi di balik bangunan tua. Di tengah kepanikan , seorang perempuan pembantu KH Wahid Hasyim perutnya mulas. Tak sengaja, sarung yang dikenakan si Mbok tersingkap.

Pasukan Belanda memergoki mereka. Tapi tak dinyana, kejadian itu justru menyelamatkan mereka. Sebab, setelah melihat pantat si Mbok, pasukan Belanda malah ngeloyor pergi,   

"Mungkin dia terhina 'disuguhi' pantat," ucap Gus Dur, lalu terkekeh. Spontan, yang berada di ruangan ikut tertawa.

Masih ada lagi. Gus ingat pernah merengek minta pistol yang dibawa Soekirno. Saat gerilnya dulu, Soekirno menyandang pistol di pinggang kiri dan kanan. Mengenakan topi koboi. Gus Dur ingin pinjam pistol itu buat nembak tentara bule yang berkeliaran di sekitar pesantrennya.

Mendengar permintaan nyeleneh itu, Soekirno hanya tersenyum. Dia mengangkat si Gus kecil, kemudian diajak pergi naik kuda keliling pesantren.

***

Gus Dur benar-benar bernostalgia dengan Soekirno. Gus Dur juga memerlakukan pria kelahiran Kebumen, 27 November 1929 itu, sebagai tamu istimewa. Semua keperluan Soekirno di Jakarta ditanggung Gus Dur. Seratus persen. Selama sebulan. Ongkos perjalanan Surabaya-Jakarta, tiket pesawat open date plus akomodasi, dan uang saku.     

Gus Dur juga memberi fasilitas buat Soekirno dan istri jalan-jalan di Jakarta. Makan paling enak di Hotel Indonesia, tamasya ke Ancol. Dan masih banyak lagi. Kepergian Soekirno ke mana pun akan selalu mendapat pengawalan dari anak buah Kapolri Rosmanhadi.

Namun, Soekirno gak kemaruk. Semua tawaran itu tak dimanfaatkan sepenuhnya. Soekirno merasa tak pantas menerima perlakukan presiden yang begitu tulus kepadanya. Sikap itu ditunjukkan Soekirno saat akan meninggalkan Istana Negara.

"Saya bukan menolak. Tapi sungguh, semua ini sudah cukup bagi saya."

Dari Istana, Soekirno diajak ke rumah Kapolri Roesmanhadi di Jalan Pattimura, Jakarta. Di sana, dia dikenalkan dengan keluarga Kapolri. Tak lama, Soekirno lalu diantar ke Hotel Graha Purna Wira. Masih dengan pengawalan khusus.

Perlakuan ini membuat Soekirno sungkan. "Ini yang terakhir Pak Kapolri. Besok jangan ada lagi yang mengawal saya."

Roesmanhadi tak bisa mencegah permintaan Soekirno. "Baik. Tapi kami siap kapan saja bila bapak butuh bantuan."

Bebas dari kawalan polisi, giliran Soekirno jadi pusat perhatian staf dan pemilik hotel. Fasilitas apa saja yang dimanfaatkan di hotel itu diberikan gratis. Soekirno hanya cukup tanda tangan saja. Itu benar-benar tak terbayangkan oleh Soekirno. Karena dia biasa hidup bersahaja. Dengan  uang pesiunan sebesar Rp 700 ribu sebulan. Saat itu, jabatan terakhir Soekirno sebagai Wadan Detasemen Brimob Polda Jatim berpangkat mayor.

Soekirno memutuskan untuk segera mengakhiri jadi tamu istimewa di Jakarta, lalu pulang ke Surabaya. Praktis, Soekirno dan istri hanya menghabiskan lima hari tinggal di Ibu Kota.

Sampai akan check out, bersiap menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Soekirno masih sempat bertanya kepada staf hotel, "Dik, berapa habisnya?"

Staf hotel tak menjawab. Hanya tersenyum. Dia kemudian menyodorkan bill dan meminta Soekirno menandatangani . Belum sempat Soekirno lihat detail jumlahnya, bill itu sudah keburu ditarik staf hotel.

"Sudah, Pak. Sudah beres. Bapak 'kan tamu istimewa?"

Pertemuan dengan Gus Dur itu menjadi kenangan manis yang tak mungkin dilupakan Soekirno. Dia mengangggap semua yang terjadi tidak kebetulan. Tapi atas karunia Sang Khalik yang pantas disyukuri.

Bagi Soekirno nilai persahabatan itu tiada batasnya. Sampai kapan pun persahabatan akan dikenang. Seperti persahabatan dia dengan keluarga KH Wahid Hasyim. Persahabatan yang tulus, tanpa pamrih. Meski Soekirno tak mengingat lagi, ternyata Abdurrahman Wahid kecil yang kemudian menjadi presiden itu tidak melupakannya. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun