Dia merasa kurang nyaman bila menerima naskah tulisan panjang. Melebihi yang disyaratkan. Bahkan ada yang tiga kali lipat panjangnya dari yang ditentukan. Hal itu acap membuat dirinya gak mood.
Tiap artikel selesai, saya selalu mencari pinjaman Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Ya, karena kala itu saya belum kuliah. Kalau sebelumnya kawan mahasiswa yang kebetulan bertetangga, kali ini saya juga meminjam KTM kakak perempuan. Jadi, artikel saya bisa atas nama cowok, tapi bisa juga atas nama cewek. Saya fine-fine aja. Karena tujuan saya bisa mendapat honorarium.
Aktivitas itu berjalan hampir setahun. Tiap bulan, saya mendapat pemasukan dari honor menulis. Kadang bisa 2-3 kali dari media yang berbeda. Besarnya lumayan lah, hehe...
Suatu ketika, saya ditegur Cholis Akbar (kini redaktur pelaksana Suara Hidayatullah). Ini setelah dia membaca tulisan atas nama bukan saya yang dimuat di sebuah koran ternama.
"Kamu kok nulis bukan atas namamu sendiri?"
"Iya, Cak. Saya gak punya kartu mahasiswa (KTM)."
"Ya, kamu harus kuliah. Daftar ke perguruan tinggi. Biar nanti dapat kartu mahasiswa."
"Duitnya?"
"Sisihkan honormu nulis. Wis talah, isok-isok."
Saya terdiam. Saya kaget juga dengan usulan Cholis tersebut. Tidak mungkin saya terus-terusan melakukan aktivitas seperti ini. Saya harus kuliah dan dapat KTM. Dengan begitu, saya bisa menulis atas nama sendiri.
***
Pilihan jatuh masuk Universitas Muhammadiyah Surabaya. Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa Inggris. Ada dua alasan memilih jurusan tersebut.Â
Pertama, saya pernah ikut kursus Bahasa Inggris sampai Intermediate IÂ di sebuah lembaga bimbingan belajar di Surabaya. Harapannya, saya tidak kelewat terbebani mengikuti mata kuliah yang diajarkan.
Kedua, biaya masuk kuliah bisa dicicil. Saya dimudahkan dengan bantuan teman aktivis mahasiswa Muhammadiyah. Mereka ikut 'melobi' jajaran rektorat agar saya diberi dispensasi waktu pembayaran.
Menunggu hingga empat tahun. Ya, akhirnya saya bisa kuliah setelah lulus SMA, tahun 1990. Saya sungguh bersyukur. Gak menyangka mendapat berkah bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Yang bikin senang juga, saya membiayai kuliah sendiri. Sebab, masa itu, di keluarga kami berkomitmen, jika ingin kuliah harus kerja dulu. Cari duit sendiri. Orang tua tak punya budget untuk biaya kuliah.