Aku menatap Mirna yang sore itu terlihat lebih tegar. Tanpa skenario, keceritakan nasib rekan-rekan seniorku yang sudah ikuti pelatihan bisnis. Kata mereka, empat hari bersandiwara. Tersenyum, bertepuk tangan, dan manggut-manggut. Itulah yang mereka berikan sebagai jawaban tatkala para konsultan bisnis memberikan kursus kilat kiat sukses menyiasati hidup.
Seperti cerita tentang air. Ada konsultan yang bilang, hanya dengan air kita bisa survive melakoni hidup, asal kita kreatif. Air, kalau hanya dibekukan menjadi es, tentu harganya tak seberapa. Bandingkan kalau air yang dibekukan jadi es, kemudian dibumbui buah-buahan, sirup, susu, cincao. Nah, jadinya kan es campur. Nilainya pasti berbeda. Keuntungan yang diperoleh juga berbeda, kata seorang konsultan bisnis yang kerap menjadi narasumber di berbagai media elektronik.
Mendengar itu, rekan-rekan seniorku bertepuk tangan, tersenyum, lantas manggut-manggut. Ya, minimal kita bisa buka warung, lah, celoteh mereka.
Masih ada saran lagi. Katanya, berbisnis itu juga harus didukung penampilan. Dalam bisnis harus memperhatikan body odor (BO) alias bau badan. Iklan-iklan BO sudah ada sejak zaman Belanda yang dipasang di stasiun-stasiun kereta api. BO bisa menjadi penyebab gagalnya bisnis karena klien akan merasa terusik, tidak nyaman, begitu ucap konsultan. Rekan-rekan seniorku kembali manggut-manggut, tersenyum lagi.
Yang paling aku nggak bisa, nanti aku harus membuat surat pamitan yang di tempel di papan pengumaman kantor. Semua teman sekantorku dulu akan membaca.
Di perusahaanku, memang ada tradisi membuat surat pamit sebelum pensiun. Itu sangat menyesakkan. Sudah tak terhitung lagi berapa kali air mataku meleleh membaca surat pamitan rekan-rekanku. Terakhir, Mas Wandi. Jabatan terakhirnya staf desain grafis. Di akhir suratnya ia bertutur,
"...andaikan perusahaan ini masih mau menerima saya, mungkin aku masih melihat senyum rekan-rekanku yang renyah. Tapi umur tak bisa ditolak!. Aku pensiun, ya?
***
Pagi betul aku berangkat ke kantor. Aku tak ingin terlambat ikut pelatihan bisnis. Dengan merenda berbagai harapan, aku memilih duduk di barisan kedua dari depan, di ruang rapat direksi, tempat pelatihan.
Beberapa saat, Burhan datang bersama seseorang yang kemudian diperkenalkan sebagai konsultan bisnis ternama. Banyak buku-buku karyanya yang telah ditulis, dan menjadi bestseller. Bahkan, sebagian bukunya sudah dijual di luar negeri.
Satu jam lebih aku mendengarkan ceramahnya. Sebagian besar sama persis yang diceritakan para seniorku. Ketika dibuka sesi tanya jawab, pertanyaan pun mengalir. Sampai di akhir ceramahnya, konsultan itu mengajak semua peserta mengikuti pekikan dengan mengepalkan tangan, "Sukses, yes. Sukses, yes...