Enam pelari berebut terdepan menapaki tribun Gelora 10 Nopember Tambaksari, Surabaya Teriakan keras mereka terdengar penuh bersemangat. Pagi itu, suasana latihan terasa menyenangkan. Semua saling melempar sindiran, akrab. Yang kalah cepat memberi acungan jempol kepada yang terdepan.
Di pinggir tribun, dekat pagar pembatas penonton VIP, seorang wanita berdiri dengan peluit dan stopwatch di tangan. Sesekali ia berteriak, menyeru agar para pelari meningkatkan kecepatan. Dia takzim mengamati atlet-atlet binaannya.
Wanita itu, Lourina Henriette Maspaitella atau karib disapa Henny Maspaitella. Bukan kebetulan jika Henny Maspaitella berada di lapangan. Dalam seminggu, bisa empat hingga lima hari Henny mendampingi atlet binaannya. Selain di Gelora 10 Nopember Tambaksari, dia juga kerap melatih atletnya di lapangan KONI Jatim, Universitas Negeri Surabaya, dan Gelora Delta Sidoarjo.
Latihan, bagi Henny, merupakan rutinitas hidup. Tiap hari, dia bisa melakukan dua sesi latihan, pagi dan sore hari. Setiap sesi, rata-rata berlangsung dua jam. "Kita tidak mungkin menorehkan prestasi bagus tanpa latihan yang memadai. Apalagi di atletik, sulit kalau prestasinya hanya sedang-sedang saja. Kalau dihitung, berapa banyak atlet atletik sekarang, tapi apa mereka juga dikenal masyarakat? " ujar Henny.Â
Di setiap latihan, Henny tergolong sangat disiplin. Dia tak mau melihat anak buahnya berleha-leha. Apalagi, ada anak buahnya yang tidak menghargai waktu. "Bagi saya, bukan waktu yang mengatur kita, tapi kita yang mengatur waktu," cetus Henny.
Tak heran, kadang Henny bisa bersikap otoriter dalam latihan. Ia bisa marah kalau ada atletnya yang ceroboh. Makanya, sesi demi sesi dalam latihan, ia selalu memusatkan perhatikan. Matanya tak pernah berhenti bergerak, mengamati anak-anak didiknya berlatih. Kalau ada dianggap tak pas, Henny langsung berteriak. Suara yang melengking bisa meluncur begitu saja. "Otoriter bagi saya perlu. Sejauh hal itu dilakukan demi peningkatan prestasi," Â ucap Henny.
Soal latihan, jelas Henny, ada beberapa hal yang harus dilakukan guna memersiapkan atlet. Di antaranya persiapan umum untuk membentuk fisik, persiapan khusus yang sudah pada mengatur berat badan, kelenturan otot, dan persiapan kompetisi yang terfokus pada teknik. Kata dia, periodisasi ini sangat penting. Sebab, dengan begitu atlet akan bisa membentuk kekuatan sekaligus karakternya.
Di kalangan pelatih olahraga, Henny tergolong modern. Dia selalu memanfaatkan teknologi untuk memantau perkembangan atlet binaannya. Dalam latihan, Henny terbiasa membawa stylus pen dari sebuah perangkat personal digital assistant. Alat itu acap berada dalam jepitan tangannya. Dengan gesit, ia memasukkan data capaian anak-anak asuhannya.
Menurut mantan pelatih tim putri Jatim di program Puslatda PON XVII/2008 itu, perkembangan teknologi informasi demikian cepat harus harus diikuti dan dipelajari. "Sekarang ini mau tahu apa saja kan gampang. Tinggal masuk ke (jaringan) internet terus klik. Namun, masih banyak juga yang tetap berpegangan pada pengalamannya waktu dulu ketika menjadi atlet," jlentrehnya.
Namun begitu, di luar latihan, sosok Henny yang keras dan disiplin, bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Dia selalu menjadi sahabat yang baik anak didik saya.
Henny terbiasa menjadi ibu dari anak-anak asuhnya. Bukan hanya terkait prestasi, perhatiannya bisa sampai pada hal-hal yang sangat pribadi. Â "Sejujurnya, saya sangat senang mengamati karakter manusia," tutur wanita yang gemar membaca buku-buku psikologi dan biografi ini.Â