Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Paul Rusesabagina: Selamatkan Seribuan Jiwa Beda Suku Saat Genosida di Rwanda

30 Juni 2024   10:54 Diperbarui: 30 Juni 2024   11:01 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paul Rusesabagina dengan latar sampul film Hotel Rwanda/Rwanda Tribune

Di artikel sebelumnya, kami sudah menyajikan kisah perjuangan pasangan Augustin dan Jolande menyelamatkan suku Tutsi dari genosida suku Hutu di Rwanda. Begitupun kemudian kisah persahabatan Augustin dengan Cecile yang juga dari suku Tutsi yang berhasil menyelamatkan ratusan orang. 

Kali ini masih tentang genosida Rwanda tetapi tokoh yang menjadi pahlawan kali ini adalah Paul Rusesabagina dari suku Hutu. Sebagaimana Augustin, Paul juga didukung oleh istrinya dari suku Tutsi bernama Tatiana.

Jadi ada kesamaan pesan antara kisah yang kami sajikan di artikel sebelumnya dengan artikel kali ini, bahwa persahabatan beda suku dapat menyelamatkan jiwa banyak orang yang sedang terlibat dalam konflik. Begitupun Paul dari suku Hutu yang saling mendukung dan menguatkan dengan istrinya yang berasal dari suku minoritas Tutsi. 

Ketabahan dan kerja keras mereka membuahkan hasil yang dikenang abadi dalam sejarah kemanusiaan. Humanitarian Rwanda kelahiran 1954 yang berhasil melindungi 1.268 pengungsi Hutu dan Tutsi ini kemudian dianugerahi banyak penghargaan di bidang kemanusiaan dan kemerdekaan.

Di antara penghargaan yang diperoleh oleh pahlawan kemanusiaan Rwanda yang memutuskan tinggal di San Antonio, Texas, AS ini adalah Presidential Medal of Freedom. Penghargaan yang diberikan oleh Presiden AS ini merupakan penghargaan sipil tertinggi di AS yang selevel dengan Congressional Gold Medal.


Kisah perjuangan Paul dan istrinya menginspirasi film Hotel Rwanda yang diproduksi pada tahun 2004 atau empatbelas tahun sebelum film Rwanda yang mengangkat kisah Augustin dan Jolande. Kesuksesan film yang tayang perdana di Festival Film Internasional Toronto (2004) ini dibuktikan dengan berhasil menembus nominasi Academy Award.

Pernikahan yang Ditentang oleh Ekstremis Hutu

Sebelum terlibat dalam konflik genosida di negaranya, Paul sudah mengalami cekcok atau perselisihan dengan ekstremis Hutu terutama dengan Georges Rutaganda. Ternyata selain pemasok barang langganan ke hotel tempat Paul bekerja, ia juga seorang pemimpin lokal interahamwe, sebuah milisi Hutu yang terkenal sangat anti-Tutsi dan cenderung bertindak brutal.

 Di organisasi ini, Rutaganda bahkan menjabat wakil ketua milisi interahamwe. Hal inilah yang menyebabkan pimpinan milisi Hutu kelahiran 1958 ini menjadi salah satu tokoh yang bertanggung jawab atas terjadinya genosida di Rwanda pada tahun 1994. Dialah yang mendirikan Radio Television Libre des Mille Collines (RTLM) di Kigali yang menyerukan pembantaian terhadap orang-orang dari suku Tutsi.

Paul dan Tatiana di usia tua (Film Hotel Rwanda)/deutschlandfunk.de
Paul dan Tatiana di usia tua (Film Hotel Rwanda)/deutschlandfunk.de

Maka dapat dipahami mengapa Rutaganda sangat menentang pernikahan Paul yang bersuku Hutu dengan Tatiana yang bersuku Tutsi. Paul juga diketahui bertetangga dengan banyak orang dari suku Tutsi. 

Itulah sebabnya saat milisi Hutu memulai genosida, para tetangga Paul memilih rumahnya sebagai tempat persembunyian. Mereka beralasan orang Hutu yang mereka bisa percaya hanyalah dirinya. Apalagi saat itu situasi mulai memanas setelah pesawat Presiden Rwanda yang beretnis Hutu ditembak sebelum mendarat di Kigali pada 6 April 1994.

Tuduhan pelaku penembakan segera diarahkan kepada pemberontak dari minoritas Tutsi yang menamakan diri mereka RPF (Rwanda Patriotic Front). Inilah awal genosida di Rwanda terhadap minoritas Tutsi dan Hutu moderat yang dianggap membela Tutsi yang memakan korban sedikitnya 800 ribu hingga 1 juta jiwa. 

Di antara suku Hutu yang dianggap moderat adalah Paul Rusesabagina. Ia bahkan menikahi seorang wanita dari suku Tutsi. Meski demikian, Paul tidak serta merta menjadi korban pembantaian. Apa alasannya dan bagaimana kisah lengkapnya? Kami mencoba menyajikannya dari sudut pandang film dan beberapa website tentang peristiwa genosida Rwanda serta biografi Paul Rusesabagina.

Memiliki Banyak Kenalan dari Kalangan Atas

Kemampuan Paul melindungi ribuan orang Tutsi dan Hutu moderat juga ditunjang oleh pergaulannya. Ia memiliki banyak kenalan dari kalangan atas di Rwanda termasuk petinggi militer bahkan hingga yang berpangkat Jenderal sekalipun. Salah satu kenalan Paul adalah seorang pemasok kebutuhan hotel yang juga seorang pemimpin milisi Hutu, Interahamwe yang bernama George Rutuganda. 

Tokoh yang berperan ganda sebagai pengusaha dan milisi ini sering mengajak Paul yang juga seorang Hutu untuk bergabung dalam Interahamwe, tetapi Paul menolak. Meski demikian, rekan kerjanya ini tetap memberinya kaos berciri khas Hutu jika andaikan suatu waktu Paul berubah pikiran. Berbekal kaos Hutu inilah, Paul dapat selamat dari amukan milisi Hutu pada masa awal-awal genosida.

Menyuap Milisi Hutu dan Jenderal Militer

Mungkin terlintas pertanyaan bagaimana Paul bisa melindungi seribuan orang yang dituduh oleh ekstremis Hutu bertanggung jawab atas terbunuhnya presiden dari suku mereka? Ternyata salah satu cara yang ditempuh oleh Paul adalah menyuap milisi Interahamwe dan jenderal militer dengan uang dan alkohol. 

Tujuannya agar mereka tidak membunuh para pengungsi dalam hotel bintang empat yang dipimpinnya. Paul bukan hanya menyuap milisi agar tidak mengganggu orang Tutsi dalam hotel tetapi juga mengeluarkan uang banyak untuk membebaskan tetangga-tetangganya dari pembantaian milisi Hutu. 

Setidaknya Paul mengeluarkan uang saat itu sebesar 100 ribu Franc atau setara 1 juta rupiah. Jumlah yang sangat besar pada tahun 1994 saat itu. Para tetangganya ini kemudian dibawa masuk ke dalam hotel untuk berlindung, termasuk anak-anak dari panti asuhan yang dibawa ke hotel oleh pekerja kemanusiaan dari palang merah.

Adapun tujuan menyuap Jenderal Angkatan Darat Rwanda bernama Augustin Bizimangu adalah untuk mengamankan hotel yang menampung pengungsi. Itulah sebabnya, Jenderal Augustin ini sering datang ke hotel menemui Paul. Apalagi sebelum memimpin Hotel des Mille, Paul juga mengelola Hotel Diplomat yang juga terletak di kota Kigali. Di hotel yang pertama inilah Paul banyak mengamankan uang, perhiasan hingga alkohol yang sangat digemari oleh Jenderal Augustin.

Manajer dan Pemilik Hotel

Paul Rusesabagina sehari-harinya bekerja sebagai manajer di Belgian Corporation for Air Navigation Services. Maskapai nasional Belgia ini lebih dikenal dengan singkatan Sabena. Paul juga sekaligus manajer Hotel des Mille Collines di Kigali, ibukota Rwanda. Hotel ini sendiri merupakan milik maskapai Sabena. 

Status hotel yang merupakan milik maskapai dari Belgia juga menyebabkan warga negara Eropa menjadikan hotel ini sebagai tempat mengungsi saat genosida di Rwanda juga mengancam jiwa mereka. Maka, selain orang-orang suku Tutsi dan Hutu moderat, Paul juga harus melindungi orang-orang Eropa. Posisi Paul di hotel ini benar-benar sangat menentukan dalam menyelamatkan lebih dari seribu orang dari genosida yang terjadi di Rwanda. Paul juga menyediakan makanan dan minuman bagi para pengungsi.

Hotel Des Mille Collins tempat Paul menyelamatkan pengungsi (Film Hotel Rwanda)/rba.co.rw
Hotel Des Mille Collins tempat Paul menyelamatkan pengungsi (Film Hotel Rwanda)/rba.co.rw

Selain orang dewasa yang membawa anak-anak mereka ke hotel, Paul juga harus menampung anak-anak dari berbagai panti asuhan. Mereka dibawa ke hotel oleh pekerja kemanusiaan dari palang merah. Sahabat Paul yang banyak membantu dalam misi kemanusiaan ini adalah Archer yang sering disapa Madame Archer, mungkin karena ia berkebangsaan Prancis. 

Sahabatnya inilah yang juga membantu Paul melacak keberadaan adik istrinya Paul yang bernama Thomas serta istri dan kedua anaknya. Meski gagal menemukan Thomas dan istrinya, Madame Archer berhasil menemukan keponakan Paul di kamp pengungsian PBB.

United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga punya peran dalam meminimalkan korban akibat genosida di Rwanda. Selain menangani pengungsi dibantu oleh palang merah, PBB juga mengirim 300 pasukan termasuk mengamankan aset-aset Barat seperti Hotel des Mille yang dipimpin oleh Paul. Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Oliver yang juga banyak berperan membantu Paul terutama menjaga keamanan hotel. Sayangnya, personil yang minim dan larangan mereka menembak tidak banyak membantu mengamankan pengungsi. Meski demikian, Kolonel Oliver tetap setia dengan tugasnya.

Dilema dan Kekecewaan Paul

Sebagai seorang manajer hotel sekaligus berkeinginan melindungi orang-orang dari genosida milisi Hutu, Paul dihadapkan pada dilema. Ia sempat mengkhawatirkan karirnya jika keadaan sudah membaik. Ia bisa saja terancam dipecat karena telah merugikan keuangan hotel karena menampung 800 orang di hotelnya tanpa membayar biaya sepeser pun. 

Ia sempat menghubungi Kolonel Oliver, tetapi komandan pasukan PBB ini justru menjelaskan bahwa kamp mereka juga tidak luput dari serangan milisi Hutu. Meski demikian, Kolonel Oliver berjanji melindungi hotel dari serangan milisi Hutu, meski mereka sudah kehilangan sepuluh anggota pasukan.

Paul dan orang-orang yang berlindung di dalam hotel sempat gembira saat melihat pasukan Belgia datang. Mereka menyangka pasukan ini akan membantu pasukan PBB untuk melindungi mereka, tetapi harapan mereka sirna. Mereka harus kecewa karena ternyata pasukan ini hanya ditugaskan mengevakuasi warga Eropa untuk meninggalkan Rwanda. 

Kolonel Oliver yang juga kecewa terhadap pasukan dari Belgia ini menjelaskan pada Paul bahwa mereka hanya akan menyelamatkan orang-orang dari kulit putih. Lebih lanjut Oliver menjelaskan bahwa hal itu disebabkan karena bagi mereka orang-orang kulit hitam hanya ibarat kotoran yang tidak perlu dibela. Mendengar hal ini, Paul tidak hanya kecewa tetapi sakit hati karena ia selama ini menyangka bahwa kulit hitam seperti dirinya sama dengan mereka yang berkulit putih.

Paul Meminta Tolong pada Pemilik Hotel

Tidak lama setelah warga kulit putih dievakuasi, datanglah sekelompok militer Rwanda. Mereka meminta Paul dan semua orang yang ada di hotel agar segera meninggalkan hotel. Paul pun tersadar bahwa ia dan semua orang yang berlindung dalam hotel akan segera dieksekusi. Meski demikian, Paul masih sempat berpikir jernih dan menelepon Jenderal Bizimangu untuk meminta penjelasan terkait ikut campurnya militer, tetapi ia dipersulit untuk tersambung langsung dengan sang jenderal.

Paul lalu menelepon pemilik hotel di Belgia, Mr. Tillens. Kepada bosnya ini, Paul bercerita bahwa dirinya dan para pengungsi diminta oleh milisi Hutu untuk meninggalkan hotel. Tidak lupa ia menambahkan bahwa mungkin mereka akan dibantai. Saat bosnya bertanya siapa yang bisa dihubungi untuk membantu mereka, Paul menyebut Prancis karena negara inilah yang memberikan bantuan pada milisi Hutu.

Sementara itu di luar hotel masih berkumpul sekelompok milisi Hutu yang tadi meminta mereka meninggalkan hotel. Mereka meminta Paul memperlihatkan daftar pengunjung hotel. Paul memperlihatkan kepada mereka daftar tamu hotel dari kalangan kulit putih, tetapi para milisi tidak percaya karena mereka tahu bahwa orang-orang kulit putih telah dievakuasi meninggalkan Rwanda. Milisi Hutu lantas mengancam Paul bahwa mereka semua yang ada dalam hotel termasuk dirinya akan dibunuh jika tidak memberikan daftar nama yang benar.

Saat situasi mencekam itulah, tiba-tiba milisi Hutu diperintahkan agar meninggalkan hotel. Paul tidak tahu pasti apakah ini ada hubungannya dengan pemilik hotel yang melakukan lobi dengan PBB atau Prancis. 

Pertanyaan ini baru terjawab saat Paul menelepon bosnya, dan sang bos menjelaskan bahwa dirinya telah menelepon Presiden Prancis agar menghentikan campur tangan militer Rwanda. Ia juga menambahkan bahwa Belgia dan Prancis sudah sepakat bahwa milisi Hutu tidak boleh mengganggu hotel karena itu adalah properti milik Belgia. 

Bosnya juga meminta maaf atas sikap negara-negara Eropa yang tidak membela orang-orang Rwanda dan hanya mementingkan warga negara mereka, karena baik PBB, Inggris dan Prancis beranggapan mereka tidak mendapat keuntungan sedikit pun dari jika membela rakyat Rwanda.

Permintaan Paul ke Tatiana dan Putra-putranya untuk Bunuh Diri

Setelah milisi Hutu meninggalkan hotel, Paul menjelaskan pada stafnya dan orang-orang yang mengungsi di hotel bahwa operasional hotel bintang empat ini harus tetap berjalan. Itulah sebabnya mereka akan tetap dikenakan tagihan dan demi untuk keberlanjutan operasional hotel dan kebutuhan pengungsi maka Paul meninggalkan hotel untuk berbelanja keperluan.

Saat berbelanja itulah, Paul bertemu dengan sekelompok milisi Hutu yang menguasai tempatnya berbelanja. Ia juga melihat beberapa tawanan perempuan yang berpakaian seadanya dan seperti telah mengalami pelecehan oleh Interahamwe. Pemimpin milisi Hutu ini, George Rutaganda yang pernah terlibat konflik dengan Paul menjelaskan bahwa semua orang Tutsi akan dibunuh. 

Mereka tidak menyerang hotel karena itu adalah perintah Jenderal militer mereka, tetapi jika Jenderal militer tidak bertugas lagi maka mereka akan menghabisi pengungsi Tutsi di hotel. Di perjalanan pulang, Paul disuguhkan pemandangan mayat-mayat orang Tutsi dibiarkan bergelimpangan di jalan. Ia melewati jalan ini karena rekomendasi dari Rutaganda.

Sesampainya kembali di hotel, Paul menyampaikan pada istrinya bahwa jika suatu ketika usahanya membantu pengungsi gagal atau dirinya terbunuh, maka ia meminta istri dan anak-anaknya bunuh diri dengan melompat dari ketinggian hotel. Paul menjelaskan bahwa jika mereka dibunuh dengan menggunakan parang, maka itu akan lebih menyiksa dan menyakitkan.

Paul Tetap Bersama Pengungsi Meski Berpeluang Dievakuasi

Pagi hari, tiba-tiba komandan pasukan PBB, Kolonel Oliver kembali mendatangi hotel. Ia membawa kabar gembira bahwa beberapa di antara pengungsi akan mendapatkan visa dan dievakuasi ke tempat yang aman. Di antara nama-nama itu ada nama Paul dan keluarganya, tetapi ia tidak sampai hati meninggalkan para pengungsi di hotel. Ia masih mengkhawatirkan keselamatan mereka. Ia lalu menitipkan istri dan anak-anaknya kepada sahabatnya yang juga terdaftar pada penerbangan pertama.

Beberapa saat berselang, Paul mendapatkan kabar bahwa truk yang mengangkut orang-orang yang dievakuasi termasuk istri dan kedua anaknya dicegat oleh milisi Hutu. Ia lantas menelepon kenalannya, Jenderal militer Rwanda untuk meminta bantuan. Pada waktu yang sama, Kolonel Oliver dan anak buahnya juga berusaha melindungi para pengungsi dari serangan milisi Hutu. Tetapi karena situasi mulai tidak terkendali, Kolonel Oliver dan anak buahnya membawa para pengungsi kembali ke hotel.

Menyuap Jenderal untuk Keselamatan Pengungsi

Pagi hari Paul dikagetkan dengan kedatangan Jenderal Angkatan Darat Rwanda, Augustin Bizimungu ke hotel. Jenderal ini menjelaskan kepada Paul bahwa pasukannya tidak dapat lagi menjamin keselamatan pengungsi di hotel karena uang dan minuman pemberian Paul sudah habis. 

Selanjutnya Jenderal Augustin menyerahkan keamanan hotel kepada pasukan PBB yang jumlahnya hanya empat orang. Seakan ada hubungannya dengan ancaman Jenderal Augustin, pada malam harinya hotel diserang dengan tembakan seperti roket sehingga beberapa jendela pecah dan melukai pengungsi.

Paul kembali berpikir bahwa hal seperti ini tidak bisa dibiarkan, ia lalu berniat menyuap Jenderal Augustin demi keselamatan mereka. Meski Augustin dan anak buahnya sudah disuap dengan uang, perhiasan dan bir, Augustin justru meminta Paul meninggalkan hotel dan berlindung di markas mereka yang baru. 

Paul menjelaskan dirinya tidak mungkin meninggalkan keluarganya dan para pengungsi di hotel. Ia bahkan balik mengancam Augustin bahwa dirinya bisa dianggap penjahat perang jika membiarkan pembantaian di hotel karena berdasarkan kesepakatan PBB, Belgia dan Prancis tempat itu termasuk yang dilindungi. 

Ia tidak lupa mengancam akan melaporkan tindakan sang jenderal membiarkan pengungsi yang akan dievakuasi dicegat oleh milisi Hutu. Paul lalu menegaskan bahwa Jenderal Augustin masih membutuhkan dirinya sebagai pembela jika sang jenderal kelak diadili.

Pengungsi Dibawa Meninggalkan Hotel Menuju Tanzania

Saat tiba kembali ke hotel, Paul dan Jenderal Augustin bersama anak buahnya mendapati milisi Hutu sudah menjarah dan menyiksa pengungsi dalam hotel. Beruntung Paul dan militer Rwanda yang bersamanya berhasil menghalau mereka meninggalkan hotel. Hal ini menjadi alasan mereka harus meninggalkan hotel dan pasukan PBB bersedia membawa mereka ke tempat yang lebih aman. 

Pilihan waktu mereka tepat, karena gerilyawan pemberontak Tutsi, Rwanda Patriotic Front (RPF) telah berhasil mengambil alih setengah kota dan mengadakan perjanjian dengan petinggi militer Hutu. Akhirnya mereka berhasil sampai ke kamp pengungsian untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Tanzania. Genosida baru berakhir setelah pasukan pemberontak Tutsi berhasil mendesak milisi Hutu sampai ke perbatasan Kongo.

Pesan dari kisah Paul dan Tatiana mirip dengan pesan dari kisah Agustine, Jolande dan Cecile. Hanya saja karena Paul dari kalangan atas maka ia bisa berbuat lebih banyak. Pergaulan dan perkenalan Paul dengan kalangan atas dibantu oleh kemampuan finansialnya membuatnya bisa berbuat lebih untuk menyelamatkan jiwa yang terancam karena genosida. 

Kami menuliskan kembali kisah ini untuk memberikan apresiasi terhadap kepahlawanan Paul dan Tatiana, pasangan yang memilih Belgia sebagai tempat tinggal mereka. Pasangan beda suku ini juga tetap menjalani aktivitas mereka sebagai pegiat kemanusiaan sehingga mereka diganjar berbagai penghargaan.

Semoga kisah kepahlawanan mereka menjadi inspirasi untuk memberikan sumbangan membantu mengatasi konflik terutama yang berhubungan dengan SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan), bukan sebaliknya menjadi penyebab terjadinya konflik. Pelaku penembakan terhadap seorang presiden tentu merupakan tindakan terorisme yang justru membahayakan jiwa banyak orang. Tetapi tindakan balasan terhadap suku atau etnis tertentu dengan asumsi mereka ikut bertanggung jawab atas perbuatan sekelompok kecil pelaku terorisme juga merupakan prilaku terorisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun