"Ini, Pak," kata seorang remaja sambil menyodorkan jangkeriknya dalam kandang mungkil.
"Owalaaaaah! Ya, jelas kalah si Rambo!"
"Kok bisa, Pak? 'Kan, Rambo jawara, kata Bapak?"
"Lha ini komandannya!"
Antara Rambo dan KPK
Rambo, meskipun tokoh fiktif, selalu beraksi seorang diri dalam peperangan demi peperangan, dan selalu menang. Perang bagaikan sebuah jalan paling akhir untuk sampai pada sebuah perdamaian, dan Hollywood selalu tampil terdepan.
Rambo memang fiksi belaka, dimana aib terbesar sekaligus mimpi buruk kekalahan Amerika Serikat dalam perang panjang dengan Vietnam memang perlu "penghiburan". Akan tetapi, pasca-First Blood Part II, demam Rambo melanda seluruh pelosok Amerika Serikat hingga film-film heroik sejenis, semisal Die Hard. Rambo menjadi sebuah ikon budaya, dan karakternya menonjol  dalam budaya Pop di Negeri Paman Sam.
Kata "Rambo" dapat berfungsi sebagai kata benda, kata sifat, atau kata kerja dalam bahasa Inggris. Dan, yang tak kalah pentingnya dalam perspektif budaya, Rambo adalah kata yang dapat ditemukan dalam kamus bahasa Inggris yang bergengsi, yaitu Oxford English Dictionary.
Menurut kamus yang bergengsi itu, Rambo "seorang veteran Perang Vietnam yang mewakili sosok lelaki gagah (macho), mandiri (self sufficient), dan bertekad kuat dalam pembalasan dengan ganas (bent on violent retribution)". Selain itu, populeritasnya sebagai kata sifat, seperti Ramboesque, Ramboid, atau Ramboism, menunjukkan sebuah posisi ideologis yang maknanya menyerupai sikap dan perilaku Rambo.
1985 dengan kesuksesan First Blood Part II dalam masa pemerintahan Ronald Reagan dan terjadi Krisis Beirut, dalam sebuah pidato sang Mr. President menjadikan sosok Rambo sebagai contoh ideologis dan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang agresif. Sedangkan untuk kebijakan dalam negeri, dalam pidato pada Hari Buruh sang Mr. President menjadikan Rambo sebagai sebuah semangat guna membersihkan sistem pajak federal.
Sementara di Indonesia, KPK, jelas fakta dari keberadaan sebuah lembaga, selalu menjadi andalan bagi rakyat Indonesia sejak 2003 untuk menumpas kejahatan sindikat psikopat dalam pelbagai kasus korupsi dengan akrobatik dialektika yang penuh pesona. Prestasi paling moncer adalah penangkapan Ketua DPR RI Setya Novanto pada 2017. Lainnya, ya, menteri, mantan menteri, dan seterusnya.
Kasus rasuah Indonesia memang tidak pernah terlepas dari akrobatik dialektika. Istilah "apel washinton" dan lain-lain sebagai pengganti fee untuk "nilai transaksi" telah menjadi buah bibir para psikopat (koruptor).