Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Roh Kekerasan yang Merasuki Jiwa-jiwa selama Berabad-abad

17 Maret 2019   23:31 Diperbarui: 18 Maret 2019   16:59 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terbayang lagi sekaligus berparodi, "Barangsiapa menggunakan keris, akan binasa oleh keris."

Kekerasan Melawan Kekerasan
Saya tidak terlalu memahami, apa sesungguhnya peradaban itu. Kalau sekarang, masa kini, atau abad mutakhir disebut-sebut sebagai peradaban moderen, kekerasan tetap terjadi sebagai bukti warisan zaman puba (primitif). Ya, seperti halnya oknum budayawan yang mahir menyetir mobil tetapi masih menghidupi naluri primitif semacam itu.

Dan, meski pernah membaca buku Filsafat Hukum karya Herman Bakir, S.H., M.H. (2007) yang sebagian berkaitan antara peradaban dan hukum, naluri "destruktif"--istilah Fromm--tetap mengiringi sejarah manusia dalam perziarahan di bumi ini. Tugu HAM masih berdiri dengan kokoh di pertigaan Jalan Pahlawan dan Jalan Ikan Paus, Lahilai Bissi Kopan, Kec. Kota Lama, Kota Kupang, NTT, dimana usianya lebih tua daripada Deklarasi HAM PBB, dan dua di antaranya berisi "bebas dari rasa takut" (freedom of fear) dan "bebas beribadah" (freedom of worship).

Saya pikir, jangankan untuk bebas sesuai dengan pemahaman bersama (konvensi), lha wong untuk bernapas atau jantung berdetak saja ternyata tidaklah semudah aneka pemahaman, teori-teori, buku-buku, dan kitab suci. Ataukah roh kekerasan tidak akan pernah mati, dan akan selalu merasuki jiwa-jiwa yang memuja kekerasan itu sendiri? Atau, mungkin sebaiknya saya berhenti melamun, ya?

Oh, baiklah. Saya hentikan saja lamunan ini. Intinya, saya tidak menyepakati apa pun alasan kekerasan fisik, brutal, bar-bar hingga berujung pada kematian sesama manusia. Sekian, dan terima kasih.

*******
Balikpapan, 17/03/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun