Bagi kalangan tertentu, detail pun menjadi parameter terhadap sebuah bangunan. Detail bisa berupa pemilihan bahan, kesesuaian (unity), penyelesaian (finishing), dan lain-lain. Justru dengan menjadikan detail sebagai salah satu elemen parameternya, akan terasa lengkap tanggapan (penilaian) terhadap sebuah bangunan.
Tidak jarang terjadi perdebatan mengenai estetika dalam obrolan banyak kalangan. Yang sering pula terjadi, estetika sebuah bangunan tergantung pada selera subyektif. Padahal, estetika bukanlah sebuah hasil selera subyektif alias relatif, melainkan terukur secara logis-matematis-fisikis. Artinya, estetika yang diperdebatkan harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, dan benar-benar dipahami secara obyektif.
Demikian juga ketika sebagian Pembaca melihat penampilan sebuah tulisan dengan analogi sebuah bangunan. Pertama, sesuatu yang disebut tulisan hanyalah pada deretan kata. Dengan analogi bangunan, deretan kata merupakan sebuah bangunan yang cenderung dianggap lengkap, mulai dari ‘atap’ (alinea pembuka dianggap atap?), dinding, pintu, dan jendela.
Kedua, judul sebuah tulisan. Dengan analogi bangunan, judul merupakan atapnya. Keberadaan judul cukup ‘mengamankan’ kesan bahwa deretan kata merupakan sebuah tulisan yang utuh. Sebuah bangunan bisa memberi kesan “layak huni” apabila telah memiliki atap.
Ada beberapa tulisan yang awalnya dipublikasikan tanpa judul, ada yang kemudian judulnya dibuat, semisal “(Tanpa Judul)”, atau dibuat oleh orang lain (redaksi) dengan judul yang diberi tanda keterangan.