Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pintarnya Listrik dan Bodohnya Pelanggan Semacam Saya Ini (#1)

22 Juli 2015   11:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:55 9568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Soal sosialisasi ini mengingatkan kembali kepada kawan saya yang bekerja di PLN. Kawan saya bukanlah seorang sarjana bidang teknik atau kejuruan, melainkan bidang sosial, apalagi, katanya, posisinya di bagian humas. Dengan latar pendidikan tinggi di bidang sosial dan posisi profesinya pun berkaitan langsung dengan masyarakat, tentunya persoalan sosialisasi bukanlah sesuatu yang baru (asing, aneh, tidak sesuai dengan posisi).

PLN alias Perusahan Listrik Negara bukanlah seperti Telkom, meskipun sesama BUMN. Maksud saya, ketika kartu pelanggan diblokir gara-gara tidak meneruskan isi ulang sekaligus sebagai bukti daftar ulang (registrasi), pelanggan bisa seenaknya beralih ke providerS seluler lainnya, misalnya As (meski masih sesama Telkom), Indosat, XL, dll., alias tidak lagi memakai kartu yang diblokir karena masih tersedia peluang pada kartu lainnya. Lha ini, PLN, ‘kan, sebuah monopoli jasa pengadaan enerji? Mengapa tidak mengoptimalkan pelayanan, apalagi kini, katanya, zaman modern? Dan seterusnya deh.

Ya, dan seterusnya deh, sampai mengaduk-aduk pikiran saya. Akan tetapi, apalah gunanya mengaduk-aduk sampai semakin membotakkan saya, jika ternyata PLN masih saja bekerja tidak optimal sekaligus kurang profesional, khususnya di bidang sosialisasi agar para pelanggan bisa lebih mudah mendapatkan informasi sebelum terjadi pemblokiran seakan-akan “jebakan betmen” itu. Apalagi, ternyata, pemblokiran disertai daftar utang (4 x Rp. 60.6750,-) yang harus saya bayar.

 

Listrik Pintar dan Pelanggan Bodoh

Saya lihat kembali sebutan “listrik pintar” itu. Ya, memang pintar (pengelola) listriknya, dan betapa bodohnya pelanggan listrik semacam saya ini. Betapa pintarnya listrik, yang tiba-tiba ‘menyengat’ saya dengan pesan singkat tanpa pernah tersampaikan sejak awal pengajuan saya disetujui.

Juga betapa pintarnya listrik ketika ‘menyengat’ saya dengan sebuah tindakan pemblokiran tanpa secara berturut-turut (20 April, 20 Mei, dan 20 Juni) melakukan tindakan pemberitahuan melalui surat resmi dari PLN sebagai sebuah keseriusan yang harus benar-benar dipahami oleh pelanggan semacam saya ini, bukannya melalui pesan singkat yang satu kali lantas selesai begitu.

Dan, betapa bodohnya saya, wong, ya, alarm sudah berbunyi tetapi pulsa tidak bisa diisi, dan tagihan siap menanti. Lho, tapi, ‘kan, alarm tidak berhubungan dengan pemblokiran karena tidak tertera pada surat perjanjian. Betapa bodohnya saya memercayai sebuah surat perjanjian, padahal berikutnya saya ‘disengat’ aksi pemblokiran beserta sejumlah tagihan yang harus saya bayar.

Kebodohan saya berikutnya, mengapa bertanya kepada tetangga dan ketua RT, yang sama sekali bukan pengelola listrik pintar. Ditambah kebodohan saya menanyakan perihal pemblokiran kepada satpam itu, lha wong jelas banget, satpam bukannya petugas customer service.

Paling bodohnya saya, walaupun memiliki kawan yang bekerja secara struktural di PLN, ‘kan si kawan bukannya pegawai PLN di Kaltim. Walaupun saya berharap adanya semacam pencerahan, berhubung saya merupakan pelanggan baru, tetap saja si kawan berada di luar daerah, bahkan, anggap saja, bukan pegawai struktural di PLN.

Dengan “pintarnya listrik” dan “bodohnya pelanggan” semacam saya ini, konsekuensinya (terhadap kebodohan saya) sudah pasti, pulsa listrik habis-bis, dan listrik di “Rukan” akan padam sampai batas waktu yang tidak saya tahu karena pada 20 Juli ini saya tidak bisa melakukan pengisian ulang. Terlebih, besok, Selasa, 21 Juli 2015, masih masa libur (cuti) bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun