Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pintarnya Listrik dan Bodohnya Pelanggan Semacam Saya Ini (#1)

22 Juli 2015   11:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:55 9568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada Rabu, 11 Maret 2015, saya menerima pesan singkat dari nomor 0858XXXXXXXX. Isinya sebagai berikut :

“ PELANGGAN YTH AN XXXXXXXXXXXX IDPEL 232XXXXXXXXX, DIKARENAKAN ADANYA KENAIKAN BIAYA PENYAMBUNGAN LISTRIK PLN YANG MENGAKIBATKAN ADANYA KURANG TAGIH MAKA KAMI MOHON SAUDARA/I UNTUK SEGERA MENYELESAIKAN DGN CARA MEMBAYAR SETIAP BULAN PALING LAMBAT TGL 20 DILOKET-LOKET PEMBAYARAN NO REGISTER 232XXXXXXXXX, 232XXXXXXXXX, 232XXXXXXXXX, 232XXXXXXXXX SEJUMLAH RP 60.750,- /REGISTER. INFO LEBIH LANJUT HUB CALL CENTER PLN 0542-XXX/KANTOR PLN RAYON XXX XXXXX XX XXX TERIMA KASIH.”

Ketika menerima pesan singkat itu saya terkejut dan terheran-heran. Pertama, nomor ponsel-nya tidak menampakkan berasal dari sebuah instansi (PLN) resmi. Saya pernah mendapat pesan singkat mengenai pembayaran rekening listrik dari PLN cabang Kupang dengan jelas menampilkan identitas instansinya selama 2-3 kali per bulan sampai saya kembali ke Balikpapan, meskipun saya pernah 4 bulan di sana tetapi tidak pernah memasang jaringan listrik PLN di sana.

Kedua, perihal pembayaran administrasi pada pengajuan awal sama sekali tidak ada pemberitahuan atau sedikit singgungan, baik dari kantor PLN, kantor pos (tempat saya membayar listrik prabayar), dan kontraktor pelaksana pemasangan jaringan yang dilengkapi dengan surat perjanjian mengenai pemasangan jaringan listrik PLN.    

Ketiga, dengan adanya nomor ‘asing’ yang mengatasnamakan PLN, saya justru curiga, jangan-jangan ini modus operandi sebuah sindikat penipuan seperti yang sering saya terima dari nomor lainnya dengan kabar “mama perlu pulsa”, “tante perlu biaya karena lagi sakit”, “urusan pembayaran tanah”, “nomor anda memenangkan hadiah...”, dan lain-lain.

Keempat, kalau memang resmi-serius, paling tidak, saya akan menerima surat pemberitahuan dari PLN, termasuk perihal ‘sanksi’ apabila saya tidak melakukan pembayaran sampai batas akhir yang tertera dalam surat pemberitahuan. Kalau sekadar pesan singkat dan hanya satu kali (20 Maret 2015), jangan-jangan pesan singkat itu memang serupa dengan poin ketiga di atas.

Dari keempat hal tersebut secara langsung saya mengabaikan isi pesan singkat itu. Tapi di sisi lain, saya menyimpannya karena saya berencana menuliskannya apabila terjadi “sesuatu” hal yang berada di luar perjanjian dan legalitas bermaterai yang pernah saya lakukan dengan instansi terkait. Artinya, apabila “sesuatu” itu terjadi, jangan sampai sekadar “angin lalu” tanpa ada catatan khusus yang bisa saya evaluasi dan kritisi.

 

Upaya Mencari Informasi Seputar Pesan Singkat

Meski saya abaikan dan simpan pesan singkat itu, saya tetap mencari informasi pada hari selanjutnya. Pertama, kepada tetangga sekitar “Rukan”, apakah mereka juga mendapatkan pesan singkat serupa karena mereka terlebih dulu menggunakan listrik prabayar. Wajar dong pelanggan baru bertanya kepada pelanggan lama. Ternyata para tetangga “Rukan” tidak pernah mendapat pesan singkat semacam itu.

Kedua, kepada ketua RT, yang juga menggunakan listrik prabayar, apakah ketua RT mengetahui adanya pembayaran seusai pemasangan dan penggunaan listrik prabayar. Ternyata, ketua RT saya sama sekali tidak mengetahui bahkan malah ‘mempertanyakan’ perihal adanya pembayaran semacam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun